Where am i?

1090 Words
Hal pertama yang Mirabell lihat  ketika membuka mata adalah keempat pemuda dengan rambut berarna biru, ungu, hijau dan abu yang tengah menatapnya. Ketiganya menatap Mirabell dengan senyum dan tatapan yang ramah. Sementara satunya tampak menatap Mirabell dengan tatapan tidak suka. Mirabell dapat merasakan dia tidak menyukai Mirabell saat ini. Namun dari semua pertanyaan di kepala Mirabell yang paling penting adalah di manakah Mirabell sekarang? “Tenanglah, Mirabell kamu tidak sedang diculik,” gumam seorang berambut ungu kepada Mirabell. Lelaki itu tampak dingin namun tatapan matanya hangat dan kelihatan tulus. “Kalau aku tidak sedang diculik, lalu kenapa aku bisa berada di sini?” ujar Mirabell dengan tatapan putus asa. “Namaku Felix senang bertemu denganmu, Mirabell,” Mirabell mengerutkan wajahnya. Felix, nama yang tampan selaras dengan ketampanan yang menghiasi wajah lelaki ini. Tatapannya teduh sekali. Matanya bagus sekali, jernis , biru seperti lautan yang terbias sinar matahari. “Aku Bernald, senang bertemu denganmu, Miabell, ayo kita berteman,” Bernald berjalan ke arah Mirabell lalu duduk di samping gadis itu. Bernald mengamit lengan Mirabell dan memeluknya seolah tak akan membiarkan Mirabell pergi dari tempat ini. Mirabell sedikit risih dengan perlakuan Bernald. Berbeda dengan Felix yang memiliki tatapan teduh, Bernald memiliki sorot mata hangat dan sedikit manja. Dia memang selalu seperti itu. Dia akan mengajak siapapun yang datang ke Quantrum Tetranum untuk berteman dengannya. “Kau membuatnya takut, Bernald,” gumam Edmund menyingkirkan tangan Bernald yang melingkar di lengan Miabell. Gadis itu kini bisa bernapas lega karena lelaki itu menyingkir darinya. “Dia bukan orang jahat kok. Bernald memang seperti itu, maaf membuatmu takut, Miabell. Oh ya, kenalin aku Edmund, senang bejumpa denganmu,” gumam Edmund. Edmund memiliki mata abu-abu yang indah. Miabell belum pernah melihat mata seindah itu sebelumnya. Miabell tidak tahu harus menanggapi apa. Dia tidak ingin berkenalan dengan mereka. Satu-satunya jawaban yang dia ingin tahu sekarang adalah di mana dia sekarang. Dia harus segera kembali. Pasti mama, papa dan Rion khawatir jika dia tidak segera kembali sekaang. “Kau pasti masih bingung, tenang saja, Miabell kau aman di sini,” gumam Bernald. Reynald berdiri dari tempat duduknya dia tak tertarik dengan acara perkenalan ini. Lelaki itu berjalan ke luar ruangan ini. Namun seseorang mencekal lengannya. “Kau harus berkenalan dengannya dulu. Meski kamu tidak suka, setidaknya sapalah dengan baik,” cegah Felix. Reynald menarik napas dalam-dalam. Mirabell memandang Reynald dengan enggan. Lelaki itu memancarkan aura tak bersahabat sejak dia pertama melihatnya. Sorot matanya yang tajam, jawlinenya yang benar-benar sempurna itu cocok dengan hidung mancung yang membingkai wajahnya. Andai Reynald tidak bersikap sedingin itu tentu wajah tampannya akan semakin sempurna “Aku Reynald,” gumam cowok itu singkat dan terkesan tidak ikhlas. Mirabell menatap Felix, Bernald, Edmund dengan tatapan bingung. “Kalian ini sebenarnya siapa?” Tanya Mirabell tanpa basa-basi. Dari tadi mereka sibuk memperkenalkan dirinya tapi tidak menjawab pertanyaan yang paling Mirabell butuhkan. “Happy Birthday Mirabell,” gumam Felix tiba-tiba. “Happy birthday,” gumam Bernald dan Edmund hampir bersamaan. Felix menyenggol siku Reynald, seperti tersadar dia harus mengucapkan sesuatu, lelaki itu kembali melihat Mirabell dengan enggan,” Happy Birthday,” gumam Reynald. “Sudah kan? Kalian urus saja dia, aku mau pergi sekarang.” Reynald beranjak dari posisinya.Lelaki itu mengambil busur dan tempat anak panah yang terbuat dari bambu. Dia meletakkan beberapa anak panah dibalik badannya. Mirabell hanya bisa memandang Reynald dengan tatapan heran. Sebenarnya dunia apa ini? Mirabell tidak sedang mencerna apa yang barusan terjadi. “Kalian sedang ngeprank aku ya?” Gumam Mirabell. Felix kini telah kembali duduk tenang sambil membaca bukunya. Sementara  Edmund memilih beberapa bunga di hadapannya. Bernald? Jangan ditanya dari tadi dia duduk di samping Mirabell sambil menopang dagu. Lelaki itu bisa membuat Mirabell risih karena tingkahnya. “Ngeprank itu apa?” Gumam Bernald dengan tatapan polos. Tidak ada gunanya  Mirabell bertanya kepada mereka dari tadi tak ada satu pun pertanyaannya yang dijawab. Mirabell mengeluarkan hape dari sling bag miliknya. Dia membuka kunci layar dan dengan cepat memasukkan kata sandi untum membukanya. Bernald tak bisa melepaskan pandangannya dari Mirabell, Dia gadis yang menarik. Meski terkesan galak tapi Bernald yakin Mirabell adalah gadis yang baik. “Jangan memandangku seperti itu,” gumam Mirabell risih dipandangi terus-terusan oleh Bernald. “Jika kamu tak ingin aku memandangmu terus-terusan, ayo berteman,” gumam Bernald. Entah kenapa cowok ini dari tadi mendesaknya untuk berteman dengannya. Dia lelaki yang aneh. “Sudah kubilang jangan mengganggunya, Bernald. Lebih baik kau antarkan bunga ini pada Steve dan beritahu bahwa dia sudah bangun.” Rangkaian bunga berwarna ungu disodorkan oleh Edmund kepada Bernald. Bernald mengerucutkan bibirnya. Dia masih ingin memandangi MIrabell. Usahanya untuk menjadi temannya belum berhasil. “Kau masih punya banyak waktu untuk bermain dengannya nanti, lebih baik kamu pergi sekarang,” desak Edmund sambil mendorong tubuh Bernald. Lelaki tersebut akhirnya menurut. Edmund memandang Mirabell yang sedari tadi tengah sibuk dengan benda pipih persegi panjang di tangannya. “Apa yang sedang kamu lakukan, Mirabell?” Gumam Edmund mulai tertarik dengan apa yang dilakukan Mirabell. Sudah hampir lima belas menit Mirabell mengangkat hapenya, namun tidak ada sinyal satu pun di tempat ini, bahkan tidak ada jaringan untuk mengirimkan pesan. Mirabell berjalan ke arah Edmund. Mungkin saja dia bisa membantunya. “Pinjami aku hapemu,” todong Mirabell pada Edmun. Lelaki itu menatap Mirabell tak mengerti. Tangannya sibuk mengikat baby’s breath dengan telaten. “Apa yang kau maksud dengan hape?” Edmund mengerjapkan matanya. Mirabell menghembuskan napasnya kasar. “Yang buat nelpon. Tenang saja aku pasti akan mengganti pulsamu, cepat berikan hapemu,” desak Mirabell. “Aku tidak punya hape,” jawab Edmund. “Hah? Bercandanya gak lucu deh,”  dengus Mirabell. Di zaman sekarang mana mungkin ada yang tidak punya hape sih. Semua pasti punya, bahkan di kelas Mirabell saja banyak yang punya dua atau tiga hape. “Aku sedang tidak bercanda, tanya saja, Felix,” gumam Edmund. Lelaki yang tengah ditunjuk oleh Edmund itu kini menutup bukunya. “Apa yang kau maksud dengan hape, Mirabell?” Felix berjalan mendekatinya. “Hah? Seriusan kalian gak punya hape. Kayak gini loh. Masa kalian gak punya,” Mirabell menunjukkan hape miliknya berharap candaan ini akan segera berakhir. Dia lelah sekali. Harusnya sekarang dia berada di pesta ulang tahunnya, menikmati makan malamnya dengan Jie, tapi apa yang terjadi sekarang. Mirabell bahkan harus terjebak dengan dua lelaki yang tidak tahu hape itu apa. Edmund dan Felix tampak mengamati benda itu dengan seksama. “Jangan bilang ini pertama kalinya kalian melihat ini?” “Memang pertama kali,” jawab Edmund dan Felix hampir bersamaan. “What! sebenarnya aku ada di mana, Tuhan” Teriak Mirabell frustasi.        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD