Dino menatap seluruh penjuru rumah makan yang luas itu. Namun apa yang dia cari tidak ada di sana. Dino menatap meja yang tadi dia gunakan makan, di sana pun juga tersisa piring tanpa Xian. Dino merogoh hpnya, pria itu mencoba menghubungi Xian. Panggilannya berdering, tapi sama sekali tidak ada jawaban. Dino mencoba beberapa kali, tapi satu kali pun panggilannya tidak diangkat oleh Xian.
"Kemana anak itu?" tanya Dino dalam hati. Dino juga celingukan mencari wanita ceroboh bernama Sivana. Gadis itu sekarang tidak terlihat batang hidungnya.
Dino mengusap bibirnya yang bekas mencium Sivana. Ia tidak menyangka kalau ciuman pertamanya akan dia lakukan dengan mahasiswi yang dulu selalu menjadi korban kekesalannya. Dino menggelengkan kepalanya mengingat fakta itu.
"Ini bukan ciuman pertama, aku tadi hanya menempel, tidak lebih," ucap Dino dalam hati. Benar kan kalau dia tidak menggerakkan bibirnya ataupun melumat. Dino hanya menempel, tidak lebih.
"Bibirku masih perjakaa," ujar Dino meyakinkan dirinya sendiri.
Karena tidak mau memikirkan banyak hal, Dino segera keluar dari ruang makan. Ia tidak mempedulikan kemana dua gadis yang sekarang tengah menghilang. Sepanjang jalan menyebrang ke basment perusahaan, Dino menatap penuh hati-hati ke kanan dan ke kiri. Jangan sampai karena kecerobohannya dia lengah dan terluka karena ditabrak mobil.
Semenjak insiden kecelakaan yang bertubi-tubi membuat Dino makin hati-hati. Dino tidak ingin takut dan gentar begitu saja. Kalaupun dia pindah perusahaan atau pindah rumah, sudah pasti dalang di baliknya tetap mengejarnya sampai dapat. Dino yakin ada satu orang dalang di balik semua ini. Karena tidak mungkin kalau ini hanya kesengajaan. Kalau kesengajaan tidak mungkin bertubi-tubi terjadi.
Setelah berhasil menyebrang, Dino segera menuju basement dan memasuki mobilnya. Sebelum dia mengendarai mobilnya, Dino mengecek segala mesinnya memastikan kalau mobilnya dalam keadaan normal. Bisa saja kan mobilnya disabotase yang mengakibatkan dirinya celaka.
"Hahh!" Dino menghela napasnya kasar. Hidup penuh ketakutan seperti ini sangat tidak jenak. Mau apa-apa serba ketakutan. Dino merasa tidak pernah menyalahi orang siapapun itu, tapi kenapa ada saja yang meneroronya seperti ini.
Setelah memastikan elemen mobilnya normal, Dino segera menjalankan mobilnya membelah jalanan yang sudah hampir petang. Dino mefokuskan pandangannya pada jalanan yang tampak lenggang. Karena kebanyakan masyarakat Singapura lebih suka berjalan kaki atau naik kendaraan umum.
Lima belas menit berlalu Dino sampai di rumah tempatnya tinggal. Rumah kecil di kawasan kota yang terkenal dengan kawasan elit. Namun kanan kiri dari rumah Dino berjarak cukup jauh. Dino memasukkan mobilnya di pekarangan rumahnya, setelah menghentikan mobilnya pria itu segera turun. Lelah rasanya setelah seharian penuh menguras otak dan belum menemukan titik temu, ditambah lagi dengan insiden ciuman tadi. Pikiran Dino sungguh campur aduk dan tidak karu-karuan.
Tit tit tit!
Suara alarm dari bawah tanah membuat Dino tercekat. Dino tidak asing dengan suara ini, seperti suara alarm dari bahan peledak. Dino memundurkan langkahnya, alarm bahaya di otaknya langsung bekerja.
Tit ti tit tit!
Suara itu makin lama makin kencang, Dino lebih memundurkan langkahnya. Menemukan peledak itu tidak mungkin bisa dia lakukan dalam keadaan genting begini, alarm terus berbunyi. Dino berlari menjauhi rumahnya. Dino mengambil alat pendeteksi ledakan yang selalu dia kantongi di manapun dia pergi.
"Sial ... meski ledakan low exposive, tetap saja bisa menghancurkan rumahku!" umpat Dino makin meninggalkan rumahnya.
Tiiiit ....
"Satu ... dua ... tiga ...." Dino menghitung dengan pelan. Namun, suara alarm itu berhenti berbunyi dengan mendadak. Dino melihat alat pendeteksi ledakan yang dia bawa juga tanda merahnya berganti dengan tanda hijau.
"Apa alatku sudah tidak bekerja?" tanya Dino pada dirinya sendiri.
Dino mengernyitkan alisnya, alatnya masih normal, tapi sinyal ledakan sudah hilang. Dino kembali ke pekarangan rumahnya, dia menundukkan kepalanya dan menyalakan senter pada hpnya. Dino mencari sumber di mana alat itu tadi berbunyi. Dino jadi yakin kalau alat peledak yang ada di depan rumahnya adalah alat peledak yang dikontrol dengan remot.
Dino memandang curiga pada bunga anggrek yang ada tak jauh dari dirinya. Bunga itu tidak sesegar biasanya, Dino segera meghampiri bunga itu dan mencabutnya. Tanpa susah payah bunga itu sudah tercabut dengan sempurna. Dino menatap akar bunga itu yang sudah mati.
Buru-buru Dino menyisingkan kemejanya, laki-laki itu menyibak tanah yang sepertinya bekas galian, saat tangan itu terus menggali tanah, Dino menemukan alat peledak dalam plastik yang terdapat sensor yang sudah mati. Dengan cepat Dino mengambil sensor itu dan mematahkan dengan giginya.
"Siapa lagi yang sudah berani main dengan terbuka?" tanya Dino dengan raut wajah yang sudah penuh dengan emosi. Dino membawa peledak itu untuk masuk ke rumahnya. Sensornya sudah rusak, alat itu tidak akan meledak meski dia bawa di tangannya karena sesor sudah tidak berfungsi.
Tanpa mengganti pakaiannya, Dino segera menuju ruangan CCTV untuk melihat siapa gerangan yang sudah meletakkan bom dengan terbuka. Serangan ini sangat terbuka, tidak tersembunyi dan sepertinya dilakukan oleh orang terdekatnya, karena tidak mungkin orang dari jauh yang tahu betul di mana rumahnya dan kapan dia pulang kerja.
Saat mengotak-atik komputernya, Dino tidak menemukan apapun. Rekanan CCTV itu juga sudah diretas dan dimatikan, "Sialan!" maki Dino membanting mouse yang tengah dia pegang. Dino tidak habis pikir terorr ini yang terus menyerangnya bertubi-tubi.
Dino segera meninggalkan ruangan CCTV, pria itu menuju laboratorium kecil di rumahnya. Dino memasang masker dan juga sarung tangan. Pria itu dengan terampil mengambil bahan peledak yang ada di plastik dan sudah diracik itu. Dino memasukkan semua serbuk yang dia tau sodium nitrat, organic nitrates, nitratimnes dan TTN dalam gelas corong. Dino mencampurkan sedikit air dan mengaduknya dengan pengaduk kaca. Tak lama kemudian, busa muncul perlahan di dalam gelas itu.
Buru-buru Dino menumpahkan cairan kuning hasil racikannya dalam gelas corong untuk menetralkan daya ledak dari serbuk TTN yang pasti bisa merusak seluruh rumahnya.
Tersiram cairan penetral ledakan membuat gelas corong itu hanya meledak sedikit dan pecah berkeping-keping. Dino menghela napasnya, cairan penetral ledakan yang dia racik ternyata berhasil. Namun bukan itu poinnya, yang harus dia cari saat ini adalah dalang di baliknya. Menurutnya ini sudah keterlaluan. Walau TTN memiliki daya ledak rendah, tapi bisa saja memakan korban. Dino menghela napasnya berkali-kali, pikiran Dino berkelana, tadi alarm itu sudah berbunyi nyaring sebelum pada akhirnya terhenti.
"Kenapa orang itu menghentikan ledakan?" tanya Dino dalam hati. Tidak mungkin juga orang itu menghentikan mangsa yang sudah satu langkah lagu berhasil dia ledakkan.
Dino tidak tau saja, kalau ada satu perempuan yang ternyata tidak tega untuk melukainya. Perempuan itu menghentikan ledakan dengan menekan off pada remot yang terhubung pada sensor bahan peledak yang akan meledak beberapa menit setelah Dino sampai rumahnya.