Tidak ada kamar mandi luas dengan lantai keramik atau semen di tempat ini. Tidak ada ember maupun kran yang biasa kita temui di kamar mandi. Tidak ada sabun, tidak ada shampoo dan tidak ada facial foam untuk membersihkan diri.
"Membersihkan badan apanya. Gimana aku bisa mandi dengan cara seperti ini?" gumam Mirabell. Ini pertama kalinya dia jauh dari rumah dan harus terbiasa dengan fasilitas seperti ini. Mirabell lelah. Meski hanya ada batu yang seperti di pahat dan diisi dengan air, Mirabell segera membasuh mukanya. Badannya benar-benar lengket. Dia mengganti pakaiannya dan segera keluar.
"Cepat sekali, kau tidak mandi?" tegur Steve yang tengah mengelap busurnya tampak memperhatikan Mirabell.
"Gimana aku bisa mandi, kau tidak punya sabun, atau sikat gigi," Mirabell mendengus.
"Sabun? Sikat gigi?"
Mirabell menghela napasnya. Orang-orang di sini benar-benar gagap teknologi. Apa itu handphone saja tidak tahu, mereka pasti tidak tahu apa itu sabun dan sikat gigi.
"Sesuatu untuk membersihkan badanmu," gumam Mirabell mencoba menjelaskan pada Steve. Lelaki itu tampak mengangguk, sepertinya dia paham dengan ucapan Mirabell.
"Apa kau tidak melihat daun berbentuk bulat yang tumbuh di sekitar dinding kamar mandi?" tanya Steve. Mirabell sempat memperhatikan ada tumbuhan rambat yang menjalar di dinding kamar mandi dengan daun berbentuk bulat.
"Maksudmu tanaman yang menempel di dinding kamar mandi?" Steve mengangguk. "Kau bisa membersihkan badanmu dengan itu," terangnya.
"Maksudmu aku harus menggosok badanku dengan daun? Hell no!" tolak Mirabell mentah-mentah. Zaman sekarang siapa yang membersihkan badan dengan menempelkan daun? Hello!
"Daun Dirima itu wangi. Wanginya melebihi tujuh bunga yang ada di Quantrum Tetranum. Dia adalah daun yang bisa membersihkan badanmu dan memiliki aroma wangi. Para wanita di sini suka memakainya." Gumam Steve.
"Kau sedang mengarang cerita ya? Mana mungkin daun itu wangi. Dari bentuknya saja terlihat tidak meyakinkan," sanggah Mirabell.
"Coba saja kau petik beberapa lalu kau gosokkan di badanmu dan tambahkan air. Pukul aku jika daun itu tidak wangi," gumam Steve.
"Kurang kerjaan, " Dengus Mirabell, " Wait, tadi kau bilang para wanita di sini menyukainya? Apa maksudmu dengan para wanita? Aku tidak melihat siapapun di daerah ini bahkan di hutan tadi?" tanya Mirabell.
"Kau perlu mantra untuk melihatnya. Tadi mereka ada di sana. Mereka mencoba menolongmu tapi tak bisa. Kau hanya tidak dapat melihatnya saja," tukas Steve.
"Omong kosong macam apa ini! Jangan bilang kalau mereka itu hantu," Mirabell bergidik ngeri.
"Tentu saja bukan," jawab Steve yang membuat Mirabell dapat bernapas lega. Mirabell tidak bisa membayangkan jika di hutan tadi dia di kelilingi hantu seperti kata Steve. Itu menyeramkan.
"Besok kau sudah bisa melihatnya," gumam Steve.
Lelaki itu tampak mengamati penampilan Mirabell, gaun itu cocok untuk Mirabell. Sebuah gaun berenda yang membuatnya mengingat seseorang yang dia sayangi. Seseorang yang berkorban banyak untuk Quantrum Tetranum. Entah kenapa gaun ini kenapa pas di tubuh mungil Mirabell. Dia cantik, namun sayang dia sedikit galak, batin Steve.
"Jangan memandangku seperti itu," gumam Mirabell. Steve mengalihkan pandangannya. Sial, dia tertangkap basah.
Steve salah tingkah, “Aku sedang melihat gaunmu bukan dirimu,” sanggah Steve. Dia berharap bahwa Mirabell tidak akan curiga. Mirabell hanya mengangguk-angguk kecil, beruntung gadis itu tidak akan bertanya lagi.
Steve berjalan mendekati Mirabell, Mirabell mengambil pertahanan mundur. “Jangan macam-macam kamu,” gumam Mirabell dengan perasaan takut. Setiap kali Steve mendekat, alarm tanda bahaya menyala di kepalanya. Dia harus segera menjauh dari lelaki itu. Steve tampak cuek dan tetap berjalan ke arah Mirabell.
“Jangan ke sini, atau aku akan teriak,” gumam Mirabell. Mirabell tampak memundurkan langkahnya. Tubuhnya menegang. Steve menarik tangan Mirabell dengan pelan dan lembut,”Apa kau tidak lapar?” tanya Steve yang membuat Mriabell kembali ke dunia nyata.
“Hah apa?”
“Kau terlalu berpikiran negatif denganku, aku hanya ingin ke dapur dan membuatkan makanan untukmu,” gumam Steve menggeser tubuh gadis itu pelan. Lelaki itu berjalan ke arah dapur. Tangannya dengan terampil mengambil pisau. Dia mengambil kentang di keranjang rotan. Tidak ada kompor di rumah ini.
Mirabell tampak memperhatikan Steve memasak, Dia penasaran bagaimana lelaki itu akan memasak. Gadis itu tampak serius mengamati setiap gerakan Steve dan mencatat di kepalanya.
“Kau bisa jatuh cinta padaku jika terus memandangiku seperti itu,” gumam Steve.
“Kau terlalu pecaya diri,” Mirabell mulai terbiasa dengan cara bicara Steve dengan menggunakan aku dan kau bukannya dengan aku dan kamu.
“Duduklah di sana, kau bisa pegal jika terus berdiri,” gumam Steve. Mirabell menggeleng. Dia lebih memilih berada di belakang Steve dan mengamatinya yang sedang menyiapkan masakan. Persis seperti seorang istri yang sedang mengamati suaminya memasak. Apa? Mengamati suaminya memasak? Lupakan itu. Mirabell baru berusia tujuh belas tahun dan dia tidak ada keinginan untuk menikah muda.
“Kau memikirkan apa?” Tanya Steve. Entah kenapa lelaki ini seperti cenayang, dia bahkan seperti bisa membaca pikiran Mirabell. A pa jangan-jangan dia memang seorang cenayang,” seketika Mirabell merinding.
“Berhenti memirkan hal aneh-aneh, aku tidak bisa berkonsentrasi memasak,” gumam Steve.
“Masak aja pakai konsentrasi, Lebay banget,” cibir Mirabell. “Lagian bagaimnana kau bisa memasak. Kau kan tidak punya api maupun kompor,” komentar Mirabell.
“Aku tidak butuh api maupun apa? Eng, kompo … ompo?”
“Kompor,” ralat Mirabell.
“Ah iya itu,” gumam Steve. “Kami memasak pakai batu,” gumam Steve yang berjalan ke arah MIrabell. Lelaki itu menyeret kursi dari meja makan dan meletakkannya di samping MIrabell, “Kakimu bisa pegal jika terus berdiri, duduklah,” gumam Steve lembut.
Deg! Perhatian sekali.
“Makasih,” cicit Mriabell.
“Aku tidak memasak dengan menggunakan api maupun kayu bakar, tapi dengan batu,” Steve menjawab petanyaan MIrabell yang belum terjawab. Mirabell mengerutkan keningnya. Dia mengamati Steve yang sedang berjalan lalu depan meja yang terbuat dari batu yang berlubang. Lelaki itu mengambil sebuah besi yang seperti sekop, Dia mengambi sesuatu dari meja batu yang lainnya. Lalu mengambil batu dengan besi di tangannya.
“Ini namanya Werrium, sebuah batu yang bisa menghasilkan panas dan digunakan untuk memasak,” Jelas Steve.
“Kok bisa?” Gumam Mirabell penasaran. Sepertinya gadis itu tidak takut lagi dengan Steve.
“Tentu saja bisa, kau hanya harus meletakkan ini lalu mulai memasak,” Steve meletakkan sebuah lempengan lalu mengambil sebuah kayu yang sudah dibentuk. Dia mengambil botol yang berisi cairan kental seperti minyak dan menuangkannya sedikit.
“Kau yakin masakanmu bisa matang?” Tanya Mirabell tak percaya.
“Kau bisa mencicipinya sendiri nanti kalau sudah matang. “ Tukas Steve tak ingin banyak bicara. Mirabell awalnya skeptis, mana mungkin Steve bisa memasak dengan batu. Namun kini dia mencium aroma harum dari tumisan Steve.
“Gosh, kok bisa?” Jeritnya tak percaya. Negeri ini benar-benar negeri ajaib.