Kekesalan Mirabell

1860 Words
Mirabell pulang dengan wajah ditekuk, dia benar-benar kesal hari ini. Saking kesalnya dia tidak membalas sapaan Ana, sang mama dan berjalan ke arah sofa. Gadis itu melemparkan  tasnya ke sofa dan menghempaskan tubuhnya. Menyadari anaknya yang kesal, Ana sang ibu langsung menghampiri Mirabell.             “Kok pulang sekolah wajahnya ditekuk gitu, ada masalah apa, Sayang?” Gumam sang mama dengan lembut. Mirabell tidak menjawab. Ana mendekati putrinya lalu mengelus rambutnya perlahan. Tadi pagi Mirabell berangkat dengan wajah ceria setelah papanya berjanji akan memberikan dia pesta meriah di tahun ini. Gadis itu berangkat dengan senyum merekah, bahkan dia sarapan dengan lahap pagi ini. Ana heran kenapa putrinya tiba-tiba kesal seperti ini.             “Ma, Mirabell pengen pesta ulang tahun Mirabell diadakan di Hotel Marlon,” Mirabell membuka suara . Ana terkejut.             “Bell, Mama gak salah dengar? Hotel Marlon yang di deket Mall itu?”             Mirabell mengangguk. Baru beberapa bulan lalu Mirabell merengek pada Ana dan Carlos untuk mengadakan pesta ulang tahunnya di MCD, kini Mirabell berubah pikiran. Tidak segan-segan Mirabell bahkan meminta Ana untuk mengadakan pesta ulang tahunnya di Hotel Marlon. Tentu saja Ana tidak akan semudah itu mengabulkannya.             “Mama sih terserah kamu saja mau ngadain pesta di mana, cuma papa kamu gak akan setuju,” gumam Ana. Carlos adalah seseorang yang sangat sederhana, meski dia sebenarnya sanggup menyewa Hotel Marlon untuk pesta Mirabell, namun dia tidak akan melakukannya.             “Ma, bantuin aku dong, aku gak mau kalah dari Silvi. Dia aja pesta ulang tahunnya diadain di Marlon, teman-teman juga dikasi voucher Starbucks satu juta kalau datang, ayolah, Ma bantuin bujukin papa, please,” Mirabell memasang wajah memohon.             “Jadi kamu pengen ulang tahunmu diadain di Marlon karena Silvi?”             Oups! Keceplosan. Bukan sekali dua kali Mirabell minta sesuatu pada Ana dan Carlos hanya karena Silvi. Mirabell bilang pada mereka bahwa SIlvi adalah saingannya, awalnya mereka berdua saingan peringkat umum di sekolahnya, namun persaingan itu merambat ke hal-hal lain seperti sepatu, tas dan lain sebagainya. Mirabell bahkan pernah membuka celengannya untuk membeli jam yang lebih bagus dari Silvi hanya karena dia tidak mau kalah.             “Bell, persaingan kamu dan Silvi udah ga sehat, buat apa sih kalian saingan cuma buat pamer ini itu. Mama gak pernah ngajarin kamu buat boros ya, Bell. Biarkan saja kalau Silvi merayakan pesta ulang tahunnya di Hotel Marlon, mungkin karena memang dia mampu mengadakan pesta di sana. Kamu gak perlu ikut-ikutan. Kali ini mama tidak akan bantu kamu, Bell.” Gumam sang mama. Mirabell menghembuskan napasnya kasar. Dia sudah membayangkan bahwa respon mamanya akan seperti ini. Namun Mirabell tidak mau menyerah, harga dirinya mau ditaruh mana dong!             “Tapi, Ma—“             “Kali ini mama ga bisa bantu dan mama yakin papa kamu pasti juga tidak akan setuju,” Ana beranjak dari sofa dan berjalan ke arah dapur. Mirabell berjalan di belakang Ana.             “Ma, please bantuin aku,” ujarnya penuh harap.             “No,  lebih baik kamu sekarang ganti baju, terus makan. Mama sudah masak cumi asam manis kesukaan kamu,” gumam Ana.             Pupus sudah harapan Mirabell. Sebelum pulang ke rumah dia berpikir untuk meminta bantuan mamanya agar bisa membujuk sang papa, namun dia malah keceplosan menyebut nama Silvi. Bodoh sekali Mirabell, dia merutuki kesalahannya dan berjalan dengan gontai ke arah kamarnya.             ***             Ballroom Hotel Marlon disulap bak ruangan estetik dengan lampu berwarna warm, hiasan berwarna gold  menghiasi seluruh ruangan. Pesta ulang tahun Silvi bertema Gold dan estetik kali ini. Mirabell memasuki ballroom dengan langkah malas. Dia benar-benar tidak mau hadir ke pesta ulang tahun Silvi, namun dia tidak mau jika harus menerima ledekan SIlvi karena dia tidak datang ke pesta ulang tahunnya.             Gaun berwarna gold sebatas lutut serta sepatu berwarna senada tampak cocok sekali dengan Mirabell malam ini. Tangannya menggengam kotak berisi kado untuk Silvi serta pouch berwarna keemasan yang dia beli di mall beberapa hari yang lalu.             Pesta ini bukan pesta ulang tahun anak SMA, namun seperti ajang pamer bagi teman-teman Mirabell, lihat saja mereka semua yang hadir di pesta ini mengenakan gaun rancangan desainer terkenal, bahkan ada yang langsung dipesan dari luar negeri, belum lagi perhiasan yang mereka kenakan, make up dan aksesoris yang mereka pakai. Kalau dihitung dari ujung kaki hingga kepala bisa bernilai jutaan rupiah.             Mirabell celingukan, dia berangkat sendiri karena Dela dan Vina memilih berangkat bareng pacar mereka, benar-benar tidak setia kawan! Silvi yang sedang mengobrol bersama temannya menyadari kedatangan Mirabell.             It’s show time!             Silvi tersenyum lalu menghampiri seorang cowok di dekatnya dan mengamit lengannya. Mirabell  menarik napas dalam-dalam. Dia tahu bahwa Silvi sekarang sedang menuju ke arahnya dengan cowok tampan berpostur tinggi dan bemata biru yang tengah menatap ke arahnya.             Mirabell bisa menebak Silvi menghampirinya bukan untuk menyapanya, namun untuk pamer kepada Mirabell.             “Hai, Bell, makasih udah dateng ya,” gumam Silvi. Mirabell tersenyum tipis, sebuah senyum tidak ikhlas tentu saja.             “Iya, ini buat kamu,” Mirabell menyerahkan kado yang dibawanya, Silvi menerimanya dengan wajah datar. Ngeselin banget memang!             “Oh ya, makasih ya Sayang mobil sportnya, aku suka banget, kok kamu tahu sih apa yang aku pengenin, jadi makin sayang deh sama kamu.” Bukannya berterima kasih pada Mirabell, Silvi malah berterima kasih kepada cowok di sampingnya, dia sengaja berbicara di depan Mirabell tentang hadiah yang diberikan oleh lelaki itu.             Damn!             Mirabell merasa kebanting abis. Kado yang dibawanya tidak ada apa-apanya dengan mobil sport yang diberikan oleh lelaki itu. Apalah arti Apple Watch yang diberikannya di hadapan sebuah mobil sport.             “Oh ya kenalin ini padarku, Namanya Brad,” Silvi mengenalkan pacarnya kepada Mirabell. Lelaki bermata  biru itu tersenyum ke arah Mirabell lalu mengulurkan tangannya. Sepertinya cowok ini adalah cowok yang baik, sayang sekali dia mendapatkan pacar seperti Silvi.             “Halo aku Brad, senang bisa berjumpa denganmu, Mirabell,” gumamnya dengan senyum semanis kembang gula.             “Aku Mirabell,” MIrabell menyambut uluran tangan Brad, belum sempat tangan mereka bersentuhan, Silvi menarik tangan Brad.             “Ga usah pakai acara salaman deh, nanti kamu naksir pacarku, Bell,” gumam Silvi. Lebay banget sih. Dalam hati Mirabell dia kesal setengah mati, namun dia tidak ingin marah –marah di sini dan membuat keributan             “Kamu sendiri aja, Bell? Pacar kamu mana?”             “Eng, aku—“             Bagaimana mungkin Mirabell bisa menjelaskan bahwa dia jomblo alias tidak punya pacar. Tentu Silvi akan semakin semangat mengejeknya.             “Ah lupa, kamu kan jomblo ya, Bell,”             Jleb! Seluruh sekolah juga tahu bahwa Mirabell jomblo, tapi mendengar perkataan itu dari Silvi terasa menyakitkan, apalagi Mirabell harus mengakui Silvi memang selangkah di depannya, mulai dari pesta ulang tahun hingga dia  menggandeng cowok setampan Brad sebagai pacarnya. Sungguh dunia terasa tidak adil bagi Mirabell saat ini.             “Silvi, aku tahu kamu mengundangku hanya untuk pamer ini itu, bisakah kamu berhenti? Karena ini memuakkan. Aku tidak butuh pacar jika sendiri saja aku bahagia. Maaf ya aku bukan kamu yang menggandeng pacarku cuma buat dipamerin ke orang lain. Kasihan sekali kamu, Brad, kayak barang dagangan di etalase yang dipamerkan. Makasi pestanya, aku pulang saja,” gumam Mirabell. Gadis itu berbalik. Dia bisa mendengar teriakan Silvi yang memintanya untuk makan sesuatu dulu. Lebih baik Mirabell makan di rumah saja, kenyang dia melihat kelakuan Silvi yang memuakkan.             Mirabell bertekad, lihat saja nanti pesta ulang tahunnya akan lebih meriah daripada SIlvi. Dia bersumpah akan membujuk Ana dan Carlos, mama papanya agar mengabulkan keinginannya. Biar Silvi tahu rasanya kalah dari Mirabell itu seperti apa.             ***             Sampai di rumah Mirabell berlari ke arah kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan kasar. Gadis itu menangis. Silvi benar-benar menghinanya kali ini. Ana dan Carlos yang sempat melihat Mirabell masuk ke kamarnya dengan menangis menghampiri Mirabell ke kamarnya.             “Kamu kenapa, Sayang?” Gumam Ana sambil mengusap rambut Mirabell. Mirabell tak menjawab, dadanya masih sesak dan tangisnya masih belum berhenti. Mirabell tak mampu berkata apa-apa. Ana dan Carlos saling pandang. Sebenarnya Ana sudah membicarakan keinginan Mirabell untuk mengadakan pesta ulang tahun di Hotel Marlon, seperti dugaan Ana, Carlos menolaknya. Dia tidak mau Mirabell menghamburkan uang hanya untuk pesta  ulang tahunnya.             Ana mengelus kepala putrinya hingga Mirabell merasa tenang, gadis itu masih sesenggukan ketika dia  mulati bercerita kepada orang tuanya. Ana dan Carlos mendengarkan dengan seksama. Mirabell memandang Carlos dengan tatapan berharap.             “Jangan memandang Papa seperti itu Mirabell, aku tidak akan mengabulkan keinginanmu,” gumam Carlos. Mirabell merengut.             “Pa, please  masa papa tega melihat Mirabel di permalukan seperti ini,” gumam Ana yang mulai simpati dan membela Mirabell.             “Jangan terlalu memanjakannya Ana, nanti dia menjadi pribadi yang suka menghamburkan uang,” Carlos berkata dengan tegas.             “Pa, please,” ujar Mirabell memohon. Percuma saja. Carlos tidak akan pernah mengubah keputusannya. Ini demi kebaikan Mirabell. Sebenarnya Ana juga tidak setuju dengan permintaan Mirabell.             “Engga, Mirabell,” gumam Papanya yang langsung menenggelamkan harapan Mirabell.             Mirabell memutar otaknya, dia sudah bertekad untuk membuat orang tuanya berubah pikiran. “Pokoknya papa sama mama harus buatin aku pesta ulang tahun di Hotel Marlon yang lebih meriah dari punya Silvi, harus undangin Jie sekalian, Mirabell gak mau tahu, kalau papa sama mama gak ngabulin permintaanku, aku gak mau makan.” Ancam Mirabell             Mirabell tak main-main. Dia ingin menang dari Silvi kali ini. Dia ingin menunjukkan kepada gadis itu, bahkan Mirabell pengen ulang tahunnya kali ini menghadirkan Jie, penyanyi idolanya yang sangat terkenal. Mirabell harus menang dari Silvia tidak peduli bagaimana caranya.             “Kalau gak mau makan itu urusan kamu, Mirabell, tetap saja papa tidak akan mengabulkan keinginan kamu,” gumam Carlos tak peduli. Setetes air mata meluncur begitu saja membasahi pipi Mirabell. Mirabell melirik ke arah Ana, perempuan yang melahirkannya itu menggeleng, dia tidak akan bisa membantu Mirabell. Satu-satunya cara memanglah mogok makan.  ***             MIrabell benar-benar tidak mau makan. Sudah seharian dia tak mau makan dan tak keluar kamar. Sejak kemarin dia memang tidak makan apapun. Sebenarnya Mirabell sempat menyesali keputusannya. Dia sangat lapar, tapi dia tidak akan kalah kali ini. Dia akan membuat Carlos dan Ana mengabulkan pemintaannya. Meskipun dia harus menahan diri ketika mencium wangi masakan mamanya. Perutnya sudah berbunyi beberapa kali, namun egonya tidak mau mengalah.             “Bell, ayo turun sarapan dulu,” gumam Ana di depan pintu. Mirabell menggeleng. Dia memasukkan  buku pelajaran ke dalam tas. Dia tidak tahu bagaimana harus berhadapan dengan Silvi dan teman-temannya nanti, kepala Mirabell pusing. Carlos tetap pada pendiriannya dan tidak akan mengabulkan permintaan Mirabell. Mirabell ingin sekali menelepon Orion, sang kakak dan meminta bantuannya, namun Mirabell yakin bahwa Rion tidak akan bisa membantunya. Papanya memiliki pendirian yang teguh. Carlos tidak akan mudah untuk berubah pikiran.             “Enggak Ma,” Mirabell menarik tangan mamanya dan menciumnya. Wajahnya terlihat pucat dan membuat Ana khawatir.             “Bell, makan dulu, jangan ngambek kayak gini, nanti mama akan bantu bujuk papa. Kamu makan dulu ya,” gumam Ana. Mirabell menggeleng. Dia tetap tidak mau makan sebelum Carlos bilang iya.             Mirabell berangkat sekolah dengan wajah lesu. Sebenarnya Mirabell ingin membolos sekali saja, namun hari ini dia ada ujian matematika. Pak Brian, guru matematikanya sangat galak, jadi dia tidak mau menimbulkan masalah di mata pelajarannya.             Mirabell masuk ke kelas dengan langkah lemas. Kelas lagi heboh, beberapa siswa dan siswi tengah membicarakan pesta ulang tahun Silvi sabtu kemarin. Mirabell meletakkan kepalanya di atas meja. Dela yang tengah mengobrol dengan Vina menoleh ke arah Mirabell. Namun bukannya bertanya Mirabell kenapa mereka malah meneruskan kegiatannya bergosip.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD