Stone Cold, Reynald

1157 Words
"Kenapa aku harus tinggal denganmu?" Tanya Mirabell tak terima. Demi apapun tinggal seatap dengan seorang lelaki itu bukan pilihan yang terbaik. Terlebih lelaki itu adalah Steve. Mirabell pernah mendengar bahwa laki-laki itu sepertp harimau yang siap memangsa siapa saja jadi dia harus berhati-hati. "Apa kau punya pilihan lain?" gumam Steve dengan enteng. Ini tidak masuk akal. Kenapa Mirabell harus tinggal dengannya. Padahal di Quantrum Tetranum ada banyak perempuan. Setidaknya biarkan dia tinggal di rumah seorang perempuan. Bukan tinggal bedua dengan Steve. "Tidak. Tapi tetap saja. Tidak etis tinggal berdua sebelum nikah," tolak Mirabell. "Apa kau ingin aku menikahimu? Kalau iya baiklah ayo kita menikah," Steve menjawab dengan enteng seolah tak punya beban saat mengatakannya. Dug! Tulang kering Steve langsung jadi sasaran tendangan Mirabell. Lelaki itu meringis kesakitan. "Kenapa kau menendangku?" Steve menggigit bibirnya menahan sakit di kakinya. Meski bertubuh kecil tapi tendangan Mirabell tidak main-main.  "Makanya kalau ngomong dipikir dulu napa," ujar Mirabell. "Lebih baik aku tinggal sama perempuan di sekitar sini aja," ujar Mirabell tak mau tahu. "Tidak ada perempuan yang tinggal sendiri di Quantrum Tetranum," gumam Steve. "Maksudnya?" "Semua tinggal dengan keluarganya atau dengan penjaga sama seperti aku sama kamu, tanpa menikah terlebih dahulu," Jelas Steve. "Ini benar-benar tidak masuk akal," gumam Mirabell membuat niatnya untuk segera kabur dari tempat ini semakin kuat. Steve memasukkan anak panah ke dalam wadah bambu dan mengikatnya ke tubuhnya. Lelaki itu membetulkan sepatunya yang terlihat lawas dan juga berdebu. "Aku tidak akan pernah menyakitimu. Karena kamu tanggung jawabku, Mirabell," gumam Steve. Mirabell tidak mau mempercayai Steve begitu saja. Steve pasti punya niat lain. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Pasti Steve punya maksud tersembunyi. "Katakan saja sebenarnya apa niatmu, Steve. Kau butuh uang berapa nanti biar papaku yang bayar. Please aku ingin pulang," ujar Mirabell dengan tatapan memohon. Steve menggeleng. Semuanya tidak semudah itu. Steve akan tetap menahan Mirabell. Ini demi kebaikan perempuan itu. "Mirabell mengertilah. Aku melakukan ini bukan untuk diriku tapi untukmu. Ini yang terbaik. Tolong jangan lakukan apa-apa. Tetaplah tinggal di sini hingga tiga puluh hari dan jangan lakukan apapun. Tetaplah di sampingku," lelaki itu menatap lurus ke arah Mirabell berusaha meyakinkan gadis itu. "Kenapa harus tiga puluh hari?" Steve mengerang frustrasi. Harusnya Steve tahu bahwa tugasnya menjaga Mirabell tidak akan mudah tapi dia tidak menyangka ternyata sesulit ini. Mirabell banyak sekali bertanya dan tidak akan berhenti sebelum pertanyaannya dijawab. "Demi kebaikanmu aku tidak akan menjawab." Gumam Steve. Ceklek! Pintu rumah terbuka dan Reynald muncul dari balik pintu. Lelaki itu berpakaian santai dengan baju lengan pendek dan celana bahan yang jahitannya tak teratur. "Kau sudah mau berangkat?" tanya Reynald. Steve mengangguk. Dia sengaja meminta bantuan Reynald malam ini. Karena dia harus berjaga malam. Jadi Reynald harus menjaga Mirabell malam ini. "Makasi sudah mau datang," gumam Steve. Reynald mengangguk tak antusias. Mirabell menatap Reynald dengan tatapan penuh tanya. Sejak datang ke Quantrum Tetranum pandangan Reynald seperti membenci dirinya padahal baru pertama kali bertemu. Reynald juga tampak dingin dan benci kepada siapapun. Dia tak banyak bicara tapi tatapannya menyeramkan. "Malam ini Reynald akan menjagamu. Tidurlah dengan nyenyak." gumam Steve sebelum meninggalkan ruangan. "Aku gak mau! Lebih baik aku di rumah sendiri!" Teriak Mirabell. "Kau ini keras kepala," gumam Steve menahan emosinya.  "Aku pulang saja sepertinya dia tak mau aku jaga," ujar Reynald tak peduli. Steve mencekal tangan Reynald. "Aku janji dia tidak akan merepotkanmu. Kamu cukup jaga dia semalam. Tolong, Reynald," Steve berjanji. Reynald mengurungkan niatnya. Steve berjalan ke arah Mirabell. Gadis itu memandang ke arah Steve langkahnya begitu menakutkan. Mirabell berjalan mundur. Namun sial langkahnya terhalang Barami. Steve mengambil anak panah di belakang punggungnya. Lalu membuat garis setengah lingkaran. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Mirabell. "Membuat pelindung untukmu," gumam Steve. Mirabell tak berani bertanya lagi karena Steve terlihat menakutkan. Dia seperti merapal mantra lalu menyentuh garis di sekitar Mirabell. "Dengarkan aku Mirabell, apapun yang terjadi jangan keluar dari garis ini. Kau mengerti." tegas Steve. Mirabell mengangguk kaku. Steve berjalan ke arah Reynald "Titip dia ya," gumam Steve. Reynald tampak mengangguk. Dari tempatnya berdiri Mirabell bisa menangkap seringaian di wajah Reynald. Steve berjalan keluar. Lelaki itu menutup pintu dengan pelan. Kini hanya ada Reynald dan Mirabell. Hawa dingin terasa diantara mereka. Edmund, Bernald dan Felix bersikap baik pada Mirabell kecuali Reynald yang terus bersikap dingin. Tampangnya selalu ditekuk seperti seseorang yang tidak bersahabat. Mirabell duduk di Barami dengan perasaan was - was. Sesekali dia melirik Reynald dengan perasaan was-was. Lelaki ini misterius. Dia hanya suka tidur dan tak banyak bicara. Mirabell berpura-pura mengambil buku dan membacanya. Dia tak tahu bagaimana harus membunuh kecanggungan ini. Reynald sepertinya juga tidak ada niat untuk bicara padanya. "Jangan memandangiku seperti itu, kau tiba-tiba membuatku jijik," gumam Reynald. Lelaki itu membuka matanya. Mirabell tergagap. Sial, dia tertangkap basah. Namun dia mencoba bersikap biasa karena dia tak mau membuat Reynald marah. Bukan Mirabell namanya jika tidak berani membalas tatapan Reynald, "Kau niat tidak sih jagain aku. Masa tukang jaga kerjaannya tidur. Yang namanya ngeronda mah melek bukan tidur," ujar Mirabell. Lelaki itu mengubah posisinya dan menatap Mirabell tak suka, "Asal kau tahu, aku sebenarnya malas sekali berada di sini apalagi terjebak denganmu. Kau menyebalkan," gumam Reynald. "Kalau kamu ga suka di sini ya udah pergi sono. Kan ga ada yang nyuruh situ buat di sini terus," Mirabell ngedumel dengan suara pelan, namun Reynald masih bisa mendengarnya. "Kau ini tidak tahu berterima kasih," ujar Reynald dengan tatapan dingin. Mirabell melipat kedua tangannya di depan d**a. Sepertinya ini semua harus diluruskan. Mirabell tak mengerti kenapa lelaki ini sepertinya sangat membencinya dia bahkan tak mau menatap wajahnya. "Bentar deh kayaknya kita perlu ngomong, aku ada salah apa sih sama kamu. Kok kayaknya kamu ga suka banget sama aku. Kita baru beberapa kali bertemu, apa aku bikin salah sama kamu?" kata Mirabell berusaha bicara baik-baik. Reynald tampak menatapnya sekilas. Pandangannya tak berubah tetap dingin dan menyebalkan. "Aku hanya tak suka denganmu. Apa ifu butuh alasan, apa aku harus menyukai orang yang nantinya bakal membuat masalah di sini?" dengus Reynald. "Apa maksudnya? Aku tidak melakukan apa-apa. Kau ini menyebalkan," gumam Mirabell tak terima. "Kau juga menyebalkan. Kalau bukan karena Steve yang memintaku menjagamu aku malas," ujar Reynald terang-terangan. "Ya udah sana pergi! Kalau ga ikhlas pergi sana. Aku juga berani di rumah sendiri," ujar Mirabell dengan emosi. Reynald pun tak kalah emosi. "Kamu akan menyesal kalau aku pergi dari sini," Reynald masih mencoba meredam emosinya. "Ngapain nyesel, kalau mau pergi, pergi aja dah," usir Mirabell. Merasa tidak dihargai, Reynald berdiri dan mengambil busur dan panah miliknya. Lelaki itu berjalan menuju pintu dengan emosi, "Kau pasti akan menyesalinya, Mirabell," gumam Reynald sekali lagi "Serah deh , sana pergi!" usir Mirabell lagi "Kau ini benar-benar," Reynald sudah benar-benar emosi dia lebih memilih keluar dari rumah. Lelaki itu bahkan tidak mengunci pintu. "Persetan dengannya Steve. Jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa dengannya," gumam Reynald. Lelaki itu berjalan memasuki hutan. Lebih baik dia ikut berpatroli saja.Mirabell tidak tahu bahwa malam itu akan jadi malam yang panjang dan mencekam. Sebuah mimpi buruk menantinya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD