Pagi-pagi sekali, Nayla sudah menghubungi Tsabit, memberi tahu bahwa suaminya mengizinkannya ikut kegiatan bakti sosial itu. Senyum merekah di wajah Tsabit mendengarnya. Ia bersyukur karena kali ini Raivan bersikap lebih bijak, tidak mengedepankan egonya. Tsabit memberitahukan bahwa mereka akan bertemu di rumah sakit hari Sabtu ini. Usai panggilan telepon berakhir, Nayla tersentak saat merasakan usapan lembut di puncak kepalanya. “Telepon siapa, hmm?” tanya Raivan sambil ikut duduk di meja makan. “Mas Tsabit,” jawab Nayla jujur. Raivan meliriknya sekilas, lalu meraih gelas berisi air putih di hadapannya. “Mau konfirmasi soal kegiatan besok?” tanyanya. Nayla mengangguk. “Pekan depan jangan buat jadwal lagi, ya. Kita ada konsultasi dengan Mas Ryo. Kamu nggak lupa, kan?” Nayla kembali m

