Nightmare

1140 Words
Orion berjalan memasuki rumah dengan langkah gontai. Sudah hampir seharian dia berkeliling mencari informasi tentang Mirabell namun nihil. Rasa lelah mendera sekujur tubuhnya. Di mana lagi dia harus mencari Mirabell? Tak ada petunjuk satu pun. Mirabell benar-benar menghilang begitu saja. Ratusan kali Orion mencoba menelepon Mirabell namun tak ada jawaban. “Berhenti bersikap romantis di depan Orion, itu menjijikan.” Langkah Orion terhenti di depan kamar orang tuanya. Rumah begitu sepi. Orion bahkan malas menyalakan lampu dan masuk ke rumah begitu saja. “Sikapmu yang kaku bisa membuatnya curiga,” gumam seseorang yang Orion hafal betul bahwa dia adalah Carlos. “Tapi kau tidak usah memegangku dan mencari kesempatan,” protes Ana. Orion memicingkan matanya, Sebenarnya apa yang mereka bicarakan? Kenapa orang tuanya berbicara hal aneh. Mereka bahkan seperti asing di mata Orion sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa mereka menyembunyikan sesuatu dari Orion? "Dari awal sudah kubilang lebih baik kita bunuh Orion dan Mirabell saja. Ini akan lebih mudah. Kenapa kita harus neesisah payah seperti ini. Anak itu bodoh sekali. Bisa-bisanya tak menyadarinya," tukas Ana. Orion menutup mulutnya. Meski tidak tahu apa yang mereka bicarakan Orion tahu bahwa posisinya dalam bahaya. Dia harus segera kabur. Lelaki itu mengambil langkah pelan untuk berjalan keluar. Prang! Tanpa sengaja Orion memecahkan vas membuat Ana dan Carlos mengetahui bahwa ada seseorang yang sedang menguping pembicaraan mereka. Orion membeku. Dia ketahuan. Lelaki itu langsung berlari ke depan.  Klik! Lampu seluruh rumah menyala. Orion berdiri di depan pintu dengan perasaan was-was. Mereka pasti tahu bahwa Orion menguping pembicaraan yang tidak seharusnya Orion dengar. Di saat itu juga Orion sadar bahwa keduanya bukan orang tuanya. Orang tuanya tida mungkin berniat membunuhnya seperti itu. Mereka sangat menyayangi Orion dan Mirabell. "Mau ke mana, Sayang?" gumam Ana dengan seringaian menakutkan. Orion berjalan mundur. Langkahnya menabrak pintu. Lelaki itu berusaha untuk menyembunyikan kegugupannya meski tangannya gemetar.  "Kalian siapa? Kenapa bisa ada di sini! Dimana mama dan papaku!" teriak Orion. Harusnya dari awal dia menyadari keanehan pada mereka berdua. Orion tidak percaya bahwa kedua orang ini bukan orang tuanya. Bahkan wajah mereka berdua mirip. Namun bagaimana bisa mereka  ingin membunuh Orion. "Sebuah pertanyaan yang bagus. Tapi kami malas menjawabnya, Aku rasa kau benar Ana, lebih baik kita membunuhnya saja," tukas Carlos. Orion merutuki dirinya. Harusnya dulu pas papanya meminta dia berlatih bela diri dia menyetujuinya. Namun Orion justru menolaknya dengan alasan malas karena itu melelahkan. Kini di situasi seperti ini dia tidak tahu bagaimana menyelamatkan diri. Tamat sudah riwayat Orion. Apakah hari ini benar-benar kematiannya. Dia bahkan belum sempat mengatakannya sesuatu pada Mirabell. Tubuh Orion bergetar dengan sisa tenaga terakhirnya dia bergumam, "Selamat ulang tahun, Mirabell," gumam Orion. *** Mirabell memandang foto di hapenya. Baterainya hanya tersisa 30%. Tidak ada listrik di sini. Hanya ada lilin sebagai penerang dan anehnya lilin di sini beraroma harum namun tidak pernah meleleh. Mirabell mengusap Wallpaper di layarnya dengan perasaan campur aduk. Baru beberapa hari di sini rasanya sudah bertahun-tahun. Dia tak tahu harus bagaimana. Steve dan teman-temannya tidak akan membiarkan Mirabell kabur dari tempat ini. Mirabell juga bisa melihat bahwa hutan di tempat ini cukup menyeramkan. Mirabell tidak ingin tersesat lagi. "Kak, kangen," gumamnya mengusap foto sesekali di Wallpapernya. Dia adalah Orion. Awalnya dia tidak mau memasang Wallpaper ini. Tapi Orion mengancam akan melaporkan pada mama papanya kalau Mirabell pernag menonton drama korea yang ada adegan ciumannya. Karena itu Mirabell terpaksa membiarkan Wallpapernya dengan foto Orion dan dirinya. Ternyata ada gunanya juga bisa dipandangi  kalau sedang kangen. Brak! Mirabell tanpa sengaja menjatuhkan hapenya. Firasatnya mendadak tidak enak. Dia tiba-tiba teringat pada Orion. Gadis itu mendadak panik. Air mata meluncur begitu saja dari matanya. Entah perasaan rindu atau apa yang jelas Mirabell ingin pulang. Mirabell memungut hapenya dan menyalakan mode pesawat. Dia harus bisa menghemat baterainya. Mirabell menyimpan hapenya di samping bantal, gadis itu berjalan menuju dapur. Perutnya lapar setelah berdebat dengan Reynald. Lelaki itu benar-benar menyebalkan. Setiap kali berada di dekatnya Mirabell merasa sangat canggung. Terlebih tatapan Reyald terlihat sangat membencinya. “Perasaan aku gak pernah bikin salah deh sama dia, kok dia bisa benci banget sih sama aku,” gumam Mirabell seorang diri. Gadis itu kini tengah duduk di meja makan dan memikirkan perdebatannya dengan Reynald. Sebenarnya Mirabell merasa bersalah, kalau dipikir lagi Mirabell yang memancing emosi Reynald terlebih dahulu. “Bayangin deh kalau kalian jadi aku, pasti kesel juga sama dia kan? Tatapannya itu loh kayak aku pernah bikin salah sama dia. Kan bikin aku gak nyaman,” gumam Mirabell bermonolog lagi. Semakin dia memikirkan apa salahnya  sama Reynald, semakin dia tak menemukan jawabannya, “Ah entahlah, mungkin memang bawaan lahir dia kek gitu,” kata Mirabell enggan memikirkan tentang Reynald. Gadis itu membuka penutup makanan, ada beberapa makanan di atas meja. Meski masih terasa asing tapi Steve benar-benar seperti penjaga baginya. Dia bahkan memasak untuknya dan tak membiarkan dirinya menyentuh kompor, sebut saja tungku itu kompor, karena Mirabell tidak tahu bagaimana harus menamai tungku dengan batu abadi di dalamnya itu. Udara di Quantrum Tetranum sedikit dingin malam ini. Mendadak Mirabell ingin minum sesuatu yang hangat. Mirabell ingat minuman sepeti teh yang pernah Bernald berikan padanya. Lelaki itu bilang bahwa Reynald memilikinya. Mriabell mencari di lemari bawah dapur, namun dia tak menemukannya. Gadis itu mencari di sekitar tempat piring namun dia tak juga menemukannya. “Ah, padahal aku ingin sekali minum teh,” gumam Mirabell dengan nada sedih. Ketika hampir menyerah mencari keberadaan teh tersebut, matanya menangkap sebuah botol kaca dengan biji-bijian yang persis seperti minuman yang diberikan Bernald. “Asyik! Akhirnya aku nemu juga,” gumam Mirabell senang. Gadi itu segera menaruh mangkuk besar dan mengisinya dengan air. Steve bilang jika Mirabell ingin memasak dia tinggal menaruh wadah di atas kompor dan menunggunya. Mirabell mengambil gelas yang terbuat dari bambu, seminggu di sini sepertinya membuat gadis itu menjadi terbiasa dengan tata letak dan barang-barang di rumah ini. Awalnya dia ngotot pindah, namun semua penduduk di sini tinggal bersama penjaganya sama yang seperti Steve bilang. Akhirnya Miabell menerima keputusan Steve untuk tinggal bersamanya. Meski dia masih tidak terima. Mirabell mengangkat wadah airnya dengan kain yang ada di dapur. Gadis itu menuangkan air panas ke dalam gelas bambunya lalu memasukkan bola gula kecil ke dalamnya. Gula di sini berbeda dengan gula pasir yang biasa Mirabell pakai untuk membuat teh. Bentuknya bulat kecil berwarna hitam. Namun rasanya manis sekali. Bernald yang memberitahu banyak hal. Dia sering main ke sini dan mengajarkan Mirabell cara memasak dan membuat kue. “Makan … Makan…” Sebuah suara tiba-tiba saja membuat bulu kuduk Mirabell berdiri. Gadis itu menoleh, pegangan pada gelasnya terlepas. Seseorang berdiri di hadapan Mirabell dengan wajah menyeramkan. Darah menempel di sekitar tangannya. Rambutnya yang menjulur menutupi matanya. Juga bau amis yang membuat Mirabell mual. “AAAAAAA!” Refleks Mirabell berteriak. Gadis itu salah. Harusnya dia tidak mengusir Reynald, Steve benar dia memang butuh penjaga. Mirabell tidak tahu bahwa awal mimpi buruknya baru saja dimulai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD