Rafi Itu diucapkan Rayan dengan penuh emosi. Dia berdiri di depanku dengan tatapan penuh kebencian. Aku menyeringai, menyandarkan punggung ke sandaran sofa, bermaksud melecehkan Rayan dengan hal sepele seperti ini. “Kamu dengar itu, Suci?! Pastinya kamu merasa bangga karena dibela mati-matian oleh cinta sejatimu kan? Tapi sayangnya,” aku berdiri, tepat berhadapan Rayan, “bukan kamu yang menjadi suaminya, tapi aku!” Aku menekan d**a kiri Rayan hingga membuat bahunya bergerak-gerak mundur. Secara fisik, tubuhku dan Rayan kurang lebihnya sama. Tinggi badan kami sama tapi memang Rayan lebih tegap dan kekar karena tertempa kondisi lapangan, wajah kami juga mirip. Yang membedakan, kulit Rayan lebih gelap karena aktivitasnya lebih banyak di luar ruangan dibanding aku yang seringnya di dalam r