PART. 2 ANDINA PRADITA PUTRI SANJAYA

1010 Words
Prana dan Nana duduk di ruang tengah bersama ketiga anak mereka. Tiga anak kembar, satu perempuan, dua lelaki. Wajah mereka persis ayahnya semua. Kulit putih mata sipit. Dua orang pria bernama Dika dan Difa. Yang perempuan bernama Dina. Dika dan Difa tubuhnya besar persis ayahnya. Kalau orang yang jarang melihat mereka, tidak akan bisa membedakan keduanya. Karena sangat mirip sekali. Sementara Dina, matanya memang sipit. Tapi wajahnya masih ada mirip dengan ibunya. Tubuhnya juga mungil seperti ibunya. Dika kuliah di Jakarta jurusan kedokteran. Sementara Difa memilih jurusan arsitektur. Sampai sekarang mereka masih tinggal di Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Hanya Dina yang pulang ke kampung halaman setelah jadi sarjana. Ditugaskan untuk mengelola perusahaan ayahnya. Ayahnya memiliki dua perusahaan. Satu perusahaan rotan, satu lagi perusahaan mebel. Produksi mereka kualitas ekspor. Perusahaan itu sudah ada sejak ayah dan ibu mereka belum menikah. Ibu mereka adalah karyawan di perusahaan itu. Lalu menikah dengan ayah mereka. (Baca : Dilema Hati Istri Bayaran). Sekarang mereka berkumpul untuk membicarakan tentang pernikahan Dina. Rencana pernikahan yang nyaris gagal. Karena Dirta, calon suami Dina disebutkan orang tuanya, sudah menghamili seorang wanita. Wanita itu dan keluarganya minta pertanggungjawaban kepada Dirta dan keluarganya. Dina merasa sangat marah dengan kejadian itu. Penghianatan Dirta tidak bisa ia maafkan. Itu melukai hatinya sangat dalam. Perasaannya tidak sanggup percaya lagi kepada janji seorang pria. Namun desakan kedua orang tuanya, agar mau menikah dengan pria pengganti, tidak bisa ia tolak. Karena pernikahan ini sudah siap semuanya. Undangan sudah disebar. Persiapan akad nikah dan resepsi juga sudah rampung. Kedua orang tuanya memohon, agar Dina mau mengikuti kemauan mereka. Setelah berpikir, Dina setuju menikah dengan pria pengganti. Tapi hanya pernikahan sandiwara saja. Setelah menikah, beberapa waktu kemudian mereka harus berpisah. Dina tidak bisa membangun kepercayaan kepada seorang lelaki untuk saat ini. Hatinya terlalu perih. "Jadi Bang Wira sudah setuju untuk menikah dengan Dina?" Difa mengajukan pertanyaan itu kepada kedua orang tuanya. "Iya, sudah. Ayah dan ibu merasa lega. Karena sudah mendapatkan jalan keluarnya." Senyum hadir di bibir Nana. "Bagaimana nanti pernikahan mereka. Apakah akan menjadi rumah tangga sesungguhnya?" Dafa ingin tahu kelanjutan pernikahan itu nantinya. "Tidak. Aku tidak ingin berumah tangga dengan siapapun. Pernikahan ini hanya untuk menjaga nama baik keluarga!" Dina yang emosian langsung menanggapi pertanyaan Dafa. "Wira juga sudah setuju kalau pernikahan ini hanya untuk menjaga nama baik keluarga. Wira menyerahkan keputusan kepada kamu. Wira orang yang bijaksana, tidak suka memaksakan kehendaknya. Kalian jangan bertanya macam-macam nanti kepadanya. Kita harus menjaga perasaannya." Prana mengingatkan anggota keluarganya. Agar jangan menyinggung tentang apapun di hadapan Wira. Wira sudah mau membantu itu saja sudah membuat senang. Andina Pradita Putri Sanjaya, gadis yang baru berumur 22 tahun. Baru beberapa bulan mendapat gelar sarjana ekonomi. Dina dipanggil pulang oleh orang tuanya, untuk meneruskan usaha orang tuanya. Dua buah pabrik yang cukup besar. Satu pabrik rotan, satu pabrik mebel. Kedua pabrik itu membuat barang kualitas ekspor. Walau berada di kota kecil, tapi sudah cukup terkenal produksinya. Sedang Dirta, atau Suedirta Mahaputra, berusia 27 tahun. Bekerja di perusahaan orang tuanya, yang ada di kota Banjarbaru. Mereka bertemu di Jakarta dua tahun lalu. Lalu menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Dirta bersedia menunggu Dina lulus kuliah. Pernikahan sudah mereka rancang sejak setahun lalu. Persiapan sudah dilakukan enam bulan lalu. Mereka berdua yakin akan menikah dan membangun keluarga yang bahagia. Tapi ternyata, cobaan datang menyerang. Sebuah pengkhianatan dilakukan oleh Dirta. Dina sangat sakit hati perasaannya. Dina tidak bisa memaafkan pengkhianatan yang dilakukan oleh Dirta. Bahkan Dina jadi berpikir, pria tidak bisa dipercaya. Hubungan yang sudah terjalin selama dua tahun hancur lebur. Menyisakan sakit yang sangat dalam di hatinya. Dina bersumpah tidak akan memaafkan Dirta. * Subuh Jumat. Suasana ramai di rumah El. El dan istrinya sudah pindah rumah. Tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya. Rumah orang tuanya diserahkan kepada Raka. Sedang El membangun dua rumah di samping rumah Zia dan Risman. Satu rumah untuk Via, yang ia tempati bersama Elia. Satu rumah lagi untuk Wira. El kini tidak bekerja di tambang batubara lagi. Tambang batubara dikelola oleh Abi. Sedang El memilih membangun peternakan sapi di tanah yang ada di belakang kebun Risman. Peternakan sapi yang dikelola oleh dirinya bersama Wira. Sedang peternakan sapi besar tetap dikelola oleh Raka. Itu adalah usaha mereka bersama. Usaha yang menjadi cikal bakal usaha mereka lainnya. Meski bekerja sebagai guru di TPA pada sore hari. Wira tetap bekerja di peternakan pada pagi hari. Wira kulitnya tetap putih, meski sering pergi mencari rumput untuk peliharaan mereka. Mereka memiliki kebun sendiri untuk keperluan pangan sapi yang mereka miliki. Karena mereka memiliki beberapa kandang. Subuh ini. Setelah salat subuh mereka berkumpul di rumah El. Seserahan yang dibawa sudah siap. Seserahan yang dibeli secara mendadak. Karena waktu yang sangat singkat. Mereka sekeluarga memakai baju seragam. Tidak semua keluarga bisa berkumpul. Karena acara dadakan tanpa persiapan. "Kamu sudah hafal akad nikahnya?" Pertanyaan dari Raka pada keponakannya. "Insya Allah." Raka menatap keponakannya yang sudah dewasa. Raka teringat masa kecil Wira dan Zia. Wira dan Zia selalu ia goda. Dan mereka termakan godaannya, sehingga pernah sampai mereka minggat dari rumah. Zia memang wanita perasa. Wira hanya ingin menjaga adiknya. Hubungan mereka sebagai anak kembar sangat dekat. Namun terpisah cukup lama. Setelah lulus SD, Wira melanjutkan pendidikan pesantren ke Jawa selama enam tahun. Setelah lulus pesantren, pulang kembali ke Banjarbaru. Lalu menjadi guru di TPA. Kemudian Wira melanjutkan kuliah, sambil terus bekerja. "Abang Wira ganteng selaki. Sepetri artor India." Pujian itu diberikan oleh Via, si bungsu. "Aktor, bukan artor." "Iya, Via juga tahu. Tapi tidak bisa bilangnya bigimana dong!" "Bagaimana." "Tidak capek ya, melarat ucapan Via retus!?" Mata Via melotot. "Wira dan Zia sudah besar. Via lagi yang jadi sasaran godaan Raka." Shana tertawa. Shana sepupu Wira. "Iya nih. Paman Raka. Tidak capek ya retus menggado Via!" Mata Via melotot ke arah Raka. Gadis SMP itu terlihat lebih berani dan lebih agresif dari kedua kakaknya. "Ayo jangan ribut lagi. Sebentar lagi kita berangkat." Zizi memperingatkan mereka semua. Kalau sebentar lagi mereka akan berangkat ke tempat akad nikah. Akad nikah diselenggarakan di rumah Prana. Sedang resepsi diadakan di sebuah hotel berbintang lima. Semua orang sudah siap untuk berangkat. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD