"Mau langsung pulang atau makan dulu?" tanya Dikta ketika aku sudah masuk ke dalam mobilnya. "Langsung pulang aja," jawabku tanpa menoleh. "Oke." Sepanjang perjalanan aku hanya diam, melihat ke arah kaca mobil di sampingku. Aku merasa sedih, tapi aku tidak ingin menangis. Aku bukannya tidak mempercayai Fero, aku hanya sedikit butuh waktu untuk mencerna kejadian ini. "Barusan kenapa bisa di situ, Dy?" Dikta mulai bersuara lagi. "Oh itu, habis nengokin teman yang sakit," jawabku berbohong. "Fero nggak nganterin? Kok dia biarin kamu pergi sendirian? Di sini 'kan daerahnya cukup rawan, Dy. Entar kalau kamu kenapa-napa gimana? Untung aja barusan aku lewat sana, habis ketemu client." Dikta memang belakangan ini berbicara atau chat menggunakan kata aku-kamu denganku. "Feronya lagi banyak