“Mas Adrian!” Suara Safira melengking di udara malam, pecah bersama deru angin laut. Ia langsung berlari, tangannya spontan menarik lengan Adrian yang baru saja melayangkan pukulan pertama. Tapi belum sempat ia benar-benar menghentikan, tangan itu sudah kembali terangkat dan satu hantaman keras kembali mendarat di pipi Rendra. Tubuh Rendra tersentak ke belakang, pasir basah memercik di sekitar kakinya. Ia berusaha bertahan, tapi jelas tak siap untuk serangan secepat itu. Nafasnya memburu, tangan kirinya terangkat menahan, namun tinju Adrian yang berikutnya datang lebih dulu. “Gila kamu, Adrian!” serunya parau, menangkis dengan bahu. Namun tenaga Adrian terlalu kuat dan pukulan itu tetap mendarat, kali ini di rahangnya. Bunyi benturan tulang dan daging terdengar jelas. Rendra terhuyung,

