45

1104 Words

Perut mereka akhirnya berontak, mengingatkan bahwa cinta saja tak cukup untuk mengenyangkan. Meira mengelus perutnya sambil tertawa pelan, sementara Igo mencubit hidungnya gemas. "Kayaknya kita butuh lebih dari sekadar pelukan sekarang," ujar Meira sambil mengusap rambut yang masih kusut, menyelipkannya ke belakang telinga. Igo mengangguk setuju. "Kita butuh telur … nasi … dan kamu di dapur."" Meira mendengus manja. "Kamu pikir aku mau masak sendirian habis semua ini?" ujarnya, menepuk dad4 Igo pelan. Dan begitulah, mereka pun melangkah menuju dapur. Meira mengenakan kemeja putih Igo yang kebesaran, kancingnya hanya ditutup sebagian, menampakkan lekuk tubuhnya yang masih terasa hangat. Kaki telanjangnya melangkah ringan di lantai marmer dingin, sementara Igo hanya mengenakan celana pen

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD