BAB DUA PULUH

2229 Words
   Sora memasukkan kembali buku - buku catatan yang ia bawa ke dalam tasnya saat kelas tambahannya sudah berakhir. Dengan bergegas Sora keluar ruangan kelas karena hari sudah semakin larut. Saat sampai di persimpangan lorong, Sora menengok ke arah lorong dimana tempat Seowoo belajar. Terlihat sunyi.  “Kau mencariku?” , tegur Seowoo yang tiba-tiba muncul di belakangnya.  “Kkamchagiya (Kaget aku)!” , pekik Sora yang langsung maju selangkah sebelum berbalik ke belakang. Ia tidak ingin menabrak Seowoo untuk kedua kalinya hari ini.  Seowoo tersenyum, “Sepertinya benar. Kau mencariku.”  Sora memutar matanya, “Tidak. Aku hanya penasaran dengan lorong ruanganmu, sunbae. Sunyi sekali.” , balas Sora sambil melanjutkan langkahnya menuju pintu keluar diikuti dengan Seowoo di sampingnya.  “Ah, itu. Kau tahu, suasana kelas tingkat akhir dari sekolah menengah memang selalu mencekam. Karena perjuangan dan usaha kami di tahun - tahun sebelumnya benar - benar dipertaruhkan. Jau juga pasti akan merasakannya nanti.” , jelas Seowoo.  “Kalau begitu kenapa kau masih ikut tim basket, sunbae? Apa waktu luangmu begitu banyak?”  Seowoo tersenyum geli, “Apa aku terlihat punya banyak waktu luang? Kkk~ Aku hanya tidak ingin diriku stress karena semua tuntutan ini. Jadi aku mencari hiburan dengan olahraga, termasuk basket. Kau pasti mengerti soal itu.”  Sora mengangguk - angguk mengerti dan langkahnya terhenti saat dirinya tepat berada di depan ruangan administrasi, “Sunbae, kau duluan saja. Ada beberapa hal yang harus aku urus.”  “Oke.” , Seowoo melanjutkan langkahnya bersama siswa - siswi lainnya menuju pintu keluar.     Sora mendorong pintu kaca buram dan masuk menemui dua orang wanita yang waktu itu ia temui saat mendaftar.  “Silyehabnida (Permisi).. Saya mau membayar biaya kelas.” , ucap Sora sebelum dua wanita tersebut menanyakan maksud kedatangannya ke ruangan tersebut.  “Ah ne (iya), silahkan ke sebelah sini.” , ujar wanita berambut cokelat menunjukkan bagian pembayaran.  “Atas nama Kang Sora, benar?” , dikte wanita berambut cokelat yang juga mengurus pendaftarannya kemarin.  “Ne (iya).”  “Ini hari pertamamu, kan? Bagaimana? Apa kau menyukainya?” , tanya wanita tersebut mencoba untuk membuat Sora merasa nyaman selagi menunggunya mengisi Sora menggeliat sedikit mencoba mencari posisi duduk yang nyaman, “Cukup bagus. pembawaan materinya lebih mudah dipahami dibandingkan yang dijelaskan oleh guruku di sekolah.” , jawab Sora berusaha untuk tidak mengatakan hal-hal yang buruk.  Wanita tersebut tersenyum senang, “Syukurlah kalau begitu. Semoga betah ya belajar disini. Kang Sora-sshi.”     Sora memasukkan bibirnya ke dalam mulutnya kala menimbang - nimbang untuk menanyakan hal tentang tempat ini yang ada dalam pikirannya atau tidak. Tentu saja dirinya yang selalu ingin tahu pada akhirnya akan menanyakannya.  “Jeogi (anu)..” , Ragu masih merasa agak ragu untuk menanyakan hal ini.  “Ne (iya)? Malsseumhaseyo (Katakan saja).” , jawab wanita tersebut tetap ramah sejak awal mereka bertemu.  “Kenapa satu tingkatan kelas terdapat dua jenis kelas yang berbeda? Apa perbedaan dari keduanya selain harga?”     Wanita tersebut menahan diri untuk menjawab pertanyaan Sora dan menyelesaikan mengetik kata terakhir sebelum menjawabnya. Walaupun begitu, ia tetap tersenyum agar Sora tahu bahwa ia masih diam mendengarkan dan bukan mengabaikannya.     “Yah, bukan hanya dari segi harga, kualitas materi, pengajar, dan ruang belajarnya pun berbeda. Selain itu, pada kelas VIP, yaitu kelas dengan huruf A, mendapatkan layanan konsultasi belajar full 24 jam. Jadi mereka bisa bertanya pada tutor mereka jika mereka sedang mendapatkan kesulitan saat belajar di sekolah.” , jelasnya setelah selesai mengisi data Sora.  Sora mengangguk - angguk mengerti, “Waeyo (kenapa)? Apa kau berniat mengganti kelasmu?” , tanya wanita tersebut saat melihat reaksi Sora.  Sora menggeleng pelan sambil tersenyum miris sebagai jawaban.  “Baik, ini bukti pembayaranmu. Dan ini dokumen pendaftaranmu, jangan lupa minta tanda tangan orangtuma, ya. Kemarin aku lupa menyampaikannya padamu.”  “Ne (iya). Gamsahabnida (terima kasih).” , Sora menerima selembar kertas pendaftaran dan berukuran A4 yang berisi data dirinya  dan juga selembar kertas kecil panjang yang adalah bukti tanda pembayarannya.  Sora melihat jam dinding yang ada di atas pintu kaca buram ruang administrasi yang menunjukkan waktu pukul setegah sembilan malam, “Ya ampun aku harus cepat sebelum appa pulang.”     Suhu udara terasa sangat berbeda saat Sora melangkah keluar dari pintu masuk gedung tersebut. Udara dingin musim gugur benar - benar terasa pada permukaan kulitnya walaupun ia sudah memakai mantel.     Saat dirinya berbelok menuju sisi sampng gedung untuk menuju tempat ia memakirkan sepdanya, ia dikejutkan oleh kehadiran Seowoo yang tengah berdiri bersandar pada dinding gedung tak jauh dari tempat ia memakirkan sepedanya, ia terlihat sedang berbincang dengan seseorang melalui ponselnya. Segera, Sora pun  menghampiri Seowoo. “Sunbae? Apa kau menungguku?” , tanya Sora pada Seowoo saat Seowoo sudah selesai degan panggilan teleponnya.  “Ayo pulang.” , ajak Seowoo alih-alih menjawab pertanyaan Sora. Ia berjalan lebih dulu.  Sora tidak mengerti itu ajakan untuk pulang bersama atau perintah untuk dirinya agar segera pulang dan tidak berlama-lama lagi.  “Palli wa (Ayo cepatlah).” , sahut Seowoo yang sudah agak jauh di depannya.  Sora pun langsung mengambil sepedanya dan menuntunnya menyusul Seowoo, “Aish, kenapa juga aku harusa menurutinya.” , keluh Sora sambil membuka kunci pada ban sepedanya dan meletakkan kuncinya juga tasnya pada keranjang yang ada pada bagian depan sepedanya.     jalanan Seoul pada malam hari sama ramainya seperti pada saat siang hari. Orang-orang yang berlalu lalang di trotoar jalan masih terbilang ramai. Ditambah kendaraan pribadi dan juga kendaraan umum yang masih berlalu lalang melintasi jalanan.     Hal yang Sora sukai dari Seoul saat malam hari adalah pemandangan lampu - lampu jalan yang berusaha menerangi kegelapan dari taip-tiap sudut. Mereka begitu indah, pikir Sora.     Ia berjalan dengan tenang bersama Seowoo. Tidak ada yang memulai pembicaraan sejak terakhir topik yang bicarakan adalah mengenai tempat les tambahan mereka.  “Apa kau merasa tidak nyaman denganku?” , tanya Seowoo tiba-tiba.  “Ne (huh)? Apa aku terlihat begitu?”  Seowoo menarik napasnya dalam-dalam, membiarkan udara dingin musim gugur mengisi paru-parunya dan mengeluarkannya perlahan, “Kau terlihat diam sekali jika bersamaku. AKu khawatir aku membuatmu tidak nyaman.” “Aniyo, sunbae (Tidak, sunbae). Aku memang tidak banyak bicara.” , jelas Sora singkat. Ia menyadari bahwa dirinya memang terlalu diam dan tidak banyak bicara pada orang lain jika dirasa tidak ada yang haruas dibicarkan. Ia pun sadar jika dirinya bahkan tidak berusaha untuk mencoba mencari topik pembicaraan dengan orang lain.  “Jinjja (benarkah)? Tapi kulihat kau banyak bicara dengan teman laki - lakimu itu.”  “Teman laki - lakiku? Rei?” , tanya Sora memastikan. Seowoo mengangguk mengiyakan.  “Ah~ Itu karena dia yang memang suka sekali menggangguku. Dia tidak akan berhenti jika aku belum menceramahinya. Lagipula kami bertetangga.”  “Hmmm..” , Seowoo terlihat memikirkan sesuatu di kepalanya, “Apa aku harus mengganggumu juga biar kau banyak bicara padaku?”  “Hajima (jangan lakukan itu)! Atau aku akan menghindarimu.” , tegas Sora memberi peringatan.  Seowoo berjalan selangkah lebih dulu dari Sora dan membalikkan badannya menghadang jalan Sora, “Kenapa menghindariku? Kau tidak megnhindari temanmu itu walaupun dia sering mengganggumu.”  Sora menatap Seowoo, “Kau tahu, aku tidak bsia menghindarinya. Dia muncul dimana - mana. DIa wajah yang pertama kali kulihat di pagi hari. Saat membuka tirai kamarku saja yang kulihat adalah wajah bangun tidurnya. Bagaimana caraku menghindarinya?”  Seowoo mengangguk mengerti. Ia pun menyingkir untuk membiarkan Sora lewat, “Lalu apa kau menyukainya?” , interupsi Seowoo yang berhasil membuat Sora menghentikkan langkahnya dengan sendirinya.  “...”  “Kau menyukainya?” , tanya Seowoo lagi.  “Cih, apa aku gila? Menyukai orang seperti Rei.” , jawab Sora dengan nada meremehkan.  Padahal jantungnya sudah berdebar kencang sejak nama Rei disebut.  Seowoo mengambil pergelangan tangan Sor dan menggenggamnya beberapa saat.  Setelah beberapa saat, Sora menarik kembali tangannya, “Wae iraeyo (Kenapa sih)?”  Seowoo menahan dirinya untuk tidak tertawa dan hanya menyisakan bibirnya yang membentuk simpul senyum geli, “Geotjimal ittjanha (Bohong kan)?”  Sora menatap Seowoo dengan tatapan bingung, menunggu Seowoo untuk menjelaskan deduksinya menyimpulkan bahwa Sora telah berbohong.  “Denyut nadimu cepat sekali. Aliran darahmu sedang mengalir dengan cepat, jantungmu juga pasti memompa dengan tempo yang cepat. Singkatnya, jantungmu sedang berdebar - debar.” , jelas Seowoo berhasil menbuat Sora tercengang tidak percaya.  “A-ada apa denganmu, sunbae?” , tanya Sora merasa dirinya sudah ketahuan.  Seowoo melanjutkan langkahnya, “Tidak apa, aku hanya ingin memastikan kau tidak memiliki perasaan khusus padaku.”  “Ha!”  “Rupanya kau sudah memiliki orang lain yang kau sukai. Dahaengida (Baguslah).” , Seowoo tersenyum senang.  Mendengar hal itu, Sora sedikit terkejut sekaligus penasaran. Ia mempercepat langkahnya agar sejajar dengan Seowoo, “Apa maksudmu, sunbae?”  Seowoo menatap Sora yang sudah berjalan beriringan di sampingnya, “Karena aku menyukaimu.” , Sora terdiam. Ia merasa ini bukanlah ungkapan perasaan yang biasanya ia lihat dalam film - film romantis yang pernah ia tonton sebelumnya.  “Johahae (Aku menyukaimu), dan ingin berteman denganmu.” , lanjut Seowoo dan Sora masih diam ingin mendengar lebih banyak.  “Aku senang jantungmu berdebar karena orang lain. Jadi aku tidak perlu khawatir kau akan menyukaiku nantinya.” , jelas Seowoo berharap Sora memberikan tanggapannya.  “Waeyo (kenapa)?”  “Karena aku benar-benar hanya ingin berteman tanpa ada perasaan yang lain.”  “Aku tidak tahu harus berkata apa.” , balas Sora apa adanya. Dia benar - benar tidak tahu harus merespon bagaimana.  Seowoo tersenyum geli, “Bagaimana denganmu? Apa kau mau berteman denganku?”  “Apa butuh persetujuan dalam berteman?” , tanya Sora.  “Aku hanya mengingatkanmu untuk tidak memiliki perasaan khusus padaku.”  Sora tidak bisa lagi menahan gelak tawanya mendengar apa yang baru saja Seowoo katakan. Tangannya dengan otomatis memukul bahu Seowoo saat tertawa, “Ya (hei)! Jujur saja, walaupun sunbae adalah bintang di sekolah, idola para siswi, sunbae benar-benar bukan tipeku.”  Seowoo merasa tersinggung, “Lalu tipemu yang seperti apa? Seperti Rei?”  Mendengar nama Rei, tawa Sora langsung terhenti dan hal itu justru membuat Seowoo tertawa.  “Utjima (Jangan tertawa)!” , protes Sora dengan pipinya yang sudah memerah karena malu.  “Araseo araseo (iya iya aku mengerti).” , Seowoo berusaha menahan tawanya. Sudah lama ia tidak berbincang bebas seperti ini.     Tanpa terasa, mereka sudah sampai di persimpangan jalan dekat jembatan Jamsu menuju rumah Sora. Tawa Seowoo berhenti dan ia berdehem untuk melembabkan tenggorokannya yang terasa kering karena tertawa.     Rei dan Yuri menyelesaikan piknik malam mereka walaupun pertunjukkan air mancurnya belum selesai dan menyisakan satu tembakan air mancur lagi yang akan dimulai dua puluh menit lagi. Namun, Yuri merasa sudah cukup puas dengan satu pertunjukkan air mancur yang ia lihat tadi. Ia merasa tidak enak karena sudah membuat seorang siswa sekolah menengah atas pulang selarut ini walaupun Rei berkata bahwa dirinya tidak apa - apa jika pulang lebih malam lagi. Karena Yuri yang memaksa, Rei mau tidak mau menuruti.    Mereka pun berjalan menuju tempat yuri memakirkan mobilnya. Rei mengikuti di belakangnya untuk mengambil sepedanya yang ada di dalam bagasi belakang mobil Yuri. Dari tempat Yuri mengajar piano, mereka pergi ke taman ini menggunakan mobil sedan berwarna putih bersih milik Yuri. Beruntung sepeda milik Rei adalah tipe yang bisa dilipat, jadi ia tidak perlu mengambil sepedanya kembali ke gedung tempat Yuri mengajar tadi, dimana ia memakirkan sepedanya.     Tempat Yuri memakirkan mobilnya di tempat parkir depan sebuah restoran yang berada di seberang jalan taman Hangang. Tak diduga, ketika Rei menunggu Yuri membuka bagasi belakang, ia melihat Sora tepat di seberang jalan, tengah tertawa - tawa bersama Seowoo. Suasana hatinya berubah drastis melihat hal itu tepat di depan matanya. Sora yang tengah memperhatikan Seowoo yang sedang bicara, tidak menyadari Rei yang sedang menatapnya dari seberang jalan.     Mata Rei terus mengikuti langkah Sora dan Seowoo. Ia tidak menyadari pintu bagasi belakang yang sedang terbuka secara otomatis hingga tangannya tersenggol dan menyadarkannya. Ia pun mundur sedikit membiarkannya terbuka sepenuhnya. Saat matanya kembali mencoba mencari keberadaan Sora, rupanya mereka sudah menjauh dari jangkauan pandangannya.  “Apa yang sedang kau lihat?” , tanya Yuri sekembalinya dari pintu depan mobil.  Rei menggeleng dengan tidak fokus, “Aniya, amugeotdo (Tidak, bukan apa - apa).” , Rei tidak ingin melepaskan tatapannya pada Sora, takut-takut ia akan kehilangan jejak Sora.  Rei segera menurunkan sepedanya dan membukanya kembali secepat yang ia bisa, “nee-san, terima kasih untuk hari ini ya. Tto boja (sampai bertemu lagi).” , pamit Rei dan langsung bergegas pergi dari situ.  Yuri yang tidak diberi kesempatan untuk menjawab hanya bisa melambaikan tangan dengan canggung, “Kenapa dia sangat terburu - buru?” , gumam Yuri sambil memandangi Rei yang sudah sampai ke jalan.     Tak mau memikirkannya lebih lanjut lagi, Yuri memilih untuk menutup bagasi belakang mobilnya dan kembali masuk ke dalam mobil. Di dalam mobilnya, Yuri mengecek ponselnya dan membalas pesan yang masuk satu per satu. Salah satunya adalah pesan masuk dari penyelenggara kontes piano yang diikuti oleh Rei.     Selesai memastikan ia telah membaca semua pesan dan membalasnya, ia pun menarik sabuk pengaman dari tempatnya. Saat hendak bersiap memakai sabuk pengaman, ia melihat bingkisan yang ada di kursi belakang melalui kaca spion atas mobil. Ia pun menoleh ke belakang untuk memastikan yang dilihatnya adalah benar.     Benar saja, bingkisan oleh - oleh dari Jepang yang memang sengaja ia bawa untuk diberikan pada Rei, tertinggal begitu saja karena ia lupa memberikannya tadi. Yuri pun berinisiatif untuk menyusul Rei yang pasti belum jauh dari sini. Lampu depan dan belakang mobilnya langsung menyala begitu ia menyalakan mesin mobil.  *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD