Bab 2

1190 Words
Paruh Waktu     Sendiri lebih baik Karena cinta hanya meyulitkan, sudah cukup kehidupan yang gue jalani rumit. Jangan hadir kalau hanya menambah rasa pahit.   ❄️❄️❄️❄️❄️     Shaqilea masuk ke ruang kelas yang bertuliskan 12 IPA 2 dimana 97% siswanya sudah berada disana. Kemuadian ia berjalan menuju bangku pojok paling kanan.  “Kenapa lo? Muka di tekuk gitu,” cercah Faeyza teman sebangkunya.  “Minggir.”    Shaqilea tidak menjawab pertanyaan dari Faeyza dan berlalu menuju tempat duduknya. Shaqilea duduk tepat di samping tembok.    Faeyza tidak merasa risih ketika Shaqilea melewatinya, Faeyza lebih memfokuskan diri  pada ponselnya dengan senyuman yang terus mengembang. “Gila emang,” cibir Shaqilea. “Siapa?” balas Faeyza dengan memandang sekilas Shaqilea. “Nggak!” “Nyindir gue lo ya?” pungkas Faeyza. “Gue baru lihat storinya Gavin nih ... Gila ganteng parah, sisain gue satu  kaya gini deh, gak papah serius,” lanjut Faeyza.  “Idihhhhh, kumatkan lo.”     Seorang guru dengan nametag Toher Toreja memasuki kelasnya. Beliau membawa beberapa alat  praktek untuk bahan materi yang akan beliau bahas. Beliau adalah guru yang mengajarkan Biologi.                                 ⛲⛲⛲⛲⛲ Kringggg   Kringggg   bel tanda istirahat berbunyi.    Sesaat setelah guru keluar dari kelas, di saat itu juga semua siswa berhamburan keluar.  “Ke kantin nggak?” ajak Faeyza. “Lo duluan aja, nanti gue nyusul,” jawab Shaqilea.    Shaqilea berjalan mendahului Faeyza. Namun, yang ia tuju bukanlah kantin melainkan toilet. Shaqilea berniat untuk mencuci mukanya, sudah 3 jam lebih ia mendengarkan penjelasan dari  Pak Toher yang membuatnya mengantuk.     Shaqilea memilih toilet samping tangga belakang, tepatnya di lantai 2. Di sana jarang ada yang memakainya. Ketika saat hendak melewati tangga, Shaqilea melihat sepasang kekasih yang sedang bercumbu di bawah samping tangga tersebut.  “Anjir!” umpat Shaqilea. Menendang tong sampah dengan sembarangan.    Sepasang kekasih itu pun berhenti dengan aktivitasnya, mereka merasa malu dengan Shaqilea yang memang berada disana.    Adegan yang begitu menjijikan baginya hingga membuat moodnya begitu hancur. Sungguh ia muak dengan apa yang barusan dilihatnya.    Shaqilea memilih putar balik menuju kantin, menyusul Faeyza yang lebih duluan berada disana. “Lama banget  lo, emang berapa ember sih lo kencingnya,” pekik Faeyza. Ketika Shaqilea baru sampai. “Nih gue udah pesanin makanan kesukaan lo, udah gue bayarin pula. Kurang baik apalagi coba gue sama lo,” lanjutnya. “Jijik banget njirr,” umpat Shaqilea. Setelah meneguk minumannya. “Ya elahhh, sendoknya juga masih bersih kali. Lagian kan jatuhnya ke meja bukan ke kolong meja... nyet,” sangkal Faeyza. “Bukan lo pea!” “Maksud lo apaan sih? nggak ngerti gue.” Faeyza bingung lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.    Shaqilea tidak menjawab ia lebih memilih memakan bakso pletongnya. Entah darimana nama pletong itu terbentuk tapi rasanya begitu menggiurkan, setiap porsinya dihargai  25 ribu. “Gue duluan!” ujar Shaqilea. Berlalu meninggalkan Faeyza. “Eh kampret, enak banget datang tinggal makan, giliran kenyang langsung cabut,” omel Faeyza.  ⛲⛲⛲⛲⛲    Ada sebuah danau yang terletak di belakang gedung.  Danau yang tidak pernah dijamah, sehingga banyak tumbuhan eceng  gondok dan bunga teratai yang tidak beraturan. Di sanalah Shaqilea kini berada, duduk dibawah pohon rindang yang menghadap langsung ke danau.     Shaqilea mengeluarkan ponselnya lalu menyalakan mp3. Lagu its you dari Ali Gatie mengiringinya, dengan memainkan benda pipihnya Shaqilea ikut bersenandung menikmati lagu yang di dengarkannya. Shaqilea berusaha menghilangkan bayangan dimana ia memergoki sepasang kekasih itu.    Tanpa ia sadari, dari atas gedung. Seseorang sedang melihat dengan detail gerak gerik yang dilakukan olehnya. ⛲⛲⛲⛲⛲    Setelah tanda bel pulang berbunyi semua siswa-siswi SMA Cendrakiwan Kasih berhamburan keluar kelas.    Seperti biasa Shaqilea lebih memilih pulang paling akhir di antara yang lain. Sedangkan Faeyza lebih dulu keluar, ia harus pulang tepat waktu. Ibunya begitu overprotective padanya.    Di parkiran Shaqilea bertemu dengan Faeyza yang kini masih belum pulang. “Tumben, Pak Gadang mana?” tanya Shaqilea. “Tau nih? nggak kaya biasanya telat,” jawab Faeyza. “Gue temenin. “Temenin gue tunggu pak Gadang? Ouchhh so sweet banget sih sahabat gue,” Faeyza memeluk Shaqilea. “Gak usah meluk juga njir,” sergah  Shaqilea.    Sudah setengah jam berlalu namun Pak Gadang belum juga datang. Suara ponsel Faeyza  berdering. “Halo iya pak,” Faeyza mengangkat telponnya. “____________, ” sebrang sana. “Kenapa nggak bilang dari tadi sih pak?” “_____________,” “Iya iya. Ya udah, aku naik taksi aja.”    Shaqilea mengangkat sebelah alisnya mencoba bertanya lewat ekspresinya. “Sialan banget udah nunggu cape-cape berasa lumutan, eh orang yang di tunggu nya nggak bisa ngejemput, bentar lagi hujan, taksi lewat sini nggak yaa?” gerutu Faeyza. “Nggak bakal lewat sini, lo harus berjalan lalu nyebrang kurang lebih 15 menitlah.” “Seriusan lo, gila gak keburu dong!” “Bentar.”    Faeyza bingung melihat gerak gerik Shaqilea yang menurutnya aneh. “Sha.....”    Tiba-tiba Shaqilea melompat tepat di depan mobil yang ingin melintasinya. “Woyyyy gila lo ya? biar apa coba lompat kaya gitu. Mati juga gue yang repot,” murka pengendara itu.    Pengendara mobil itu keluar “Elo Sha? ngapain ngalangin jalan gue, untung mobil gue nggak kenapa napa,” cecarnya. “Yo, bisa bantuin gue nggak? anterin....” “Hahahahaa Anterin ya ? lo segitunya banget, pengen gue anterin. sampai lompat gitu,” potong Albercio. “Bukan,” “Terus?” tanyanya. “Anterin Faeyza, sopirnya nggak bisa jemput.” “Oh, ya udah ayo,” ajak Cio.    Shaqilea pun memanggil Faeyza untuk mendekat kearahnya. “Faey, lo pulang bareng Cio aja,” ujar Shaqilea. “Ko lo bisa kenal dia?” tanya Faeyza. “Udah, ayo masuk bentar lagi hujan.” “Terus lo gimana?” “Gampang.” Shaqilea mencoba meyakinkan.    Shaqilea menyuruh Faeyza masuk ke dalam mobilnya Cio. Dengan hati-hati Shaquilea menutupkan pintu mobil itu. Mobil Cio kini berjalan mendahuluinya, meninggalkan Shaqilea seorang diri.    Kini Shaqilea berjalan dengan santai  menuju halte tempat biasa ia menunggu busway. Perjalanan memakan waktu kurang lebih  menit untuk sampai di sana.    Kurang dari beberapa meter lagi hujan mengguyurnya, terpaksa ia harus berlari agar lebih cepat sampai berada di halte.    Sialnya, tidak ada busway yang melintas. Kini di halte hanya ada Shaqilea seorang diri. Mencoba bersabar akhirnya setelah lama menunggu kurang lebih 45 menit Shaquilea mendapatkan buswaynya.    Dari Sebrang halte ada seorang yang melihat Shaqilea dengan pandangan tajam yang sulit terbacakan.  Seseorang itu sedang meneduh dibarisan toko yang sudah tutup. Awalnya ia menerobos hujan tapi semakin lama kian semakin deras. ⛲⛲⛲⛲⛲     Akhirnya Shaqilea sampai di sebuah minimarket milik Bibinya. Shaqilea bekerja paruh waktu di sana. “Bi, maaf telat datang.” “Iya nggak papa Bibi ngerti ko, kan hujan,” ujar Bibi. “Ya sudah, Bibi pulang dulu kamu jagain tokonya. Oh ya, jangan lupa cek makanan yang sudah kadaluarsa,” lanjut sang Bibi. Sang Bibipun pergi meninggalkan minimarket.    Setiap hari Shaqilea selalu membawa baju ganti untuk pekerjaan paruh waktunya itu. Setelah mengganti baju, Shaqilea mengecek makanan yang sudah kadaluarsa untuk ia buang, terkadang juga ia makan makananan tersebut untuk lebih menghemat lagi uangnya. Seseorang pembeli datang menghampiri Shaqilea di meja kasir. “Mba ini berapa?” tanya seseorang itu dengan menyodorkan minuman segar. “Delapan ribu,” sahut Shaqilea. “Bentar,” ucap seseorang itu. “Yah.. ko nggak ada duitnya sih?” pungkasnya. “Mba hutang dulu ya, besok gue kesini lagi,” lanjutnya “Ya sudah,” balas Shaqilea. Ia sungguh malas untuk berdebat. ⛲⛲⛲⛲⛲    Tepat pada pukul 10 malam Shaqilea menutup tokonya. Jarak kerumahnya tidak terlalu jauh hanya dilalui 15 menit dengan berjalan kaki. Sebelum pulang kerumahnya ia sempatkan mampir ke warteg terlebih dahulu, membeli makan malam untuk  dirinya dan Kakaknya“ “Kak,” Shaqilea mengetuk pintu lalu membukanya namun tak ada sahutan dari dalam rumahnya.    Shaqilea pun langsung menuju kamar Kakaknya, dan mengajak sang Kakak untuk makan malam bersama. Setiap pagi Shaqilea memasak untuk Kakaknya, siangnya Bibi yang menghantarkan makanan lewat anaknya.    Selesai makan malam, Shaqilea membawa Kakaknya ke kamar. Untuk malam ini ia ingin tidur bersama dengan sang Kakak. Di genggamlah tangan sang Kakak dengan mengeratkan pelukannya, Shaqilea berbisik.  “Bagaimanapun caranya Kak Lova harus sembuh, Qilea janji bakal berusaha lebih keras lagi demi kesembuhan Kakak.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD