03 - MY MARRIAGE & YOUNG MAN

1506 Words
MMYM.03 SUAMI ISTRI RASA REKAN BISNIS James Philip Pagi ini aku datang ke perusahaan bersama istriku, Eleanor Leora Errol. Seorang wanita cantik yang sangat berkharisma, tegas dan berkompeten dalam bekerja. Kami bekerja bersama di satu perusahaan dengan jabatan yang berbeda. Jika aku menjabat sebagai CEO dari perusahaan PL Technology ini, ia adalah wakil CEO. Jabatan yang ia tempati disebut juga dengan COO. Kami tumbuh bersama di lingkungan keluarga pebisnis. Dari bangku pendidikan hingga dewasa, kami di didik untuk berbisnis dengan tujuan sebagai penerus perusahaan. Aku adalah putra tunggal dari pasangan Tuan Jhon Philip dan Nyonya Tiffany Philip yang terkenal di kota ini. Rasanya sangat wajar jika aku menjadi penerus utama perusahaan keluargaku. Sedangkan Eleanor Leora adalah putri satu-satunya, anak kedua dari pasangan Tuan Ferderick Errol dan Nyonya Aliana Errol. Meski ia adalah anak kedua dari keluarga Errol, tapi ia harus mengemban tugas sebagai penerus perusahaan. Karena kakaknya Efron Errol lebih memilih menjadi seorang seniman ketimbang menjadi penerus perusahaan. Efron Errol memilih untuk hidup bebas dari pada hidup dengan berbagai aturan. Kami telah bertunangan semenjak kami masih remaja. Itu semua dilakukan oleh keluargaku dan keluarga Eleanor untuk memperkuat kerajaan bisnis keluarga. Hingga akhirnya lima tahun yang lalu kami yang telah dijodohkan semenjak remaja, menikah dan resmi menjadi suami istri. Dan demi menyatukan kekuatan bisnis dua keluarga, aku dan Eleanor Leora pun memutuskan untuk menyatukan perusahaan kami dan mengganti nama menjadi PL Technology. Kami berdua membangun kerajaan bisnis teknologi bersama hingga berkembang pesat seperti sekarang ini. Setelah sampai di lantai teratas gedung dan memasuki ruangan kerjaku, Jay Finn yang dari tadi mengikutiku dari belakang memberikan sebuah map yang berisikan dokumen kepadaku. Ia meletakkan dokumen itu di atas meja sembari berkata, “CEO James, ini ada dokumen yang dikirimkan oleh pihak G Tech kepada perusahaan kita. Dokumen ini berisikan tawaran kerja sama dalam penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan kita. Mereka ingin memasarkan produk kita di Malaysia.” Aku mengulurkan tangan mengambil map yang ada di atas meja tersebut dan kemudian berkata, “Aku akan memeriksanya. Sekarang kembalilah kamu bekerja, Jay.” “Baik CEO. Aku permisi dulu.” Jay Finn sedikit membungkukkan tubuhnya ke depan dan berlalu pergi keluar ruangan. Sedangkan aku memulai membaca dokumen yang ada di tanganku sambil menunggu jadwal rapat yang akan di selenggarakan pada pukul 10 nanti. Namun saat aku tengah sibuk membaca dokumen tawaran kerja sama tersebut, tiba-tiba ponselku berbunyi. Tanpa menunggu lama berdering, aku pun dengan segera menjawab panggilan tersebut. “Hallo…” Belum selesai bicara, terdengar suara lembut yang manja yang sangat familiar dari seberang telepon. “Tuan James, apa kamu tidak mengkhawatirkan aku? Sudah beberapa hari ini kita tidak bertemu. Tuan juga tidak menghubungiku.” “Mengkhawatirkanmu? Ada apa denganmu Camilla?” “Tuan James benar-benar tidak mempedulikanku. Saat ini aku tengah di rawat di rumah sakit, tapi Tuan tidak datang menjengukku. Apa Tuan tidak peduli lagi denganku?” “Camilla, bukan begitu. Akhir-akhir ini aku cukup sibuk. Maaf…” “Baiklah, aku akan memaafkan Tuan.” “Kamu sakit apa? Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa sudah sembuh?” “Dua hari yang lalu aku keracunan makanan. Tapi hari ini sudah mulai membaik.” “Camilla, kamu di rawat di rumah sakit mana?” “Aku di rawat di Gleneagles Hospital, Tuan.” “Baiklah. Aku akan segera ke sana.” Setelah mengakhiri panggilan tersebut, dengan segera aku mengambil kunci mobilku dan keluar dari ruanganku. Saat melewati koridor, aku melirik sejenak ke ruang kerja Eleanor Leora. Ruangan kerjanya masih terlihat kosong dan tidak ada tanda-tanda keberadaanya. Itu berarti Eleanor Leora masih berada di Departemen Pemasaran dan belum datang ke ruangannya. AKu terus berjalan ke depan menuju lift khusus tanpa memberi tahunya tentang ke pergianku pagi ini. Karena aku juga akan kembali segera untuk menghadiri rapat pada jam 10 nanti. **** Setelah sampai di rumah sakit dimana Camilla Eden di rawat, dengan langkah besar aku berjalan menuju ruang inapnya untuk menjenguknya. Ia adalah seorang pemandu karaoke di sebuah tempat hiburan yang sering aku kunjungi bersama rekan bisnisku beberapa waktu lalu. Saat pertama kali melihatnya, ia mampu mencuri perhatianku. Wajahnya yang cantik dan sikapnya yang lembut seperti bunga teratai putih yang murni membuatku tertarik dengannya. Meski apa yang ada pada diri Eleanor Leora yang terlihat begitu sempurna dan tidak bisa di bandingkan dengan Camilla Eden, tapi tidak tahu kenapa kelembutannya dan keluguannya membuatku bertekuk lutut. Sikapnya yang begitu penurut, manja dan lembut berbanding terbalik dengan Eleanor Leora yang tegas, mandiri dan juga dingin. Ia memang hanya orang biasa dan bukan dari kalangan elite kota ini seperti Eleanor Leora istriku. Tapi kehadirannya akhir-akhir ini dalam hidupku mampu menghangatkan hatiku yang sering merasa sepi. Meski selama ini ada Eleanor Leora sebagai wanita satu-satunya dalam hidupku, tapi sikapnya yang terlalu idealis, mandiri dan juga terkesan dingin membuatku mendambakan sosok istri yang sesungguhnya. Aku mendambakan sosok istri yang keibuan, lembut dan bergantung padaku yang merupakan suaminya. Bukan seperti Eleanor Leora, yang apa pun bisa ia atasi sendiri. Bahkan ia tidak pernah merengek atau meminta bantuanku untuk menyelesaikan sesuatu. Kami suami istri dengan rasa rekan bisnis yang selalu bersikap formal satu sama lain. Baru saja aku memasuki ruang inap Camilla Eden, ia yang sedang terbaring di ata tempat tidur tersenyum lebar melihat kehadiranku. Ia menyapaku sambil berusaha bangkit dari pembaringan untuk duduk, “Tuan, akhirnya kamu datang. Aku sangat merindukanmu.” Aku tersenyum pada Camilla Eden yang kini telah duduk di atas tempat tidur dan berkata, “Ya, aku datang mengunjungimu. Apa kamu sudah merasa mendingan?” “Ya, aku sudah merasa mendingan. Di tambah lagi dengan kedatangan Tuan, membuat tubuhku serasa semakin membaik.” “Kamu benar-benar bisa menghangatkan hatiku dengan ucapanmu.” Aku kembali tersenyum sambil membelai rambut Camilla Eden yang ada di hadapanku. “Oh iya, apa kamu sudah sarapan?” Camilla Eden menggelengkan kepalanya, “Belum, Tuan. Aku belum terlalu lapar. Lagi pula tidak ada makanan yang di sediakan rumah sakit yang enak di lidahku saat ini.” “Makanlah sedikit agar kesehatanmu segera membaik.” “Aku akan makan kalau Tuan menyuapiku.” Aku menghela nafas dan tersenyum pada Camilla Eden yang menatapku penuh harap. Wanita yang ada di hadapanku ini benar-benar selalu ingin dimanja. “Baiklah, aku akan menyuapi mu. Setelah itu aku harus kembali ke perusahaan.” “Kenapa Tuan terlalu cepat pergi? Aku masih merindukan Tuan.” Camilla Eden berbicara dengan nada manja. “Aku harus menghadiri rapat, Camilla. Dan rapat itu tidak bisa di tunda apa lagi di batalkan.” Dengan wajah sedih dan suara rendah ia pun berkata, “Baiklah.” Melihatnya yang menundukkan wajah karena sedih membuatku merasa tidak tega. Aku juga ingat jika sore ini Eleanor Leora akan berangkat ke Tokyo untuk perjalanan bisnis. Dan itu berarti tidak akan ada makan malam bersamanya malam ini. Hingga aku memutuskan untuk kembali datang ke sini di jam makan malam nanti. “Jangan bersedih seperti itu. Aku akan kembali kemari saat makan malam nanti untuk menemanimu.” “Benarkah, Tuan?” Camilla Eden bertanya padaku dengan senyum lebar. “Ya, aku akan datang nanti malam menemanimu.” “Tuan tidak membohongiku kan? Apa Tuan mau berjanji akan datang malam ini?” “Ya, aku berjanji. Sekarang makanlah sup ini agar tenagamu bertambah dan tubuhmu semakin cepat pulih.” Aku berbicara sambil menyuapinya. Aku menyuapi Camilla Eden hingga ia menghabiskan semangkok sup ikan yang telah di siapkan pihak rumah sakit. Setelah meletakkan mangkok sisa makanan itu ke atas meja yang ada di samping tempat tidur pasien, aku pun melirik jam dinding yang ada di dalam ruangan tersebut. Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat dan waktu pun sudah menujukkan pukul 09.30. Aku menoleh ke arah Camilla Eden yang tengah duduk di hadapanku berniat untuk pamit pergi padanya. Namun saat aku menoleh padanya, terlihat ia sedang termenung dengan wajah sedih. “Camilla, apa yang sedang kamu pikirkan?” Aku bertanya dengan suara rendah. Ia menggelengkan kepala dan kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain seperti sedang menutupi kesedihannya dariku. “Tidak ada apa-apa Tuan.” “Katakanlah, apa yang membuatmu bersedih.” Dalam sekejap air matanya pun berlinang. Dengan suara serang ia menjawab, “AKu hanya merasa sedih karena hidup sendirian. Saat sakit tidak ada yang peduli padaku.” “Hey… Jangan menangis. Aku datang kemari karena peduli padamu. Jadi jangan bersedih lagi.” Camilla Eden terdiam sejenak sambil nangis terisak-isak. Aku yang melihatnya masih sedih pun kembali bertanya, “Apa yang membuatmu masih merasa sedih? Katakan padaku, aku akan membantumu.” “Tuan besok aku akan keluar dari rumah sakit, tapi aku tidak memiliki uang untuk membayar rumah sakit ini.” Camilla Eden berbicara dengan menundukkan wajahnya. “Tenang saja. Aku akan membayar semua biaya rumah sakit.” “Selain itu, di hari yang sama aku masuk rumah sakit, aku telah di usir oleh pemilik kontrakanku. Aku tidak memiliki tempat tinggal lagi. Sepulang dari rumah sakit, aku tidak tahu akan tinggal dimana.” Aku semakin merasa iba melihat wajah lugunya yang menangis menceritakan kesedihannya. Spontan aku mengulurkan tangan dan membelai rambut hitamnya yang panjang sembari berkata, “Hal itu tidak perlu kamu khawatirkan. Aku akan mengurus semuanya untukmu.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD