Di ruang kelas, Rei tampak tidak bersemangat dan terlihat kesal saat memasuki kelas. Setelah meletakkan dengan kasar tasnya ke atas meja miliknya, matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa pada meja Sora. Karena penasaran, Rei mendekati meja Sora dan mengambil sesuatu berwarna krem muda yang terselip dalam loker meja Sora.
Rei menarik secarik kertas tersebut yang ternyata adalah sebuah amplop kecil dengan stempel lilin berwarna cokelat yang membuat surat tersebut terlihat begitu aesthetic, “Ige mwoya (apa ini)? Pyeonji (surat)?” , Rei membolak – balikan surat yang tak ada nama pengirimnya itu mencoba mencari petunjuk.
“Neo mwohae (Apa yang sedang kau lakukan)?” , tanya Sora yang tiba – tiba muncul di belakang Rei tanpa sepengetahuan Rei.
Segera, Rei berbalik menghadap Rei dan menyembunyikan surat tersebut di balik badannya, “Eoh? wasseo (kau sudah kembali)? Aniya, amugeotdo (tidak, bukan apa – apa).” , jawab Rei berusaha terlihat tidak mencurigakan.
Mata Sora menyipit curiga pada Rei. Ia memandangi Rei dengan tatapan intimidasi berharap Rei akan mengungkapkannya jika ia benar – benar menyembunyikan sesuatu.
“Neo (kau), wae palli wasseo (kenapa cepat sekali kembali)? Roti bakarnya?” , tanya Rei mencoba mengalihkan kecurigaan Sora.
Benar saja, ekspresi wajah Sora langsung berubah menjadi murung dan berjalan gontai menuju tempat duduknya dan Rei perlahan mundur kembali ke tempat duduknya.
“Wae (kenapa)? Museun irinde (apa yang terjadi)?” , tanya Rei lagi, berusaha untuk terliha sebiasa mungkin dan benar – benar ingin terlihat peduli pada Sora padahal kenyataannya ia sedang berusaha menyembunyikan surat tak bernama itu dari Sora.
Sora menenggelamkan wajahnya pada tangannya yang terlipat di atas meja, “Ah molla (ah, tidak tahu)~”
Rei yang sudah berhasil memasukkan surat tersebut di antara selipan buku pelajaran bahasa Inggris yang ia tinggalkan di dalam loker mejanya, akhirnya bisa benar – benar kembali berkonsentrasi mendengarkan apa yang Sora keluhkan, “Kenapa? Apa Seowoo menyulitkanmu lagi?”
Sora menggeleng, “Reiiiii… Na jinjja paboya (aku benar – benar bodoh)!~” . racau Sora semakin acak dan tidak menyatu sama lain, hanya membuat Rei penasaran.
Melihat Sora yang mengutuk dirinya sendiri, Rei hanya menatapnya datar karena tidak tahu harus merespon seperti apa pada keluhan sora yang terkesan melompat – lompat tersebut.
Dan saat siswa juga siswi yang lain tengah berbincang satu sama lain serta ada juga yang mengerjakan pekerjaan rumah yang lupa mereka kerjakan sebelumnya, terdapat satu siswa yang sejak tadi memperhatikan gerak – gerik Sora. walaupun dirinya terlihat berbincang – bincang dengan dua temannya, matanya diam – diam memperhatikan Sora.
Sora yang menelungkupkan wajahnya pada kedua tangannya yang terlipat di atas meja, mendongak dan menatap Rei dengan tatapan putus asa, “Apa kantin belum buka ya jam segini? Na jinjja baegopa chugeotda (aku benar – benar lapar rasanya hampir mati).”
“Kau tahu jawabannya.” , mendengar jawaban Rei yang terdengar dingin dan tak berperasaan itu semakin membuat Sora merasa lebih lapar.
Rei meraih tasnya dari tempat gantungan untuk tas yang ada di samping meja dan membawanya ke atas meja. Ia membuka resleting tas hitamnya tersebut dan mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang dan mengembalikan tasnya ke tempatnya semula. Rei membuka tutup kotak yang ternyata adalah kotak bekal dengan agak kasar agar suaranya membuka tutupan bekalnya terdengar oleh Sora. Dan benar saja, Sora langsung menatapnya saat mendengar suara Rei saat membuka kotak bekal yang sengaja dipersiapkan oleh ibunya tadi pagi.
Saat dibuka, terlihat ada tiga potong roti gandum berukuran besar dengan isian sayur, juga saus mayounaise, tidak lupa juga saus tomat. Ini juga adalah menu sarapannya tadi pagi di meja makan. Konsekuensi berangkat pagi karena belum ada beban.
Rei menyodorkan kotak bekal berwarna oranye yang berisi empat roti lapis isi sayur tersebut pada Sora, tidak ingin jual mahal lagi, yang sora pikirkan hanya mengisi perutnya yang lapar, “Apa ini dari imo (bibi, ibu Rei)?” , tanya Sora sambil menerima kotak bekal dengan mata berbinar – binar.
Tak hanya itu, Rei juga mengambil botol minum dari tasnya dan meletakannya di atas meja Sora, “tentu saja. Siapa lagi yang akan membuat roti lapis isi dengan roti gandum seperti itu?”
“Ya (hei), kenapa kau bicara seperti itu? Apa kau tidak tahu gizi roti gandum lebih banyak daripada roti biasa?” , protes Sora tidak terima imo kesayangannya dibicarakan dengan seperti itu.
“Ne (iya)~” , jawab Rei dengan malas dan tidak ingin memulai perdebatan ataupun keributan lagi dengan Sora. Ia ingin paginya tenang dan damai.
***
Siangnya saat waktu istirahat, Sora dan Rei pergi ke kantin lebih awal karena tidak ingin kehabisan tempat duduk. Waktu istirahat kali ini berbarengan dengan anak - anak kelas tingkat satu yang ruang kelasnya berada di bawah mereka. Walaupun gedung sekolah ini terdapat tiga lantai, yang mana tiap lantai mewakili tiap tingkatan kelasnya kecuali lantai satu yang lebih lebar karena mencakup ruang guru dan juga aula sekolah yang juga menjadi ruang olahraga.
Sedangkan ruang musik berada di pojok lantai dua yang merupakan tempat untuk tingkat kelas dua. Ruangan tersebut berada di ujung lorong sebelah kiri dengan luas sama seperti ruang kelas yang lainnya, hanya saja khusus untuk ruang musik ini dibuat kedap suara. Agar suara berisik dari alat musik dan juga murid - murid yang sedang berlatih paduan suara tidak akan mengganggu kelas lain terutama ruang kelas di sebelah mereka.
Kantin hari ini, walaupun mereka sudah datang lebih awal dari biasanya, antrian siswa dan siswi sudah panjang menanti mereka. Mereka sedikit khawatir dengan meja dan tempat duduk yang ada disini tidak akan cukup untuk mereka semua. Sebelum masuk, mereka akan mengetap kartu makan siang mereka yang bentuknya seperti kartu kredit, hanya saja terdapat logo sekolah mereka di tengah kartu tersebut. Di dalam kartu tersebut terdapat saldo yang diisi setiap bulannya untuk uang makan siang mereka selama sebulan yang mana hanya mendapatkan jatah sehari satu kali makan.
“Walaupun sudah datang lebih awal, sepertinya kita terlambat.” , ujar Rei pada Sora yang mengantri tepat di depannya.
“Yah, kau benar. Seandainya saja di sekolah ini makanan kantin boleh dibawa ke dalam kelas.” , balas Sora yang terlihat lesu melihat ramainya orang disini.
Saat berbaris, yang pertama mereka temui adalah wadah bento yang merupakan tempat untuk makanan yang akan diberikan nantinya. Wadah bento tersebut terdiri dengan kotak - kotak dengan berbagai ukuran. Dua kotak bersebelahan yang berukuran paling besar untuk tempat nasi dan juga sup. Tiga kotak yang berukuran lebih kecil untuk lauk, kimchi yang menjadi hal yang wajib ada, dan juga potongan buah yang tidak banyak.
Untuk setiap bagian makanannya terdapat satu orang yang berjaga untuk memberikan porsi makanannya dengan sama rata. Namun untuk bagian wadah bento, ada beberapa kasus dimana siswa atau siswi yang berbuat onar akan mendapat hukuman untuk mencuci wadah bento dan juga peralatan masak lainnya selama seminggu.
Seperti yang sedang terjadi pada dua siswa tingkat satu yang bertengkar hebat di dalam kelas saat sedang belajar mandiri hingga mengganggu murid yang lainnya. Karena hal itulah, mereka mendapatkan hukuman pelayanan di kantin selama seminggu. Saat murid - murid yang lain asyik makan saat istirahat makan siang, mereka harus membantu pekerja - pekerja di kantin untuk melayani murid - murid yang akan makan siang.
Menu hari ini rupanya sup daging, itu sebabnya banyak yang datang lebih awal sebelum kehabisan dan digantikan dengan menu yang lain. Untuk lauknya sendiri, ada acar timun dan juga wortel. Tiga buah anggur berukuran sedang juga ikut bergabung dengan makanan yang lainnya di dalam wadah bento. Terakhir, kami akan diberi s**u kotak berukuran kecil dengan varian rasa yang berbeda setiap harinya dan hari ini adalah hari untuk varian rasa stoberi, kesukaan Rei.
Antrian untuk mengambil makanan sudah mereka lewati, yang harus mereka lakukan sekarang adalah mencari tempat duduk untuk makan. Mereka melihat sekeliling dan tidak menemukan tempat duduk juga meja yang kosong untuk dua orang.
“Sora-ya, yeogi yeogi (Sora, disini disini)!” , sahut seorang siswi yang melambaikan tangannya tinggi - tinggi pada Sora yang terlihat kebingungan.
“Ah, itu Chaerin.” , Sora tersenyum pada Chaerin.
Rei juga melihat ke arah siswi tersebut yang sedang duduk bersama temannya, “Chaerin?” , tanya Rei pada Sora.
“Ceritanya panjang.” , jawab Sora tidak ingin membahas bagaimana dirinya bisa bertemu dan kenal dengan Chaerin.
Sora berjalan ke arah meja tempat Chaerin dan temannya makan siang karena Chaerin mengayunkan tangannya memberi kode untuk datang padanya. Rei mengikuti di belakang Sora.
“Aku sudah selesai. Yeogi anja (Duduklah disini).” , ujar Chaerin yang langsung bangkit berdiri mempersilahkan Sora untuk duduk di tempatnya.
“Ah, gomawo (terima kasih).” , Sora merasa terharu hingga tidak tahu harus berkata apa lagi selain ucapan terima kasih.
‘Jadi begini rasanya memiliki teman perempuan.’ , gumam Sora dalam hati.
Chaerin melihat Rei yang berdiri di belakang Sora, “Oh? Kau bersama temanmu juga? Atau mungkin..” , Chaerin tersenyum menggoda dan mendekat pada Sora, “Namchin (singkatan dari namja chingu yang berarti pacar)?” , bisik Chaerin.
Mata Sora terbelalak dan ia menyenggol bahu Chaerin dengan bahunya, “Aniya (tidak)! Bukan, bukan seperti itu!” , elak Sora dengan pipinya yang mulai memerah karena tersipu.
Chaerin terkekeh melihat Sora yang mengelakan namun wajahnya mengatakan hal yang lain, “Araseo araseo (Iya iya aku mengerti).”
“Ya (hei), ireona (bangun). Ayo kita kembali sekarang.” , katanya pada temannya yang tengah asyik memainkan ponselnya duduk tepat di hadapannya. temannya itu langsung menurut.
“Neo geogi anja (Kau duduklah disitu).” , ujar Chaerin pada Rei.
“Ah ne, gomawo (ah iya, terima kasih).” , balas Rei yang langsung duduk.
Chaerin mendekatkan diri pada Sora dan membisikkan sesuatu padanya, “Siang ini Seowoo akan menemuiku di atap sekolah. Aku akan menyatakan perasaanku padanya.” , bisik Chaerin.
Wajah Sora terkejut tidak percaya, “Jinjja (sungguh)?”
Chaerin mengangguk dengan yakin, “Tadi pagi dia juga memberikanku roti bakar. Dia bahkan bertanya padaku apa aku ada alergi dengan keju, benar - benar perhatian. Aku jadi semakin yakin untuk mencintainya.” , ujar Chaerin bersemangat.
Sora tersenyum canggung mendengarnya. Pasalnya, roti bakar yang Seowoo berikan pada Chaerin pastilah roti bakar miliknya. Namun, Sora tidak ingin mengecewakan Chaerin yang sudah merasa senang karena hal kecil tetapi bermakna itu.
“Senang mendengarnya. Semoga berhasil, ya. Aku mendukungmu.” , tidak ada yang bisa Sora katakan selain menyemangatinya.
Chaerin mengangguk bersemangat, “Aku akan menghadapinya. Kita bicara nanti, ya.” , pamit Chaerin, “Selamat menikmati makan siang romantismu~” , goda Chaerin berbisik pada Sora sebelum benar - benar pergi dari sana.
Sora menggenggam erat wadah bentonya mencoba untuk tidak terpancing dengan kata - kata Chaerin yang membuat detak jantungnya benar - benar berdegup lebih kencang sebab Rei juga tepat berada di hadapannya tengah menikmati makanannya. Sora jadi benar - benar merasa ini adalah makan siang yang romantis.
“Mwohae (Apa yang kau lakukan)? Anmeokgo (tidak makan)?” , tanya Rei melihat Sora tengah berdiri melihat dirinya menikmati makan siangnya.
Sora segera sadar dari ruang fantasi pikirannya dan duduk untuk menikmati makan siangnya.
Di tengah makan siangnya, Rei memikirkan Sora yang sudah mulai memiliki teman perempuannya sendiri. Satu sisi ia merasa senang karena akhirnya Sora tidak akan kesepian lagi dan tidak akan terlalu bergantung padanya. Tetapi di sisi lain, ia juga merasa sedih karena dengan begitu makan Sora tidak akan terlalu bergantung lagi padanya dan entah kenapa memikirkan hal itu membuat Rei merasa sedikit sedih. Ia takut Sora akan menghabiskan lebih banyak waktu dengan temannya yang lain dan bukan lagi dirinya.
“Aku tidak tahu kau punya teman lain selain aku.” , ujar Rei di sela - sela makan siangnya.
Sora yang tengah menyuapkan sup daging dengan sendoknya ke dalam mulutnya, menengadah menatap Rei, “Umm? Apa maksudmu?”
Rei tersenyum dan menggeleng, “Aniya (tidak), amugeotdo (bukan apa - apa). Aku senang kau bisa berteman dengan yang lain. Sugeohaesseo (kau melakukannya dengan baik).”
Sora justru tidak merasa senang saat Rei memujinya seperti itu. Rasanya seperti Rei menyuruhnya untuk tidak bergantung lagi padanya dan menghabiskan waktu dengan yang lainnya, tidak hanya dengannya. Walaupun Sora memiliki teman baru, di dalam lubuk haitnya, ia ingin hanya bergantung pada Rei. Sora tidak pernah berniat untuk melepaskannya.
“Keokjeongma (jangan khawatir), kau tetap yang utama.” , balas Sora tanpa menatap Rei.
***