Stolen Kiss

1172 Words
Siapapun pasti akan berpikiran negatif jika terjebak di tengah hutan, sendirian di tengah hari yang mulai gelap ini. Mirabell tidak dapat berpikir ketika seseorang menyentuh pundaknya, dia ingin menangis dan menjerit dalam satu waktu. Dia ingin kabur secepat mungkin namun kakinya lemas. Otaknya mulai memikirkan berbagai kemungkinan, kemungkinan terburuk tentang siapa yang sedang menyentuh pundaknya sekarang. Bisa jadi itu hantu, penjahat atau seseorang yang berniat buruk padanya. Mirabell tidak ingin menoleh. Namun dia begitu penasaran dengan pemilik suara baritone di belakangnya. “Sedang apa kamu di sini?” Dia bertanya lagi. Mirabell mengambil kuda-kuda. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya. Dia mengumpulkan segala tenaganya yang tersisa. Otaknya menyusun rencana. Begitu berbalik dia akan langsung memukul lelaki itu dengan membabi buta. Setelah membulatkan tekadnya Mirabell dengan cepat berbalik. Bugh! Bugh! Bugh! Pukulan cepat langsung dia lancarkan dari tangan mungilnya. Tangannya menghantam d**a bidang lelaki itu. “Kau ini apa-apaan,” gumam lelaki itu yang tak siap dengan pukulan Mirabell, bukan merintih kesakitan, nemun dia kaget karena gadis itu tiba-tiba saja memukulnya. “Pergi kamu hantu jahat. Jangan ganggu aku. Pergi!” Teriak Mirabell seperti seseorang yang sedang kesetanan. Lelaki itu tampak kewalahan, meski Mirabell berbadan lebih kecil darinya, tapi pukulannya begitu kuat. “Hey, hey tenang,  kau bisa tenang tidak, aku bukan hantu,”gumam lelaki itu. Mirabell tak berhenti dan terus memukulinya dengan sekuat tenaganya. Menyadari dia bisa memukul lelaki itu, jelas bahwa dia bukan hantu, namun otak Mirabell tidak dapat berpikir. Wangi aroma peppermint menusuk indera penciuman MIrabell, sebuah aroma yang familiar di indera penciumannya. “Hei tenanglah, aku tidak akan  menyakitimu,” gumam lelaki itu. Mirabell tidak percaya, dia masih saja memukul lelaki itu meski dia tahu bahwa lelaki itu bukan hantu. Lelaki itu mencekal tangan Mirabell, Mirabell terus saja memukulinya, membuat dirinya kesulitan bicara dengannya. “Pergi kamu, jangan ganggu aku,” bentak Mirabell, “Lepaskan tanganku, aku mau pulang, lepasin atau aku akan teriak.” Kedua tangan Mirabell dicekal oleh lelaki itu, membuatnya kesulitan untuk bergerak. “Aku tidak akan berbuat jahat padamu, aku harap kamu tenang dulu,” gumam lelaki itu. Mirabell membuka matanya pelan –pelan. Dari tadi Mirabell membayangkan bahwa dia akan berhadapan dengan seseorang tinggi, besar, brewokan, ata hantu tanpa kepala yang menyeramkan, dan segala bayangan itu buyar. Bukan hantu yang Mirabell temui, bukan pula preman maupun orang jahat yang MIrabell lihat, melainkan seorang  dengan wajah tampan  yang tengah memandanginya, tatapannya lembut, hidungnya mancung di belakang tubuhnya dia menggendong beberapa anak panah yang dia masukkan ke dalam wadah bambu. Hutan ini aneh, tempat ini sangat aneh belum genap sehari Mirabell ada di tempat ini, namun dia sudah bertemu dengan lima lelaki tampan. Apa hutan ini tempat bersembunyi para lelaki tampan agar tidak dikejar para gadis. Mirabell tampak mengamati penampilan lelaki di hadapannya ini. Pujian demi pujian memenuhi batinnya. “Apa aku begitu tampan hingga membuatmu terpesona seperti itu?”  Gumam lelaki itu penuh percaya diri. Sial, Mirabell malu sekali karena lelaki ini memergokinya yang sedang mengagumi ketampanannya. “Kau terlalu percaya diri,” gumam Mirabell. “Lalu kenapa kau memandangiku seperti itu? Kau seperti ingin menerkamku.” “Siapa juga yang sedang memandangimu. Salah siapa kau berdiri di hadapanku, jika kau tidak ingin aku memandangmu, sebaiknya kau pergi dari hadapanku,” bentak Mirabell. “Kau galak sekali Nona Mirabell,” gumam lelaki itu. Mirabell memandangnya masih dengan perasaan takut. “Aku Steve Julius, kau tidak perlu takut, aku tidak akan menyakitimu.” Gumam Steve. Jika dipandang dari dekat, Steve adalah satu-satunya manusia normal seperti dirinya yang dia temui hari ini. Bukan berarti Felix, Edmund, Bernald dan Reynald tidak normal, namun mereka memiliki warna rambut dan mata yang sama, sementara Steve Anderson memiliki mata hitam dan  rambut hitam, seperti kebanyakan orang yang pernah Mirabell temui.             “Aku tidak berminat berkenalan denganmu. Lepaskan tanganmu, ini namanya pelecehan, kau tidak boleh memegang tangan orang sembarangan,” ujar Mirabell kesal.  Steve memandang kedua tangannya, tanpa sadar dia menggenggam kedua tangan Mirabell. Steve melepaskan salah satu pegangan tangannya. Sementara itu dia masih menggenggam tangan Mirabell yang satunya. “Kok, cuma satu, lepaskan semuanya,” gumam MIrabell. “Jika aku melepaskanmu, kamu pasti akan kabur sekarang,” gumam Steve. Tebakan Steve benar. Mirabell bahkan sudah mengambil ancang-ancang sekarang. Dia memang mau kabur dari Steve begitu lelaki ini melepaskan tangannya. “Aku kabur atau tidak itu bukan urusanmu, kau tidak ada hak untuk menahanku,” bentak Mirabell. Gadis itu begitu keras kepala. “Aku tetap tidak akan melepaskannya dan aku tidak akan membiarkanmu kabur, Mirabell. Ini semua demi keselamatanmu dan sekarang ayo kita pulang,” Steve menarik tangan Mirabell perlahan, namun Mirabell memberontak. “Pulang? Apa yang kau maksud dengan pulang? Rumahku bukan di sini. Lepasin aku, aku bisa pulang sendiri,” MIrabell berusaha melepaskan genggaman tangan  Steve, Namun tenaganya tidak cukup untuk lepas dari cengkeraman Steve. “Kau ini keras kepala sekali. Mirabell, di sini berbahaya, ikutlah denganku,” gumam Steve dengan suara lembut. Menghadapi Mirabell yang keras kepala tidak bisa dia hadapi dengan kekerasan, dia harus menahan emosinya. “Aku tidak kenal denganmu, kenapa aku harus ikut denganmu?” Tolak Mirabell. Kesabaran Steve sudah habis. Dari tadi Steve sudah mencoba bicara baik-baik dengan Mirabell. Namun gadis itu terus saja menolaknya, bahkan dia mendapat pukulan dari tangan kecilnya. “Jangan keras kepala, ini demi kebaikanmu,” gumam Steve. “Aku tidak akan ikut denganmu. Aku mau pulang, sekarang lepaskan tanganku,” ujar Mirabell. “Tidak akan,” tolak Steve mentah-mentah. “Lebih baik kau menurut saja atau aku terpaksa memaksamu untuk pulang,” gumam Steve. “Aku tidak mau dipaksa dan aku tidak mau pergi denganmu, dasar kurang ajar,” tukas Mirabell. “Kau benar-benar membuatku marah. Kau … AW! Sakit MIrabell!” Belum sempat Steve meneruskan ucapannya, dia terlebih dahulu mendapatkan gigitan di tangannya siapa lagi kalau bukan Mirabell pelakunya. Refleks Steve melepaskan pegangan tangannya. Gadis itu segera berlari dari Steve. “Kau benar-benar keras kepala, jangan salahkan aku jika aku melakukan ini,” geram Steve. Dengan langkah penuh dia mengejar Mirabell. Gadis itu tampak terseok-seok dan kesulitan berlari karena gaunnya. “Mirabell, berhenti,” teriak Steve. Mirabell menghiraukan panggilan Steve, Gadis itu tetap tidak mendengarkan panggilan Steve. Dia berlari semakin kencang, namun langkahnya tersandung semak-semak. Tubuhnya limbung dan hambir terjatuh. Tepat sebelum Mirabell tersungkur ke tanah, seseorang menarik tangannya, begitu kuat. Steve tengah memegang tangan Mirabell. Antara kaget dan bingung Mirabell tidak bisa berpikir apapun. Terlebih saat Steve meraih tengkuknya dengan cepat, mengikis jarak diantara mereka dan berakhir dengan menempelkan bibirnya ke bibir Mirabell. Lelaki itu menciumnya kasar. Mirabell shock. Gadis itu berusaha mendorong Steve, namun lelaki itu melingkarkan tangannya di pinggang Mirabell dengan erat, dia tidak bisa bergerak. Ketika napasnya hampir habis Steve melepaskan ciumannya, Lelaki itu mengusap ujung bibir Mirabell dengan jarinya. “Jika kau memberontak lagi, aku tidak akan segan-segan melakukan yang lebih dari ini,” gumam Steve. Mirabell membeku. Tatapan hangat lelaki itu menghilang berganti dengan tatapan yang penuh ancaman. “Ikut aku” Steve menarik tangan Mirabell. Mirabell tak berani memberontak lagi. Gadis itu mengikuti langkah Steve tanpa berani mengucapkan satu kata pun.                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD