BAB SEMBILAN

3810 Words
Sore hari pada hari minggu ini terasa sangat panjang. Rutinitas yang biasa Sora lakukan di hari Minggu sudah ia lakukan, tetapi terasa seperti masih banyak waktu yang tersisa sebelum hari menjadi gelap. Dan Sora sudah terlalu bosan menunggu untuk hal itu. Ini sudah lebih dari dua jam Sora hanya berbaring di sofa bermalas–malasan. Membiarkan televisi menyala walaupun tidak ditonton, berbaring sambil melihat–lihat beranda akun sosial medianya yang penuh oleh kabar terkini teman–teman sekelasnya yang pergi berkegiatan di luar. “Aku bosan sekali..” , keluh Sora sambil menutupi wajahnya dengan bantalan sofa. Sora tidak mengerti kenapa gurunya malah tidak memberikan tugas kemarin, padahal keesokan harinya adalah hari Minggu dan ada banyak waktu untuk mengerjakannya. Mungkinkah ia sengaja untuk memberikan waktu rehat sejenak untuk murid–muridnya? sepertinya iya. Tetapi bagi Sora, ini lebih terasa seperti hukuman baginya. Sifat tertutup dan cueknya Sora membuatnya tidak mendapatkan banyak teman di sekolahnya. Ada beberapa teman perempuan yang ia kenal, dan Sora pun sudah beberapa kali mencoba bergaul dengan mereka. Tetapi hasilnya tidak seperti yang Sora harapkan. Ia merasa dunia mereka dengan dunianya sangat berbeda jauh, dan hal itulah yang membuatnya seperti patung pajangan yang ikut nimbrung di meja café dengan hanya meminum jus mangga yang ia pesan dan menyimak pembicaraan yang benar–benar tidak membuatnya tertarik sama sekali. Tetapi bukan berarti hal itu membuat teman–teman perempuan Sora berhenti mengajak Sora untuk pergi keluar bersama, bahkan mereka menambahkan Sora ke dalam grup chat mereka walaupun Sora tidak terlihat berperan banyak dalam pembicaraan. Mereka tetap mengajak Sora tiap kali mereka berencana untuk pergi keluar bersama, namun Sora sendirilah yang menolak ajakan itu. Sangat berbeda jauh dengan Rei yang supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Terkadang Sora merasa minder saat sedang pergi keluar dengan Rei dan mereka secara tidak sengaja bertemu dengan kenalan Rei. Terutama jika orang itu adalah seorang perempuan. Ia menyingkirkan bantal sofa yang menghalangi pandangannya. Matanya beralih ke televisi yang sedang menayangkan acara variety show rutin akhir pekan, namun perhatiannya lebih tertuju pada boneka katak yang terpajang di samping televisi. Ia tersenyum teringat saat mereka pergi ke taman hiburan pada malam hari yang saat itu adalah bertepatan dengan hari ulang tahun Sora tahun lalu. Hari itu adalah awal musim panas tahun lalu. Rei sudah berjanji akan mengajak Sora pergi ke taman hiburan saat Sora berulang tahun, dan Rei benar–benar menepati janjinya. Rei bahkan merelakan tidak ikut ayah dan ibunya pergi ke rumah nenek dari ibunya karena janjinya. Beruntungnya, orangtua Rei memaklumi dan mengijinkan Rei tidak ikut pergi mengunjungi nenek dari ibunya. Sejak dari rumah, Sora sudah merasa bersemangat. Ia benar–benar menantikan hari ini. Sebenarnya ia bisa saja pergi ke taman hiburan kapanpun dengan Rei, tetapi hari ini berbeda. Sora senang karena Rei tidak melupakan janjinya empat bulan yang lalu saat mereka melewati taman hiburan yang tutup karena salju turun lebat saat itu. “Soraaaa~” , panggil Rei dari jendela kamarnya. Ia sudah memakai seragamnya dengan rapi. Tak lama Sora muncul sambil merapikan rambutnya yang hendak ia ikat, “Hmmm?” , sahut Sora tidak terlalu jelas karena mulutnya menjepit ikat rambut sedangkan kedua tangannya sibuk menyatukan rambutnya ke belakang. “Saengil chukkae, jangan lupa ya sore nanti.” , ucap Rei yang membuat ujung bibir Sora tertarik ke atas. “Aku tidak akan menunggu, jadi kalau kau terlambat akan aku tinggal.” , ancam Rei sengaja. “Hmm mmm mmm mmm..” , balas Sora tidak jelas karena kedua bibirnya masih menjepit ikat rambutnya. “Nani? Aku tidak bisa mendengarmu dengan jelas.” Sora pun menahan rambutnya yang sudah ia satukan ke belakang dengan tangan kirinya, mengambil ikat rambut dari mulutnya dengan tangan kanannya dan mengikat rambutnya dengan cepat. “Aku tidak akan terlambat.” , sahut Sora bersemangat mengulang perkataannya yang tidak terdengar dengan jelas sebelumnya. Rei hanya tersenyum melihat Sora yang begitu bersemangat. “Aku sudah siap? Kau sudah siap?” , tanya Rei. Sora mengambil tasnya dan memakainya sebelah di bahu kanannya. “Aku juga sudah.” “Oke aku akan turun. Tunggu aku di depan ya.” , Sora mengangguk mengerti dan bergegas keluar kamar menuruni tangga. Begitu juga Rei yang langsung menyambar tasnya yang ia letakkan di samping meja belajarnya dan bergegas turun ke bawah mencari ibunya untuk mencium pipi ibunya sebelum berangkat ke sekolah. Pada Sore harinya ternyata tidak seperti yang mereka harapkan. Kelas tambahan membuat mereka masih di sekolah pada sore hari. Saat mereka sampai di rumah, hari sudah gelap. sora dan Rei pun bergegas mandi dan langsung berpakaian, tanpa makan terlebih dahulu, mereka langsung pergi. Rei memakai t-shirt putih polos dan dipadu dengan celana bahan berwarna hitam, tak lupa jam tangan melingkar di tangan putihnya, kemeja hitam kebesaran yang ia gantungkan di pundaknya, dan sepatu converse hitam. Benar–benar sederhana namun terlihat mewah. Rei menunggu Sora di luar pintu gerbang rumah Sora sambil memainkan ponselnya. Rupanya ia mencari tahu makanan apa yang ada dijual di taman hiburan yang akan mereka kunjungi. Masih mencari, pintu gerbang Sora pun berbunyi saat Sora membuka dan menutupnya. Penampilan Sora juga sama sederhananya seperti Rei. Overalls pendek sepaha berwarna biru luntur berbahan denim ditambah kaos putih lengan pendek di dalamnya, sepatu kets yang membuatnya terlihat lebih tinggi, dan rambutnya ia biarkan tergerai jatuh ke bahunya. Rei beralih menatap Sora lama membuat yang ditatap merasa canggung, “Apa? Apa ada noda di bajuku?” , tanya Sora sambil melambaikan tangannya di depan wajah Rei. “Kau yakin berpakaian seperti itu?” , tanya Rei sambil menaikan sebelah alisnya. Sora pun mencoba melihat apa yang salah dengan cara berpakaiannya, namun tidak ada yang salah pikirnya. “Memangnya kenapa? Tidak ada masalah dengan pakaianku.” “Ya sudah ayo cepat. Aku sudah lapar.” Sora mengernyitkan dahinya, ia tidak mengerti apa yang Rei maksudkan sebelumnya soal cara berpakaiannya. “Cih, ada apa dengannya?” , gumam Sora sambil mengikuti Rei yang sudah berjalan pergi. Beruntung taman hiburannya buka sampai malam hari, setidaknya Rei tetap bisa menepati janjinya hari ini. Hal pertama yang mereka cari adalah stand yang menjual makanan. Diantara semua makanan yang dijual di sana, mereka memilih untuk makan kue ikan juga tak ketinggalan tteokpokki. Rei mencoba makan dengan amat hati–hati agar saus tteokpokkinya tidak mengenai bajunya. Setelah puas mengisi perut kosong mereka, puluhan wahana yang ada di taman hiburan sudah menunggu. Rei dan Sora berkeliling melihat–lihat semua wahana yang ada, mereka berhenti di stand permen kapas karena Sora menginginkan permen kapas besar yang sengaja dipajang untuk menarik perhatian pembeli. Sora adalah salah satu pembeli yang terpancing. “Wahana mana yang ingin kau coba lebih dulu? Bianglala? komidi putar? roller coaster? hysteria?” , tanya Rei setelah membayar permen kapas untuk Sora. Rei mempersilahkan Sora untuk menaiki apapun yang Sora inginkan, karena hari ini hari ulang tahun Sora, ia membiarkan Sora yang menentukannya dan ia hanya akan menurutinya saja. “Ummm.. Ayo sini ikut aku.” , Sora menarik tangan Rei menuju salah satu antrian panjang yang ada di salah satu wahana yang ada di sana. “Kora-kora!” , sahut Sora sambil memperlihatkan sebuah wahana yang berupa perahu yang cukup besar, terayun ke depan dan belakang, semakin lama semakin kencang dan lambat laun akan melambat dan berhenti dengan sendirinya. Mendengar teriakan dari orang–orang yang sedang menaiki wahan itu membuat Rei bergidik. “Kau yakin?” , Sora mengangguk cepat menunjukkan dirinya sama sekali tidak ragu akan hal ini. “Tapi antriannya masih panjang. Makanan yang tadi kita makan juga belum sepenuhnya turun, permen kapas ini juga belum habis.” , jelas Sora sambil menunjukkan permen kapas ukuran besar yang baru ia makan sepertiganya. Rei merasa lega mendengar hal itu, “Baiklah, ayo kita coba permainan–permainan lainnya. Kajjaaa~” , Rei mendorong kedua bahu Sora, membawanya menjauh dari wahana kora–kora. Dan Rei membawa sora pergi ke permainan pukul buaya. Permainan ini adalah sebuah kotak yang teradapat beberapa lubang yang nantinya akan menjadi tempat keluar masuknya boneka buaya secara acak. Pemain harus berhasil memukul buaya yang muncul sebanyak–banyaknya. Jumlah score yang didapat nantinya akan ditukarkan dengan berbagai hadiah menarik tergantung banyaknya jumlah score yang didapat. Sora mengajukan diri untuk memainkannya lebih dulu. Ia pun memberikan permen kapasnya pada Rei agar ia leluasa memegang palu pemukulnya yang terbuat dari plastik. Sora bersiap–siap dengan meregangkan tangannya dan memutar pinggangnya, sementara Rei memasukkan koin. Musik pun mulai terdengar dari mesin yang menjadi pertanda dimulainya permainan. Boneka buaya mulai muncul keluar masuk secara acak dan cepat membuat Sora kewalahan. Setelah satu menit, musik pun berhenti dan permainan berakhir. Sora hanya mendapat score 150 karena ia berhasil memukul 15 buaya yang muncul. Sora menekuk wajahnya sebal karena ia hanya berhasil mendapatkan sebuah lollipop dari skornya. Rei menahan tawanya, ia tidak ingin jadi sasaran kekecewaan Sora. Namun walaupun begitu, Sora tahu bahwa Rei pasti menertawakannya walaupun dalam hati. Ia pun mengambil kembali permen kapasnya dari tangan Rei, agar Rei bisa bermain. Setelah memasukkan koin, wajah Rei tampak tenang menunggu boneka–boneka buaya muncul. Musik permainan pun sudah mulai terdengar, dan saat itu juga Rei memukul telak semua boneka buaya yang muncul. Karena ia sudah terbiasa bermain piano yang membutuhkan konsentrasi pada koordinasi tangan dan mata, permainan seperti ini bukanlah hal sulit baginya. Score sempurna 600 berhasil Rei dapatkan. Mulut Sora ternganga melihat Rei mendapatkan sebuah phone case dari score yang didapatkannya. “Heol...” , ucap Sora spontan. Rei tersenyum bangga dan menaik turunkan alisnya merasa menang. Sora merasa terpancing karena hal itu. Ia paham betul Rei menantangnya. Mereka pun beralih ke permainan selanjutnya, yaitu panahan. Pemain akan diberikan lima buah anak panah yang nantinya akan dilemparkan dengan tepat agar mengenai titik tengah papan sasaran yang diletakkan enam meter di depan meja pembatas. Sora dan Rei memainkannya langsung bersama karena permen kapasnya pun sudah Sora habiskan. Anak panah sudah digenggam oleh tangan kiri mereka masing–masing agar tangan kanannya leluasa melempar anak panah. Permainan yang membutuhkan konsentrasi untuk mengenai sasaran bukanlah hal yang sulit bagi Sora yang terbiasa membidik bola basket agar masuk tepat ke dalam keranjang. Dan benar saja, anak panah Sora menempati titik–titik dekat titik tengah papan sasaran. Berbeda dengan Rei yang anak panahnya terpencar di papan sasaran, bahkan ada anak panah yang tertancap diluar papan sasaran. Sora berhasil memenangkan sebuah boneka kuda poni biru berukuran sedang sedangkan Rei tidak berhasil mendapatkan apa–apa. “Sepertinya aku mengalahkanmu kali ini, Rei.” , goda Sora sambil memamerkan boneka kuda poni biru yang baru saja ia dapatkan. Rei memutar matanya jengah sedangkan Sora tersenyum senang. Rei menghentikan langkahnya, ia tersenyum melihat apa yang menanti mereka di depan, “Kau mau benar–benar bertanding? Kalau begitu benda yang disana itu yang akan menentukan.” , Sora melihat benda besar yang Rei tunjuk. Itu adalah sebuah mesin capit boneka. Sora mengernyitkan dahinya. Rei mendorong Sora mendekat menuju mesin capit boneka. Sebelum mereka sampai, sudah ada pasangan yang sudah terlebih dahulu bergelut dengan mesin capit boneka tersebut. Mengarahkan capit ke tumpukan boneka yang dibiarkan berserakan dibawah capit, lalu menekan tombol untuk membuka dan menurunkan capit agar mengenai boneka, setelah itu menekan tombol lagi agar capit menutup dan menjepit boneka. Beruntung jika berhasil menjepit boneka, tetapi belum sampai disitu. Kita juga harus berhasil mengarahkan capit yang sudah menjepit boneka ke lubang tempat keluar bonekanya agar bisa kita ambil. Hal itu terdengar mudah tidak seperti saat melakukannya, karena seringkali terjadi dimana boneka yang sudah tercapit jatuh kembali saat diarahkan menuju lubang keluarnya. Rei dan Sora memperhatikan baik–baik bagaimana pasangan tadi berusaha mendapatkan boneka. Namun setelah berupaya berkali–kali pun tidak mendapatkan hasil, akhirnya pasangan tadi pun menyerah. Mereka pergi dari tempat itu menuju wahana yang lain dengan sang wanita yang terlihat mengeluh karena sang pria gagal mendapatkan boneka. Rei dan Sora saling menatap dengan tatapan ragu lalu saling tersenyum dengan terpaksa untuk menyembunyikan keraguan di hati mereka. Bagiamana pun juga ini adalah duel bagi mereka. Untuk orang lain mungkin hal ini terdengan sepele dan kekanak–kanakan, tetapi bagi mereka ini adalah pertarungan harga diri. “Oke, baiklah. Mari kita lihat siapa yang akan berhasil.” , Sora melemaskan tangannya dengan membunyikan sendi yang terdapat di buku-buku tangannya dan memutar kepalanya bersiap–siap. Setelah memasukkan beberapa koin barulah Sora bisa menggerakan capitnya. Mengarahkan dengan hati–hati, lalu ketika dirasa tepat, ia pun menekan tombol agar capitnya terbuka dan turun. Capitnya jatuh tepat di kepala sebuah boneka bebek yang memakai topi biru. Benar–benar boneka yang lucu. Ia pun menekan tombol agar capitnya menjepit boneka bebek itu. Namun sayangnya capitannya hanya menjepit topi boneka bebek tersebut. Sora mulai khawatir. Ia berusaha tenang dan mengarahkan capitnya dengan perlahan menuju lubang tempat bonekanya keluar. Belum sampai di atas lubang, boneka bebek itu jatuh kembali bergabung dengan kawanannya. Sora menundukkan kepalanya menahan rasa kesal. Rei tidak menertawakannya, ia tahu itu bukanlah permainan yang mudah. “Oke, sekarang giliranku.” , Rei mendorong bahu Sora dengan bahunya menyuruhnya untuk menyingkir. Sora menatap Rei sebal, ia masih merasa kesal dengan mesin capit boneka ini. Sora bergeser ke sisi lain agar ia bisa melihat lebih dekat permainan Sora. Dengan semua perhatian dan kehati–hatiannya, Rei gagal juga. Ia mendengus kesal, begitu juga Sora yang menyayangkan hal itu. “Ah! Padahal tadi itu nyaris sekali.” , keluh Sora. Mendengar hal itu membuat Rei semakin bertekad untuk mengalahkan mesin capit boneka ini. Ia tidak lagi memikirkan duelnya dengan Sora. Kalah dari Sora memang terasa menjatuhkan harga dirinya, namun kalah dari sebuah mesin capit boneka, harga dirinya serasa diinjak–injak. Rei pun memberikan kemeja hitam yang sejak tadi ia pegang pada Sora. Mematahkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, melemaskan jari–jari tangannya, Sora tahu betul kali ini Rei benar–benar serius ingin melawan mesin capit boneka ini. Setelah memasukkan beberapa koin, Rei memusatkan semua perhatiannya pada capitan dan gerakan tangannya yang memegang kendali capit. Sora yang melihat hal itu ikut merasakan ketegangan yang Rei rasakan. Kembali memasukan beberapa koin, lagi, dan lagi, entah sudah berapa kali Rei mencoba, trial and error. Namun pada entah kesekian kalinya, capitnya menjepit bagian leher boneka katak yang memakai toga di kepalanya. “Oh!” , sahut Rei dan Sora bersamaan. Rei dengan keringat yang mulai terlihat di sekitar pelipisnya dengan hati–hati menggerakan capit dan mengarahkannya ke lubang. Dan benar saja, ia berhasil. “WAAAA!” , sorak Sora dan Rei kegirangan. Mereka saling melihat dan tanpa sadar langsung berpelukan karena senang. Rei melepaskan pelukannya dan mengambil boneka yang berhasil ia dapatkan. Sementara Sora merasa aneh,ia menyadari bahwa mereka baru saja berpelukan. Namun karena Rei terlihat tidak mempermasalahkan hal itu, Sora pun menganggap hal itu hanya angin lalu. “Lihat kan? Aku berhasil.” , ucap Rei dengan bangga. Sora mengangguk mengiyakan, ia tidak ingin merusak kesenangan Rei atas keberhasilannya mengalahkan mesin capit boneka ini. “Ini.” , Rei memberikan boneka katak yang baru saja ia dapatkan dengan susah payah. “Untukku? Kenapa? Kau sudah bersusah payah untuk mendapatkan boneka ini.” “Iya. Aku ingin kau menjaganya, agar kau selalu ingat bahwa aku telah mengalahkanmu dalam permainan capit boneka.” , jelas Rei yang membuat Sora memanyunkan bibirnya sebal. “Kalau begitu ini untukmu.” , Sora memberikan boneka kuda poni berwarna biru yang tadi berhasil ia dapatkan setelah memenangkan permainan lempar panah. “Kenapa?” “Agar kau ingat bahwa kau payah dalam permainan lempar panah.” , jelas Sora membalas penghinaan Rei. Rei yang mendengar hal itu mendengus sebal. Sora selalu bisa membalasnya. “Kau masih ingin naik kora–kora?” , tanya Rei. “Tentu saja mau.” “Kalau begitu kita antri sekarang, hari sudah semakin malam. Aku juga haus.” , jelas Rei sambil menunjukkan waktu pukul sembilan lewat lima menit yang tertera pada jam tangan Rei. “Kalau begitu kita cari minum dulu.” , ajak Sora. Mereka pun pergi. Saat mereka melewati komidi putar, Rei berhenti. “Kau tidak ingin menaiki ini, Sora?” , ledek Rei sambil menunjuk dengan matanya pada komidi putar yang ada di samping mereka. “Kau pikir aku anak kecil.” , balas Sora sambil menyikut Rei. Rei tertawa melihat reaksi Sora. Rei dan Sora pergi menuju barisan antrian, mereka sudah dengan minuman di tangan mereka. Rei dengan jus mangganya, sedangkan Sora dengan air mineral kemasan botol. Sora yang peduli akan kebutuhan tubuhnya pada air, tidak bisa lepas dari air mineral. Mereka berada di antrian paling terakhir. Walaupun begitu mereka senang karena antrian di depan mereka tidak sepanjang yang sebelumnya. Hanya tinggal menunggu satu kali rombongan lagi untuk sampai ke giliran mereka. Tak lama, datang dua orang gadis ikut mengantri di belakang mereka. Awalnya Rei dan Sora tidak begitu memedulikan mereka karena sibuk dengan perdebatan kecil yang biasa terjadi antara Sora dan Rei. Namun salah satu gadis dengan rambut yang dikepang ke samping itu merasa tidak asing pada Rei ketika melihat wajah Rei tampak samping saat Rei membalas perkataan Sora. “Rei?” , panggil gadis itu menginterupsi keributan di depannya. Sora dan Rei sama–sama menengok ke asal suara. Rei sedikit terkejut, “Yuri nee-san?” , Sora yang mendengar nama itu akhirnya mengetahui sosok Yuri yang pernah beberapa kali Rei ceritakan padanya. “Hai Rei, Hisashiburi~” , sapa gadis itu yang ternyata adalah Yuri, teman sekelas dalam kelas piano Rei di Jepang. “Hisashiburi.” , balas Rei masih dengan keterkejutannya. “Aku tidak menyangka kita akan bertemu disini.” Rei tertawa canggung, “Ahahaha iya, aku juga. Kau datang bersama temanmu, nee-san?” Yuri mengangguk, “Perkenalkan, dia teman kampusku, Mina. Dia orang Jepang.” “Hajimemashite, Rei-desu.” , sapa Rei dengan formal sambil sedikit membungkukan badannya menunjukkan rasa hormatnya kepada yang lebih tua. Yuri lebih tua dari dua tahun dari Rei, maka ia pun menyimpulkan bahwa temannya Yuri juga lebih tua darinya. “Hisashiburi, aku Mina. Tidak perlu terlalu formal. Santai saja.” , balas Mina sambil menunjukkan senyumnya. “Ah oke. Ini temanku, Sora. Kang Sora.” , ucap Rei sambil menunjukkan Sora dengan tangannya. Sora yang sejak tadi merasa diabaikan dan menunggu–nunggu gilirannya untuk memperkenalkan diri, langsung menundukkan sedikit kepalanya sambil tersenyum canggung, “Ne, annyeong haseyo, aku Sora, temannya Rei.” “Ne, annyeong haseyo. Aku Yuri dan ini temanku Mina. Tidak perlu canggung, aku juga orang Korea kok.” , balas Yuri ramah mencoba membuat Sora nyaman dengannya. “Ah iya.” , balas Sora singkat mengakhiri pembicaraannya dengan Yuri. “Bagaimana dengan persiapan kompetisimu, Rei?” , tanya Yuri membuka kembali percakapan dengan Rei. Sora yang merasa tidak terlibat dengan pembicaraan hanya mendengarkan. Hari semakin malam, membuat angin yang bertiup menjadi semakin terasa dingin. Sora yang tidak tahan dengan dingin dengan tubuh kurusnya, mengusap–usap lengannya yang tidak tertutupi lengan pendek bajunya, mencoba menghangatkan bagian itu dari terpaan angin dingin malam yang datang. Rei mendengarkan Yuri dengan seksama dan memberikan reaksi yang menyenangkan pada setiap omongan yang keluar dari mulut Yuri. Walaupun matanya terfokus pada Yuri yang sedang mengajaknya berbicara, tetapi ia juga merasakan dinginnya angin malam yang datang. Ia pun memberikan kemeja hitam yang sedari tadi ia bawa dari rumah untuk luaran t-shirt putihnya pada Sora tanpa menatapnya. Matanya tetap terpaku memberikan perhatian pada setiap pertanyaan yang Yuri berikan padanya. Sora menatap Rei yang memberikan kemeja miliknya pada Sora. Rei tidak menatapnya, tetapi Rei menyodorkan kemejanya beberapa kali pertanda meminta Sora untuk memakainya. Sora menerima kemeja Rei dengan ragu, tetapi tangan Rei tanpa aba–aba langsung mengambil botol air mineral dari tangan Sora agar Sora bisa memakai kemeja miliknya tanpa kesulitan. Semua itu Rei lakukan sambil terus berbicara dengan Yuri. Sora merasa tersentuh karena hal ini. Ia merasa ada sesuatu yang menggelitik perutnya saat menatap Rei yang sedang tertawa menanggapi ucapan Yuri. Temannya Yuri–Mina, yang sejak tadi juga hanya menyimak pembicaraan Rei dan Yuri, ternyata memperhatikan sikap Rei pada Sora. Ia memberikan senyum dengan banyak arti pada Sora saat Sora menatapnya setelah memakai kemeja Rei yang kebesaran di badannya. Sora membalasnya dengan tersenyum canggung. *** Sora tersenyum mengingat saat itu. Ia pun bangkit dari sofa dan bergegas ke kamar mandi. Selesai mencuci muka, ia langsung melangkahkan kakinya menuju rumah Rei yang tepat berada di samping rumahnya. Sora memencet bel yang segera mendapat jawaban dari dalam, “Siapaa?” , terdengar suara ibunya Rei ramah. “Imooo, ini aku, Sora.” , jawab Sora sedikit menaikan volume suaranya. Pintu pun terbuka menampakkan ibunya Sora yang sedang memakai sarung tangan karet berlumuran pasta cabai merah, “Eh Sora. Ayo masuk. Rei sedang pergi keluar sebentar. Katanya mau beli sesuatu.” , jelas ibunya Rei sambil membuka pintunya lebih lebar mempersilahkan Sora masuk. “Oh begitu. Imo sedang membuat kimchi? Aku bantu ya, aku juga mau belajar membuat kimchi seenak buatan imo.” Ibunya Rei terkekeh mendengar pujian dari Sora, “Tidak perlu. Imo baru saja selesai. Kau tunggu saja Rei di kamarnya, sebentar lagi dia kembali.” “Nee.” , jawab Sora patuh. Ia segera menaiki tangga menuju kamar Rei. Saat Sora membuka pintu, sebuah aroma khas langsung tercium. Ini aroma khas kamar Rei. Ini aroma Rei, atau lebih tepatnya aroma cologne yang biasa Rei pakai. Aroma manis maskulin yang menenangkan. Mata Sora menangkap sebuah boneka kuda poni biru yang diletakkan di bawah lampu belajar Rei. Ia tersenyum melihatnya, tidak menyangka Rei akan benar–benar menyimpannya. Tak lama, gagang pintu kamar Rei bergerak dan pintu terbuka menampakan Rei dengan hoodie abu–abu membawa sekantong plastik makanan ringan. “Apa ini? Bagaimana bisa kau kesini saat aku membeli banyak makanan ringan? Kau memata–mataiku?” , interupsi Rei melihat Sora yang sedang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya dengan senyum bodohnya saat melihat kantong plastik berisi makanan ringan yang baru saja Rei beli. “Kau tahu, aku memiliki insting yang bagus.” , jawab Sora bangga. “Aku tidak membeli ini untuk berbagi denganmu. Jadi jangan berharap.” , ucap Rei sambil meletakkan kantung plastiknya di atas meja belajarnya sementara ia melepas hoodienya. Sora langsung menyambar kantung plastik tersebut. “Heol.. bagaimana bisa tidak berbagi denganku saat kau membeli coklat ini, Rei?” , Sora mengeluarkan sebatang cokelat dari kantung plastik yang Rei bawa. Rei yang alergi cokelat tidak sepatutnya membeli cokelat, sedangkan cokelat merupakan kesukaan Sora. “Itu hadiah promo.” , Rei melepaskan hoodie sepenuhnya dan menatap Sora dengan rambutnya yang berantakan. Sora menatapnya curiga, “Hmmm, bagaimana bisa kau mendapatkan hadiah promo pada semua makanan yang mengandung cokelat ini? Sejak awal kau berniat untuk menghabiskan semua ini denganku kan? Ya kan?” Rei sudah tidak bisa mengelak lagi, “Ambil jus jeruk di kulkas sana. Jangan lupa gelasnya juga.” Sora langsung berdiri tegap dan meletakkan tangannya di pelipisnya memberi hormat, “Siap kapten!” , lalu berjalan tegas layaknya seorang tentara militer. Rei terkekeh geli melihat hal itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD