Jihan terengah-engah setelah berlarian keliling lapangan.
Gadis itu kemudian menghenyakkan tubuhnya di sebuah bangku taman tak jauh dari lapangan.
Meluruskan kedua kakinya sambil terus memukul-mukul kedua lututnya dengan kepalan tangan.
"Ah... lelahnya huffff." Menarik nafas panjang berbaring terlentang di atas bangku tersebut.
"Nih minum!" seseorang menghalangi cahaya matahari, mengulurkan sekaleng minuman dingin padanya.
Karena terlalu silau Jihan menutup matanya. Dia masih enggan bangun dari posisi tidurnya, untuk melihat sosok tersebut.
"Aku taruh di sini." meletakkan minuman di atas meja. Lalu mendorong paha Jihan ke samping menggesernya dari bangku untuk dia duduki.
"Eh, akh! Bruuuuk!" Jihan terguling dan jatuh ke atas rerumputan.
"Kamu sengaja kan?!" Teriak Jihan keras hingga mengundang sorotan mata mahasiswa lain yang sedang lewat.
"Iya, memang sengaja memberikan minuman. Lagian ngelihat kamu lunglai begitu naluri pria dewasaku bangkit!" Ujar Herman dengan pedenya.
"Aku bisa ikut gila jika menghadapi pria yang memiliki tingkat pedenya seratus delapan puluh derajat Celcius ini!" Bisiknya pada diri sendiri.
"Ini tidak dikasih pencahar atau racun tikus kan?!" Pura-pura mengamati minuman ringan dengan memutar kalengnya perlahan.
Lalu membuka dan hendak meneguknya. Pada saat sampai di bibirnya.
Tiba-tiba saja.
"Buat aku saja, haus banget huh." Ardy datang entah dari mana dan merebut minuman milik Jihan, meneguknya sampai habis.
Jihan dan Herman hanya melongo menatap Ardy.
"Kamu ngapain kemari? bukannya masih ada kelas! cepat sana masuk!" Usir Herman pada Ardy.
"Ho ho ho, tentu saja menemui pembantu baruku!" tukas Ardy menghenyakkan pantatnya di bangku sehingga memepet Jihan.
Dengan santainya Ardy merangkul bahu Jihan dengan tangan kirinya.
Jihan bergeser sedikit ke kanan hingga memepet Herman.
"Astaga kenapa aku bisa duduk di antara dua pria gila ini!" Ujarnya dalam hati.
Lalu hendak bangkit berdiri.
Belum sampai berdiri Herman menahan paha Jihan dan membuatnya terhenyak duduk kembali.
Jihan menoleh ke arah Herman dengan geram, namun Herman malah nyengir membalas tatapan Jihan.
Jihan hendak berdiri lagi, lalu tiba-tiba Ardy menahan pundak Jihan hingga membuatnya tidak bisa bangkit berdiri.
Dengan tidak sabar Jihan mendorong Ardy hingga jatuh tersungkur ke kiri, kemudian mengarahkan siku tangan kirinya ke perut Herman.
Berteriak keras-keras.
"Apa-apaan sih kalian iniiiiiiiii!!!!!!????"
"Braaak! Duuuuk!" Lalu berdiri berjalan dengan langkah lebar menahan amarah.
Satu menit kemudian kembali lagi karena lupa mengambil tas dan dompetnya dari Herman.
Herman terkejut melihat Jihan kembali lagi.
"Huh!" Merebut tas kemudian melengos lalu berjalan pergi.
Ardy yang duduk di samping Herman sedari tadi terperangah melihat kelakuan gadis itu.
"Hahahaha!" Beberapa saat kemudian tawa mereka berdua meledak.
"Gadis itu selalu penuh dengan kejutan!" Ungkap Ardy tanpa sadar terang-terangan.
"Dia juga memiliki wajah yang imut, dan manis!" timpal Herman juga tanpa sadar penuh rasa kagum.
Mereka berdua merasa malu ketika sadar telah tanpa sengaja melontarkan kata-kata tersebut.
Lalu Ardy berdiri berjalan ke kiri dan Herman melangkah ke arah kanan.
***
Sesampainya di rumah Ardy Jihan memeriksa tasnya apakah kartu mahasiswinya ada di sana. Ternyata tidak ada.
"Akkkkhhhh dasar Herman sialaaaaaannn!" Teriak Jihan kencang.
"Si b******k itu pasti sengaja mengantonginya, lalu menyuruhku mengambilnya sendiri di sakunya!" gerutu gadis itu.
"Nih ambilah, kemarilah." Jihan dengan kesal menirukan gaya bicara Herman.
Beberapa menit kemudian jam tangan Jihan bergetar. Jihan memencet tombolnya.
"Iya agent Jihan di sini." jawabnya.
"Misi dua harus tuntas malam ini, lanjut mengintai!" perintah dari seberang.
"Misi diterima, siap laksanakan!"
"Brumm! bruuum!" Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah.
"Pria gila sudah sampai di rumah." ujar Jihan sembari mengintip dari jendela kamarnya.
Gadis itu mengambil handuk, melepaskan arloji meletakkan di atas meja, lalu pergi ke kamar mandi.
"Splash...splash..." suara dari dalam kamar mandi.
"Tok! tok! took!" Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Jihan.
Jihan enggan menyahut, tubuhnya masih mengenakan sehelai handuk. Beberapa kali mengusap rambut, mengeringkan karena basah.
Setelah memakai kaos santai dan celana panjang Jihan melangkah membuka pintu.
"Kreeekkk."
Di sana terlihat Ardy berdiri dengan lengan tangan kanan menopang di tepi pintu, menghalangi jalan keluar.
Mimik wajah datar tanpa ekspresi, membuat gadis itu sulit untuk menebak apa yang sedang dipikirkan olehnya.
Tanpa menunggu perintah, pria itu masuk ke dalam kamar membuat Jihan melangkah mundur menjauh.
"Duk!" Langkah mundur Jihan terhenti saat telapak kakinya membentur meja rias.
"Ada apa kamu kemari?" Tanyanya dengan punggung bersandar di meja.
Ardy yang terus maju melangkah mendekat, lalu kedua tangan menopang di atas meja mengurung tubuh gadis itu.
Ketika semakin dekat Jihan menahan d**a Ardy agar tidak terlalu dekat dengan dirinya.
Detak jantung Jihan hampir melompat keluar karena terkejut.
"Apa kamu lupa tujuanmu datang kemari?" Suara Ardy memecah keheningan.
"Tentu saja untuk bekerja.." Sembari mendorong agar pria itu menjauh darinya.
"Lalu kenapa kamu tidak memasak sekarang, Apa kamu sengaja membiarkan majikanmu kelaparan?!"
"Kamu tidak memberi tahu jika kamu akan makan di rumah, tadi pagi aku juga sudah bertanya pada bi sumi, katanya anda tidak makan malam di rumah." Ujar Jihan.
"Tapi aku ingin makan sekarang kamu siapkan lalu antarkan ke kamarku!" Tegas Ardy pura-pura marah. Kemudian melangkah keluar tanpa menoleh.
Jihan segera berlari ke dapur sembari menggelung rambutnya ke atas.
"Apa sebenarnya yang direncanakan pria gila itu?! apa kepalanya kejedot pintu mobil mendadak ingin makan di rumah? aku pikir dia pasti ingin membuatku tidak tahan tinggal di sini dan menendangku keluar."
Setelah selesai, Jihan membawa nampan ke lantai atas, langkahnya terhenti ketika melihat Bi Sumi.
"Tuan meminta untuk mengantarkan makanan ke atas bi, tolong bibi yang antar saja ya?" Memohon sembari memasang wajah pura-pura tidak berdaya.
"Eh iya non.." Mengambil nampan lalu naik ke lantai atas.
Ardy selesai mandi dengan sengaja hanya melilitkan handuk di pinggang menunggu Jihan. Sambil mengekspresikan wajah di depan cermin.
"Pasti gadis itu akan bilang...wahh tubuhmu bagus sekali sangat mengagumkan!" Ujar Ardy pada dirinya sendiri.
"Tok, tok, tok!" Suara ketukan pintu kamar Ardy.
Ardy segera membuka pintu dengan gaya pria gagah tak tertahankan.
"Kreeeeek." Pintu terbuka.
"Akh! kenapa bibi yang datang?! kemana gadis si Lina itu?" terkejut menutup badan dengan kedua telapak tangan.
"Ah..neng Lina katanya dia masih kebelet ke kamar mandi tadi." Jawab bi Sumi menahan tawa menatap tuanya hampir telanjang.
"Ya sudah! letakkan saja di atas meja sana!" Sergahnya dengan wajah masam.
"Gadis jeleeeeeeekkkkk, braaak!" marah dan membanting pintu.
"Ha! ha! ha!"
Jihan tertawa terpingkal-pingkal memegangi perutnya, mendengar Ardy berteriak penuh amarah.