Brugh! Qian menyandarkan punggungnya dengan sedikit kasar dimana hela nafas panjang terdengar lolos dari mulutnya. Tangannya terangkat sejenak mengusap keringat di dahi seraya melirik Raizel yang tampak bergumam tak jelas. “Sepertinya dia melihatku,” ucap Qian. Satu tangannya kini memijat kecil satu tangannya yang sebelumnya memegangi ponsel Raizel hingga terasa pegal. “Dia memang sudah tahu,” pungkas Raizel hanya dengan gumaman dan melirik Qian lewat ekor mata. Drt … drt … Tiba-tiba saja ponsel Raizel yang saat ini berada di atas dashboard kembali berdering namun kali ini Raizel tak berniat kembali menjawab panggilan yang ternyata dari ayahnya. “Jika kau menyuruhku mengangkatnya, aku tidak mau!” sungut Qian. “Biarkan saja, sebaiknya kita segera ke rumah nenekmu dan kembali,”