6. Insiden

1031 Words
Wanita mana yang lebih licik dari Sivana. Sivana memberikan sinyal untuk anak buahnya lewat jam tangan yang dia kenakan. Saat tangan perempuan itu memencet tombol merah, itu artinya serang, sedangkan saat menekan tombol biru itu artinya tahan. Sivana memencet tombol biru, membuat anak buah Sivana yang menangkap sinyal itu segera menyingkir. Sivana berdehem sebentar sebelum memakan makannnya. Mie ramen asam manis dengan taburan bawang goreng di atasnya. Perempuan itu makan dengan tenang dan tampak elegan. "Kakak, bagaimana suasana di Amerika? Apakah di sana juga seperti di sini? Yang saya lihat kakak sangat cantik, apa udaranya di sana berbeda?" tanya Xian bertubi-tubi. Sivana tertawa mendengar ucapan Xian. Gadis itu mengambil hp dan melihat wajahnya sendiri, dia merasa memang sangat cantik, tapi ia tidak menyangka kalau Xian terlalu polos sampai repot-repot memujinya. "Kamu juga cantik, Xian," puji Sivana. Xian menundukkan kepalanya malu. Xian menatap sedikit ke arah Dino. Dino sama sekali tidak bereaksi apapun saat dia memuji Sivana cantik. Dalam hati Xian bertanya-tanya, tipe wanita apa yang disukai Dino? Apakah wanita dewasa, cantik, elegan seperti Sivana? Kalau iya, itu tandanya posisi Xian sangat terancam. Xian kembali menatap Sivana, garis mata yang tegas, hidung yang mancung dan rambut yang pirang, Sivana sungguh cantik. "Makanlah, Xian! Kamu tidak akan kenyang kalau sekadar menatapku!" ucap Sivana. Xian tergagap, buru-buru gadis itu memasukkan mie ke mulutnya. Malu sekali saat kedapatan memandang wajah Sivana. Dia memandang wajah Sivana bukan karena dia menyukai Sivana, tapi dia hanya mengagumi wajah gadis itu yang sangat cantik. "Saya sudah selesai!" ucap Dino setelah menegug air mineralnya. Laki-laki itu segera beranjak berdiri. "Saya yang akan membayar untuk kalian!" ucap Dino meninggalkan dua orang perempuan yang masih memakan separuh makannnya. "Tunggu!" cegah Sivana. Namun Dino tidak menanggapi, laki-laki itu tetap menuju kasir untuk membayar semua makanan yang sudah dia pesan. Sivana yang merasa diacuhkan pun segera mengikuti Dino, perempuan itu berlari yang membuat Dino menolehkan kepalanya karena suara sepatu Sivana yang bising. Namun naas, larinya Sivana tidak tepat sasaran saat ada lantai licin yang membuatnya terpeleset. "Aaaaa!" pekik Sivana saat kakinya tergelincir dan tepat mengenai kaki Dino yang menyebabkan Dino kehilangan keseimbangan. Dino ikut terjatuh ke depan menubruk tubuh Sivana yang tengah telentang di lantai. Sebelum benar-benar terjatuh menimpa Sivana, Dino segera menahankan tangannya ke lantai. Namun sayang, tubuh mereka boleh tidak bersentuhan, tapi bibir mereka sudah menyatu satu sama lain. Dino membulatkan matanya saat merasakan bibirnya menubruk benda kenyal. Begitupun dengan Sivana yang membulatkan matanya terkejut. Sontak aksi mereka membuat beberapa kamera mengarah ke Dino dan Sivana. Untuk sesaat Dino dan Sivana diam, mereka saling terpaku dan terkejut dengan bibir mereka yang menyatu. Tidak ada pergerakan, tidak ada semacam lumatan atau apapun. Hanya benar-benar menempel. Xian yang melihat itu tidak kuasa mengunyah mie yang ada di bibirnya. Bibir Xian terasa kelu melihat pemandangan yang tidak mengenakkan di depannya. Tanpa sepatah katapun Xian segera pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang sangat sakit. Dia pikir Dino yang notabennya cowok dingin dan selalu memikirkan pekerjaannya, kini langsung luluh dengan Sivana. Bahkan adegan itu terlihat sangat intim di mana seorang pria mencium wanita, apalagi di depan umum. Seketika Xian menyesali dirinya yang sudah memuji Sivana dengan pujian cantik. Cuiih! Seketika Xian tidak rela. Xian berjalan di trotoar Tampines street dengan menghentakkan kakinya. Seharian ini dia sudah sangat lelah, belum lagi dia harus mengerjakan tugas dari kampus. Namun mengetahui fakta ini membuat dia sangat kesal. Seketika mood yang sudah dia bangun langsung anjlog seketika. "Siapa yang bilang kalau Dino tidak bisa jatuh cinta? Nyatanya dia ciuman dengan cewek lain," ucap Xian dengan kesal. Xian berani bertaruh kalau Dino pasti menggunakan perasaan setelah ciuman itu selesai. Walau itu karena ketidak sengajaan, pasti ujungnya akan ada benih cinta di antara mereka. Sedangkan di restoran, Dino segera bangun dari tubuh Sivana. Tangan pria itu terulur untuk membantu Sivana berdiri. Sivana menatap uluran tangan pria itu dengan seksama. "Bangun!" titah Dino. Sivana pun menerima uluran tangan Dino, Dino segera menarik Sivana untuk berdiri. Mendapat sentuhan tangan Dino membuat hati Sivana bertalu-talu. Tangan Dino yang besar menggenggam tangannya, tangan pria itu terasa sangat lembut. Belum sempat Sivana meresapi rasanya genggaman tangan itu lebih dalam, Dino segera melepasnya setelah memastikan kalau Sivana berdiri dengan tegak. Dino berdehem sebentar sebelum kembali menghadap ke kasir. Pria itu mengeluarkan dompet dan mengambil kartu debit untuk dia berikan pada kasir. Sivana mengusap bajunya dengan canggung, perempuan itu beberapa kali melirik Dino yang ada di depannya. Saat dilihat-lihat, Dino tetap saja memeperlihatkan rautnya yang biasa saja. "Apa ciuman tadi tidak dianggap apa-apa oleh Dino?" tanya Sivana seorang diri. Sivana menggelengkan kepalanya karena pertanyaan itu yang menari-nari dalam kepalanya. "Memangnya apa yang aku harapkan dari laki-laki bermulut pedas itu?" tanya Sivana memukul kepalanya sendiri. Sivana menatap wajah Dino dari samping, lama tidak bertemu pria itu membuat Sivana melihat beberapa perubahan yang mencolok. Raut muka Dino lebih tegas dengan pembawaan yang terlihat dewasa. Dering hp berbunyi membuat Sivana merogoh saku celanannya, itu suara dering hpnya. Saat mengambilnya, ada panggilan suara dari Cameo, adiknya. Sivana segera keluar dari kawasan restoran, perempuan itu mengangkat panggilan dari adiknya, "Hallo, Cameo!" sapa Sivana setelah menekan layar dengan ikon hijau. "Apa yang kamu lakukan bodohh?" tanya Cameo dengan berteriak. Sivana menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, dia melihat sekelilingnya untuk mencari keberadaan adiknya. Adiknya memang ikut dirinya ke Singapura dan tinggal di kawasan Tampines. "Apa kamu melihat sesuatu?" tanya Sivana. "Apa yang kamu lakukan bodohh? Jangan sampai kamu melupakan tujuanmu!" tegas Cameo. "Tidak, aku pasti tidak akan melupakan tujuanku!" jawab Sivana dengan mantab. "Bagus," jawab Cameo. Cameo tersenyum sinis. Pria itu tau segalanya yang dilakukan kakaknya, jelas saja dia tidak akan melepaskan kakaknya yang balas dendam tanpa sebab kepada Dino. Sivana hanya termakan egonya sendiri, membuatnya terlihat sangat bodohh saat membalas dendam pada Dino. Cameo yakin kalau kakaknya akan kalah dengan egonya sendiri. Bukan maksud Cameo membela Dino, tapi menurutnya kakaknya tidak memakai logikanya. Di depan kakaknya, Cameo seringkali menasehati Sivana, tapi Sivana sangat keras kepala. "Cinta dan benci itu beda tipis. Aku harap kamu tau soal itu," ucap Cameo sebelum mematikan sambungan telfonnya sepihak. "Apa maksudmu?" tanya Sivana kencang, tapi saat dia mendengar nada sambungan terputus, Sivana segera mengantongi hpnya lagi. Sivana melihat kaca tembus pandang, Dino masih di dalam seraya memainkan hpnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD