Permintaan Yang Terkabul

1441 Words
“Eh, gila beruntung banget ya yang dapat Ipad Pro kemarin. Gila Silvi ngasih doorprizenya gak main-main,” gumam Dela dengan wajah kagum.             “Wajar dong, Silvi kan anaknya direktur perusahaan global. Doorprizenya aja kemarin ada yang BMW. Memang benar-benar real definition of anak sultan  Silvi tuh. Udah cantik, pacarnya ganteng banget, beneran enak banget jadi Silvi,” puji Vina.             Mirabell menarik napas dalam-dalam. Dia merogoh kantung jaketnya mencari airpods miliknya. Sialan, di saat seperti ini dia malah lupa membawa Airpods.Padahal cuma Airpods yang bisa menyelamatkan Mirabell dari obrolan gak penting Dela dan Vina.             “Kamu sakit, Bell?”             “Nanya dari tadi kek, padahal kalian juga liha gue dari tadi diem aja gak punya tenaga.” Batin Mirabell.             “Gak kok, aku ngantuk,” gumam Mirabell. Gadis itu memejamkan mata. Vina dan Dela kembali sibuk dengan acara gosipnya.             Perut Mirabell benar-benar lapar. Dia benar-benar belum makan apa-apa sejak kemarin. Vina dan Dela sudah kabur ke kantin sejak bel istirahat berbunyi, di kelas hanya ada beberapa murid yang sibuk mengerjakan tugas. Mirabell mengelus perutnya yang lapar.             Batinnya bergejolak. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Dirinya benar-benar lemas. Mungkin sebaiknya Mirabell ke kantin kali ini. DIa akan mencari cara lain untuk membujuk orang tuanya. Eh, lagian kan orang tuanya gak tahu Mirabell makan atau tidak kan? Ah, bodo amat, gumam Mirabell.             Gadis itu menyeret kakinya ke kantin dengan sisa tenaga yang dia miliki. Langkah demi langkah meski pelan-pelan namun dia bisa mencium aroma makanan kantin. Namun pandangannya sedikit demi sedikit mengabur. Kepalanya pening. Beberapa langkah lagi sampai kantin gadis itu ambruk. Tepat sebelum kesadarannya menghilang seseorang menangkap tubuhnya.             Pandangan Mirabell kabur, namun dia bisa merasakan cowok  yang tengah menahan tubuhnya tengah khawatir menatapnya, “Kamu gak papa?” hanya  itu yang Mirabell dengar tepat sebelum kesadarannya menghilang.               ***             Ana dan Carlos bergegas ke rumah sakit ketika mendapat kabar bahwa Mirabell pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Untungnya bukan hal serius, tubuh MIrabell lemas dan pingsan karena belum mendapat asupan makanan saja. Ana terlihat lega mendengar penjelasan dokter. Carlos bahkan terpaksa membatalkan beberapa meetingnya karena mendengar kabar bahwa Mirabell sakit.             Sebagai seorang direktur perusahaan logistic nasional, Carlos sangat sibuk, namun dia pasti akan lebih memilih membatalkan meeting atau apapun itu demi kebahagiaan kepentingan keluarga. Baginya keluarga yang pertama. Lelaki itu kini mencoba menenangkan Ana yang tengah khawatir sambil memegang tangan Mirabell yang belum sadarkan diri.             “Mirabell akan baik-baik saja, Ma,” gumam Carlos. Kelima jemari Mirabell digenggam oleh sang mama. Terlihat Ana sedang menyalahkan dirinya. Andai dia bisa membujuk Carlos dan membuat suaminya menyetujui permintaannya tentu Mirabell tidak akan masuk rumah sakit sekarang.             Ana diam. Dia kesal dengan Carlos. Ana tahu bahwa Carlos selalu mengajarkan hidup sederhana, tapi apa salahnya sekali saja mengabulkan permintaan Mirabell. Apalagi itu ulang tahun Mirabell yang ketujuh belas. Pasti Mirabell ingin ulang tahun ke tujuh belasnya berkesan. Carlos sepertinya juga merasa bersalah, selama ini  Mirabell tumbuh dengan mandiri. Dia juga tidak terlalu manja dan menabung uang sakunya. Mungkin Carlos terlalu keras saat ini, lelaki itu menyesalinya.             Carlos memeluk Ana dari belakang mencoba meredakan amarah Ana, “Maafkan aku, mungkin aku terlalu keras pada Mirabell. Aku akan mengabulkan permintaan Mirabell,” Carlos bergumam. Melihat Mirabell dengan wajah pucat tentu saja membuat mereka takut dan khawatir. Meski berat, tapi Carlos akan mengabulkan permintaan Mirabell kaii ini.             “Kau tidak bohong kan?”             Carlos yang berada di belakangnya mengangguk, mengendurkan pelukannya, lalu mencium puncak kepalanya, “Tentu saja, aku selalu memegang kata-kataku,” ujar Carlos. Ana tersenyum tipis.             “Dia akan senang sekali jika tahu bahwa kamu akan mengabulkan permintaannya,” ujar Ana menatap nanar Mirabell yang belum sadarkan diri.             Carlos merapikan kemejanya, “Jangan kasih tahu Mirabell dulu, biar aku saja, aku kembali kerja dulu ya, Sayang, Pulang kerja aku akan langsung ke sini dan memberitahu Mirabell,” gumam Carlos. Ana mengangguk. Carlos mencium kening Ana dan segera kembali ke kantor.             Ana mengusap tangan Mirabell dengan lembut,”Cepatlah bangun, MIrabell. Kamu pasti bahagia mendengar papamu setuju mengabulkan keinginanmu,” ucap Ana penuh harap agar Mirabell segera siuman.             ***             Mirabell terbangun dengan kepala pusing dan tubuh yang masih lemas. Ana membantunya untuk duduk dan segera menyuapi makanan kepada putri kesayangannya itu. Setelah makan dan minum obat tubuh Mirabell sedikit membaik, gadis itu juga sudah bisa tersenyum sambil bercerita banyak hal kepada Ana.             Mirabell memang dekat dengan mama papanya dan juga Rion sang kakak. Meski sekarang Rion sedang melanjutkan kuliahnya di LA,  namun dia sering melakukan videocall dengan Mirabell, seperti saat ini Rion tengah berada di seberang sana dengan wajah khawatir karena mendengar Mirabell sakit dan masuk rumah sakit.  “Apa perlu kakak balik ke Indo, Bell?” Gumam Rion. Mirabell mengerucutkan bibirnya. "Kak Rion lebay deh," tukas Mirabell. "Dih siapa yang lebay. Kakak beneran khawatir tau,  Bell. Tanya aja mama kalau gak percaya,"  Rion menunggu pembelaan sang mama. Ana meletakkan piring berupa apel yang telah dikupas di hadapan Mirabell. Mirabell memandang ke arah Ana. "Iya,  Rion bahkan tadi mau bolos kuliah gara-gara kamu sakit Bell, terus mama marahin. Dia juga bolak balik videocall selama kamu belum sadar," gumam Ana. Rion memang sayang banget sama Mirabell. Meski kadang sering menjahili Mirabell tapi dia sosok kakak yang baik bagi Mirabell. Rion juga selalu mengalah dan kadang suka beliin makanan pas Mirabell lagi sibuk nugas. Baru beberapa bulan Rion tinggal di LA dan dia merasa kesepian karena tidak bisa menjahili adiknya itu, Mirabell juga merasa kehilangan Rion, rumah jadi sepi sejak Rion kuliah di LA. "Tuh kan, Bell. Aku beneran khawatir tauk! " " Iya percaya." ujar Mirabell sambil mencomot seiris apel yang sudah dikupas mamanya. "Kamu ga kangen kakak, Bell?" tanya Rion yang hampir membuat Mirabell tersedak. "Gak." "Dih bohong. Pasti kangen banget kan? Iya kan?" "Gak. Apaan sih Kak.  Aku tutup videocall nih kalau Kak Rion rese." "Dih jangan ditutup dong. Padahal kakak mau ngasi liat kamu ini," tukas Rion. Awalnya Mirabell tak tertarik, namun dia menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya. Mata Mirabell langsung melebar. "Oh My God  kak itu kan sepatu yang udah lama aku pengen. Mana itu mahal banget. Kok bisa sih! Kak, ih kapan pulang? Kak Rion pulang aja sekarang! Mirabell kangen"   Rion melengos. Cowok itu berusaha untuk tidak tertawa, benar saja Mirabell memang benar-benar suka sepatu ini. "Hilih, kamu kangen aku atau sepatu ini,"  tukas Rion. Mirabell meringis,  "Jelas,  sepatunya dong ahhaha." Rion merengut, "Sama kakak juga dong,"  gumam Mirabell yang membuat senyum di wajah Rion melebar. "Kakak kapan pulang ih,  cepetan  pulang! " Ana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anaknya. Dirinya tengah sibuk menyiapkan makanan, sebentar lagi Carlos datang dan dia sempat memesan makanan karena Carlos akan langsung ke rumah sakit sepulang kerja. "Sabar napa, dikiranya LA - Jakarta deket. Ntar ultah kamu kakak pulang sekalian mo nyobain nginep di Marlon." Rion nyengir. "Ngapain di Marlon,  kan biasanya kakak nginep di rumah" ujar Mirabell heran. "Kan ultah kamu di Marlon,  Dek. Sekalian dong kakak pengen nginep di Marlon. Capek banget pasti ntar kalau harus bolak-balik ke rumah ngurusin ultah kamu.” "Hah?" Mata Mirabell melebar. Ultah? Di Marlon? Sejak kapan? Mirabell tidak bica mencerna ucapan Rion. Sementara di sisi lain ada Ana yang panik, tadi dia sempat memberitahu Rion tentang ulang tahun Mirabell yang akan diadakan di Hotel Marlon. Tadi dia minta Rion untuk tidak memberitahu Mirabell terlebih dahulu, biar Carlos yang memberitahu putrinya. "Mama sama papa belum ngasih tahu?" Mirabell cengo.  Dia sama sekali tidak tahu apa-apa.  Dia melirik ke arah Rion yang berubah pucat dirinya panik.  Ana yang sedang mengupas jeruk pun tampak kaget dan panik juga. Detik berikutnya sebuah teriakan terdengar. Entah kapan Carlos masuk,  lelaki itu langsung belajan ke arah Mirabell,  "Rion, kok kamu ngasih tahu Mirabell sih!" ujar Carlos setengah berteriak. "Maaf,  Pa,  Rion keceplosan." Gumam Rion merasa bersalah. Satu - satunya orang yang tidak bisa mencerna semua ini adalah Mirabell. Gadis itu mengerjapkan matanya. Benarkah papanya akan mengabulkan permintaannya? "Pa,  is it true?" gumam Mirabell dengan perasaan tak yakin. Dia menunggu jaaban Carlos dengan wajah tegang. Apakah benar Carlos akan mengabulkan keinginannya. Carlos memija keningnya. Gagal sudah rencana Carlos memberi kejutan karena Rion. "Yes,  honey. Papa akan kabulin permintaan kamu." Mirabell masih tak percaya. Ini seperti  mimpi. Akhirnya papanya akan membuatkan dia pesta di Hotel Marlon. Mirabell akan tunjukkan kepada Silvi pesta seperti  apa yang sebenarnya.  Oh My God Mirabell tak percaya akhirnya usahanya berhasil, meski harus masuk rumah sakit dulu. Mirabell langsung memeluk Carlos, “Aaaaa… Makasi Pa, Mirabell sayang banget sama Papa,” Mirabell memeluk Carlos dengan erat. Hatinya berbunga-bunga. Dia tidak pernah menyangka akhirnya papanya mengabulkan keinginannya. “Iya, Mirabell, tapi meluk papanya jangan kenceng gitu dong, ntar papa pingsan,” gumam Carlos. Mirabell tertawa lalu mengendurkan pelukannya, Ana dan Rion pun juga ikut tertawa.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD