Titik Balik

1038 Words
"Hari ini kamu mau ke acara kantor nggak? Katanya para investor mau datang." Lucy membuka suara lagi. Laras merasa lawan bicaranya ini sengaja mengubah topik pembicaraan. "Itu bukan acara kantor biasa, itu pesta resmi. Aku tak punya uang untuk menyewa gaun pesta jadi aku memilih melewatkannya. Kalau kamu? Mau ke sana?" tanya Laras. Lucy tersenyum lebar. "Sebenarnya Bos sudah mengirimkan aku gaun. Dia bilang aku harus datang bersama dia sebagai pasangannya." "Lalu kamu mau?" Laras bertanya lagi. Tatapannya pun berubah tajam. "Kamu tahu kan kalau perempuan itu akan datang juga? Bagaimana kalau dia melakukan sesuatu dan Bos tak berpihak padamu?" Intonasi nada Laras terkesan tinggi. Sejak dari tadi dirinya agak kesal dengan keputusan Lucy. "Kamu ini bicara apa sih Laras? Aku hanya menghadiri pesta itu saja. Aku akan duduk diam dan menurut ucapan Bos." Sekali lagi Lucy begitu polos. Tidak waspada dengan apa yang akan terjadi. "Lucy, perempuan itu menyukai Bos. Kamu dan Bos dekat, wajar jika nantinya akan ada masalah antara kau dan perempuan itu." "Aku akan baik-baik saja ok? Janngan khawatir." Laras memberengut kesal. Susah sekali memberitahu Lucy secara baik-baik. Bahkan jika Laras marah sekali pun, Lucy tidak akan mendengar. "Terserah kau saja. Aku muak. Semoga sukses dengan pestanya." Laras berjalan membawa nampan berisi piring dan cangkir yang dipakainya. Tidak ambil pusing jika Lucy memanggil sebab terlalu memendam rasa kecewa. Meski Lucy bukan sahabat yang baik Laras pun tidak akan tega jika sahabatnya itu disakiti. *** Laras membuang tas kerjanya di atas ranjang. Dengan menghela napas berat, dia menjatuhkan diri pada kasur yang empuk. Menatap langit-langit kos berwarna hitam. Pemamdangan yang sama selama dua tahun bagi Laras. Tak ada orang tua, tak ada keluarga besar di kota metropolitan ini membuat Laras belajar banyak hal termasuk percintaan. Hubungan yang selalu kandas dengan segala permasalahan cukup membuat Laras agak muak jadi dia memutuskan untuk tetap sendiri sampai hatinya siap menerima cinta lagi. Suara notifikasi membuyarkan lamunan, Laras segera mengecek ponsel melihat notifikasi chat dari Yanti. "Laras ini gawat, kamu coba cek di grup perusahaan." Laras mengkerutkan kening. Memang notifikasi dari grup perusahaan begitu sibuk seperti biasa dan palingan hanya obrolan bercanda yang tidak penting bagi Laras. Saat grup itu dibuka, semua orang marah-marah, ada yang juga sedang sedih. Dia kemudian menggulir chat tersebut sampai ke sebuah video. Laras membuka video tersebut dan matanya melebar. Posisinya langsung berubah dari tidur menjadi duduk. Di video tersebut ada Lucy yang dibuli oleh seorang wanita. Dia adalah Elsa dan tampaknya Elsa mencoba menarik simpati dari Sebastian. Sekali lagi Sebastian lebih memihak wanita itu ketimbang Lucy. Teleponnya berdering. Di layar ponsel ada nama bestie. Segera Laras mengangkatnya. "Kamu ada di mana? Aku akan segera ke sana." *** Di sebuah taman yang sepi Laras berjalan begitu tergesa-gesa. Ekor matanya lalu menangkap siluet seorang wanita tengah duduk sendirian dengan gaun berwarna krem. Riasanya luntur begitu juga dengan raut wajah yang sedih. Laras berjalan menghampiri Lucy. Dia mengembuskan napas panjang lalu ikut duduk. "Dia membela perempuan itu lagi. Selalu saja menyalahkanku atas apa yang terjadi, terlebih dia membentakku di depan umum. Aku tak tahan lagi dengan sikapnya, rasanya segala sesuatu yang kami lakukan bersama-sama itu tidak ada artinya." "Lalu kamu mau apa?" Laras bertanya lembut, menatap lekat pada Lucy yang kini matanya berkaca-kaca. "Aku mau pergi dari sini Laras, aku tidak tahan lagi dengan sikapnya. Aku ingin sendiri dulu," jawab Lucy lirih. Laras mengangguk, tersenyum kecut. "Baiklah aku akan siapkan tiket dan juga kopermu, kita harus bertindak cepat sebelum Bos menyadari kau pergi." Lucy tersenyum hambar. "Kalau aku pergi dengan tiket pesawat dia akan langsung menemukanku, aku memanggilmu ke sini bukan untuk membantuku Laras, aku memanggilmu agar bisa pamit." Laras mengerjapkan mata. Tak percaya dia harus berpisah dengan Lucy saat itu juga. "Temanku sudah datang menjemput, aku akan meninggalkan semua barang-barangku karena semuanya ada di rumah Bos. Aku tidak akan bisa pergi jika aku membawanya. Jaga dirimu baik-baik, aku janji aku akan pulang begitu perasaanku membaik." Tepat saat itu sebuah mobil tak jauh dari mereka membunyikan klakson. Itu adalah tumpangan Lucy untuk pergi. "Jaga dirimu baik-baik juga, aku akan menunggu di sini." Lucy mengangguk. Dia kemudian memeluk Laras dengan erat, bahunya bergetar hebat disertai isakan kecil. Laras pun menghapus air matanya yang menetes di pipi. Pelukan Laras kemudian di lerai oleh Lucy dan dengan langkah sahabatnya yang menjauh, Laras terus menatap Lucy hingga perempuan itu masuk ke dalam mobil. Lambaian tangan adalah interaksi mereka terakhir kali. Entah berapa lama hingga mereka akan bertemu lagi, yang jelas adalah Laras lega karena Lucy memilih untuk pergi dari Sebastian. *** Suara gelas pecah berantakan jatuh ke lantai. Sebastian menatap tajam pada kepala pelayan Gino yang baru saja melaporkan jika Lucy tak pulang dari semalam. "Dia kabur dan kau tak memberiku kabar? Sudah aku bilang jika terjadi sesuatu padanya, kau harus memberitahuku lebih dulu!" bentak Sebastian. "Tuan maafkan saya, kami tak tahu jika Nona melarikan diri. Nona bilang hanya untuk menenangkan diri di taman rupanya dia menghilang, ini adalah murni kesalahan saya." Gino berucap seraya menunduk ketakutan. Dia bahkan siap jika Sebastian akan menghukumnya. "Ayolah Tuan, jangan terlalu galak begitu pada Gino." Suara seorang wanita dengan manja terdengar dari arah belakang si pria. Dia berjalan mendekat, mengalungkan tangan pada lengan Sebastian. "Siapa tahu dia pergi tak terlalu jauh. Kita bisa minta polisi mencari dengan mengatakan ada seseorang yang menculiknya. Lagi pula harusnya kau tak butuh dia, di sini sudah ada aku tunanganmu." Sebastian menatap si gadis dengan tatapan jengkel. Dia buru-buru melepas tangan si gadis dari lengannya kemudian menjauh beberapa langkah. "Lupakanlah, walau kau tunanganku kau itu tak setara dengan dia. Pertunangan kita itu hanyalah sebuah formalitas, kau pikir aku mau menikahimu? Jangan mimpi!" Sebuah kata pedas diberikan Sebastian untuk si gadis, Lisa. Wanita yang sama menjadi sebab Lucy pergi dari rumah. "Kalau aku tidak membelamu mungkin dia tidak pergi, salahku sendiri kenapa aku harus membelamu yang jelas salah hanya karena kau anak pejabat. Mau taruh di mana muka Ayahmu kalau aku tidak membela putrinya yang tak berguna." "Tuan salah seorang pengawal mendapat foto Nona bersama seorang wanita sebelum dia pergi, aku rasa wanita ini tahu di mana keberadaan Nona." Sebastian mengambil foto tersebut. Memperhatikan seksama wajah Lucy dan juga Laras. "Cari informasi tentang wanita ini dan bawa dia ke hadapanku, jika dia menolak maka paksa wanita ini." "Baik Tuan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD