S E C O N D ;Place of Foreign

1583 Words
Nyaman.   Entah kenapa aku enggan membuka mata. Aku tidak ingat sejak kapan ranjangku ini terasa sangat empuk dan nyaman. Membuatku tak ingin membuka mata dan beranjak dari sini.   Mataku perlahan terbuka. Kabur. Aku mengerjap pelan bermaksud untuk memperjelas penglihatanku.  Tetapi terjadi sesuatu yang aneh.   Sejak kapan langit-langit kamarku berubah?   Aku mengucek mata sembari menegakkan punggungku. Saat kuedarkan pandanganku, aku menemukan hal yang lebih aneh dari pada sebelumnya.   Sejak kapan kamarku menjadi lebih luas dengan barang-barang yang tertata rapi dan asing?   Pandanganku tertuju pada sosok yang tak jauh dariku. Duduk beberapa meter disampingku sambil menatapku tanpa ekspresi.   Oh ... hanya seorang laki-laki.   Wait. Kurasa ada yang janggal dari kalimat itu.   Seorang laki-laki?! Aku melebarkan mataku menatap sosok laki-laki yang sedang duduk dengan tenang itu dengan ekspresi kaget sambil meringsut kebelakang.   "S-siapa kau?" Tanyaku yang lebih tepatnya mencicit. Sedikit ragu menatap laki-laki itu lebih lama.   Suara decitan kursi terdengar dengan suara langkah kaki yang mendekat. Membuatku tanpa sadar meremas selimut lembut yang sejak tadi sudah menyelimutiku.   "Apa kau baik-baik saja?" Mendengar pertanyaan itu, aku menoleh. Sekarang laki-lagi itu sudah tepat berdiri disampingku. Dengan wajah tanpa ekspresi.  Aku mengangguk ragu.   "Apa kau lapar?" Laki-laki itu kembali melontarkan pertanyaan yang kembali kujawab dengan gelengan. Yah, walaupun perutku sedikit keroncongan. Tapi aku masih bingung dengan situasi di sini.   "B-bolehkah aku bertanya?" Aku merutuki diriku sendiri. Sejak kapan aku gagap. Dia mengangguk, membuat rasa gugupku sedikit berkurang. "Sebenarnya dimana aku? Ini bukan kamarku. Dan juga, siapa kamu?"  Laki-laki itu menatapku sebentar, lalu melangkah menuju pintu --yang kutebak pintu keluar dari kamar ini-- tanpa berbalik sedikitpun. Saat sudah memegang knop pintu, laki-laki itu terdiam beberapa detik. "Bersihkan dirimu. Aku akan menunggumu di luar."   Setelah mengatakan itu sambil memunggungiku, dia membuka pintu lalu keluar dari kamar ini. Menyisakan aku seorang diri. Cukup lama memperhatikan pintu yang sudah tertutup itu, aku kembali mengedarkan pandangan pada ruangan ini.  Ruangan yang cukup cantik dengan dekor yang menarik namun sederhana. Kamar ini berwarna putih, membuatnya terlihat lebih polos.   Aku menunduk, menatap tempat tidur yang kutiduri ini. Bisa kutebak ukurannya adalah queen size. Cukup besar untuk ditiduri seorang diri. Aku menyibak selimut yang sedari tadi membungkusku. Lalu menunduk, memperhatikan pakaianku yang kembali membuatku bingung.   Pandanganku terhenti pada cermin besar disudut ruangan. Membuatku melangkah mendekat lalu melihat bayanganku sendiri. Gaun cantik berwarna biru muda terlihat sangat kuno dan sederhana melekat di tubuhku.  Aku melangkah mendekati jendela yang tirainya sudah terbuka. Aku kembali tertegun. Jendela kamar ini memperlihatkan sebuah taman dengan berbagai macam warna bunga yang disusun menurut warna dan jenisnya.  Dari kamar ini aku bisa melihat hal yang jauh ada di ujung sana. Aku tidak tahu kamar ini di lantai berapa. Yang jelas, dari sini aku bisa melihat semua yang ada di daratan.   Tapi kembali ku serukan pertanyaan didalam hatiku. Sebenarnya ini dimana? Belum sempat aku memikirkan lebih jauh, decitan pintu terbuka membuatku sedikit terserentak sambil menoleh perlahan. Aku menghela napas lega.  Kukira laki-laki berwajah datar tadi yang kembali, ternyata dua orang perempuan yang menurutku sangat cantik dan manis. Mereka mengulas senyum, "Salam kami pada Putri."  Mereka membungkuk beberapa saat lalu kembali mendongak, "Saya Ra, dan disamping saya Ri. Kami akan melayani Anda untuk kedepannya, Putri."   Aku melangkah mendekat. Kurasa mereka berdua bukan orang yang jahat. "Em, baiklah. Namaku Vionetta Cathalina Elica. Cukup panggil aku Elica. Tapi, bisakah kalian jangan memanggilku Putri? Panggil saja namaku."  Kedua perempuan itu- ah, Ra dan Ri, saling bertatapan. Mereka mengerjap pelan lalu kembali menatapku sambil menunduk. "Maaf Putri. Kami tidak bisa melakukannya."   Alisku terangkat satu, "Kenapa?"   "Karena Anda orang penting disini, Putri. Dan kami tidak bisa tidak menghormati Anda." Jelas Ri membuat keningku semakin berkerut. Tetapi aku menyerah. Aku ingin bertanya kepada Ra dan Ri, tapi aku tak yakin.  Entahlah. Akan kutanyakan pada laki-laki tanpa ekspresi itu saja. Kalau bertemu lagi nanti. Seusai mandi, Ra dan Ri memilih gaun yang sama persis seperti yang ku pakai tadi. Terlihat kuno dan seperti gaun kerajaan yang pernah kulihat di sebuah film. Tapi perbedaannya, ini lebih tebal dari yang sebelumnya. Warnanya cantik. Perpaduan antara warna putih dan merah dengan motif indah yang terukir.  Perlu kutekankan, gaun ini sungguh sangat rumit! Untung saja ada Ra dan Ri yang membantuku memakainya. Dan biarku perjelas, Ra dan Ri kembar. Mungkin hanya mendengar nama mereka saja orang sudah tahu kalau mereka anak kembar.   Setelah membantuku memakaikan gaun cantik ini, mereka menuntunku untuk duduk di depan meja rias. Memoleskan bedak bubuk --yang sangat berbeda dengan bedak padat yang berada di tempatku--, memakaikanku lipstik cair --yang mirip seperti liptint-- dan benda lainnya yang tidak kutahu lagi karena memang aku jarang make up.  Tak lupa mereka menata rambutku dan menghiasinya dengan pernak-pernik cantik pada rambutku. Aku tertegun beberapa menit. Menatap wajahku yang sudah dipoles dengan berbagai macam warna oleh Ra dan Ri.  Kukira wajahku akan seperti badut yang sering kulihat di sirkus, tetapi ternyata riasan wajahku saat ini sangat terlihat natural. Bisa kulihat dari kaca, Ra dan Ri mundur beberapa langkah sambil menunduk. Merasa sudah selesai, aku berdiri.  Sempat melihat kembali wajahku pada cermin lalu menatap Ra dan Ri.   "Kalian sangat pintar merias wajah." Pujiku sambil tersenyum lebar.  "Terima kasih atas pujiannya, Putri." Jawab Ra dan Ri serempak.   "Tidak perlu terlalu formal padaku. Anggap aku teman kalian. Oke?"   "Tapi Puㅡ"   "Aku tidak menerima penolakan Ri," Potongku saat Ri belum menyelesaikan perkataannya.   "Baik, Putri." Jawab mereka.   Aku melirik pintu, "Sekarang tak apa 'kan kalau aku keluar?"   "Tentu saja tidak apa-apa Putri. Sekarang waktunya Anda makan. Biar saya antarkan Anda ke ruang makan." Ra menunduk singkat lalu berjalan di depanku. Membuka pintu dan membiarkanku lewat terlebih dahulu.  Baru saja aku menapaki kaki diluar kamar, aku kembali terperangah. Sebenarnya tempat apa ini? Bisa kulihat lorong yang panjang nan besar dengan lantai marmer yang sangat bersih.  Yang diujung lorongnya kembali terbagi lagi dengan lorong-lorong lainnya yang aku pun tak tahu ke mana lorong itu menuju.  Ra dan Ri menuntunku untuk berjalan melewati lorong-lorong ini hingga aku melihat ada tangga di sana. Kata Ra, masih ada tangga lainnya karena ini adalah lantai tujuh. Dan masih ada lantai lainnya di atas sana.  Bisa dibayangkan bukan seberapa tingginya tempat ini?   Aku kembali tertegun ketika kakiku sudah menapaki lantai dasar istana ini. Ini sungguh luar biasa indahnya. Aku tidak mampu berkata. Ini sangat indah. Lantai dasar ini sangat luas.  Di sini seperti kerajaan Romawi kuno yang pernah kulihat di internet. Interiornya sangat mewah dengan lantai marmer- sama seperti lantai lorong yang tadi kulewati. Atapnya sangat tinggi dengan pilar-pilar yang menjulang tinggi. Ada beberapa penjaga atau prajurit (atau apapun yang mereka sebut) di setiap sudut.   "Putri, ruang makannya disebelah sana," Suara Ri terdengar ketika aku baru saja ingin melangkah lebih jauh lagi untuk melihat-lihat. Bisa kulihat Ri menunjuk ruangan berpintu dua berwarna putih.   Kusunggingkan senyuman canggung, "Kurasa aku akan jalan-jalan terlebih dahulu." Aku memelankan suara, "Sedirian."   Aku hanya sedikit risih jika mereka terus mengekoriku. Ra dan Ri mengangguk lalu menunduk, "Baik, Putri."  Setelah mereka pergi, aku kembali mengedarkan pandanganku. Aku takjub. Ini sangat luar biasa! Aku berjalan sambil memandang sekeliling. Kira-kira dimana ya pintu keluarnya....   Tiba-tiba aku mendapatkan sebuah ide. Tak ingin membuang-buang tenagaku untuk berkeliling mencari pintu keluar, aku mendekat kesalah satu prajurit.   "Bisa aku bertanya sesuatu?"   Prajurit itu menoleh lalu langsung berlutut dengan satu lututnya sambil menunduk, "Salam saya untuk Putri."  "E-hm. Baiklah. Kau bisa berdiri sekarang." Kataku sedikit gugup. Oh, untung saja aku pernah menonton serial kerajaan. Jika tidak, mungkin sekarang aku akan gugup sekali hingga tidak bisa berbuat apa-apa.   Prajurit itu berdiri dan langsung kutodongkan dengan pertanyaanku kembali, "Bisakah aku bertanya sesuatu?"  "Tentu, Putri." Jawabnya tegas dan lantang. Aku hampir saja tertawa melihatnya yang terlihat kaku seperti ini. Yah, walau aku pun juga orangnya sangat kaku. Buktinya aku selalu dibuli Angela. Menurutnya, aku itu sangat kaku dan classy.   "Dimana pintu keluar?" Tanyaku langsung dengan semangat.  "Pintu keluarnya berada disana, Putri," Prajurit itu menunjuk pintu besar berwarna cokelat dengan beberapa ukiran di ujung pintu yang berwarna emas di ujung sana. Sangat jauh dari tempatku berada sekarang.  "Ohh... baiklah. Terima kasih."   "Apakah Anda ingin diantar, Putri?" Tanyanya tanpa menatapku karena kepalanya yang tertunduk. Aku pun sedikit bingung. Ra, Ri, dan penjaga ini berbicara denganku tanpa menatap mataku balik.   Aku tersenyum, "Tidak perlu. Aku hanya ingin menghirup udara segar."  Aku berjalan menuju pintu besar itu. Semua pintu yang berada diruangan ini sama besarnya, tetapi ini lebih besar. Bisa kulihat warnanya pun berbeda dari pintu lainnya. Seluruh tempat ini warnanya lebih dominan ke warna putih. Jadi terlihat lebih terang dan bersih.  Semua prajurit disini memegang sejenis tombak yang diujungnya terdapat besi atau aluminium atau baja (atau apa pun yang sejenis besi) yang terlihat runcing dan tajam. Bisa kutebak jika ujung tombak itu sedikit mengenai kulit, pasti akan langsung tergores.   Tak terasa aku sudah sampai di pintu yang dikatakan prajurit tadi. Kini ada dua orang prajurit yang menjaga di samping kiri-kanan pintu ini. Seakan mengetahui tujuanku di sini, kedua penjaga itu sekilas menunduk lalu membuka pintu besar itu.  Pintu perlahan-lahan terbuka, diikuti dengan cahaya matahari yang masuk melalui cela pintu yang terbuka. Aku bergeming beberapa saat. Perlahan kulangkahkan kakiku keluar. Terkagum-kagum menatap hamparan halaman yang dirawat dengan sangat baik.  Ada air mancur di ujung di tengah halaman dengan bunga-bunga berwarna-warni yang turut menyejukkan mataku. Kakiku melangkah entah kemana. Mataku masih menatap sekeliling dengan rasa takjub.  Langkahku langsung terhenti. Di depanku sekarang terdapat sebuah danau dengan air yang sangat jernih, dan terdapat teratai yang turut ikut memperindah danau ini. Ada sebuah jembatan yang terhubung dengan sebuah taman mini ditengah danau ini.   Masih terkagum-kagum dengan pemandangan ini, sebuah langkah kaki terdengar mendekat. Membuatku sedikit was-was sekarang.   "Apa yang kau lakukan disini?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD