Housemates With The Boss - 03

1033 Words
Jarum jam baru menunjukkan pukul 07.00 pagi, tetapi Eilish sudah tampil cantik lengkap dengan make up berwarna nude yang kini melekat di wajah tirusnya. Eilish masih sibuk mengoleskan lipstick dan menambah sedikit blush on di pipinya. Sosok Aqina yang baru saja terbangun pun kini menggaruk-garuk lehernya sambil menatap Eilish dengan wajah kusut. Kerak matanya menumpuk, sisa air liur yang mengering di sudut wajahnya terlihat memutih. “Kamu udah bangun aja … mau ke mana?” tanya Aqina dengan suara parau. Eilish berbalik dan tersenyum. Wajahnya benar-benar terlihat cantik dan segar. Binar matanya begitu jernih, Aqina bahkan juga bisa mengendus aroma parfum Eilish yang lembut dan menyegarkan. “Hari ini aku bakalan ngasih surprise sama Evan …,” jawab Eilish sambil tersenyum simpul. Kening Aqina berkerut. Dia merasa cukup familiar dengan nama itu. “Evaan ….” Aqina menyebut nama itu lirih, lalu kemudian langsung melotot. “EVAAAAN …!?” Aqina memekik dan langsung mendekati Eilish. “Kamu masih punya hubungan sama dia? Bukannya kalian udah lama putus?” Eilish menyudahi ritual make up-nya, kemudian tersenyum. “Aku belum lama ini balikan lama sama dia.” “Gila …!!! kalo diitung jumlah outus nyambung kalian udah gak keitung pake jari bangcaaaaaaaaat!” umpat Aqina. “Ya gimana … aku juga nggak tahu kenapa. Tapi mungkin emang ini yang namanya cinta sejati. Kita sering berantem, gampang putus, tapi ujungnya ya balikan lagi,” jawab Eilish. Aqina menggeleng prihatin. “Ckckck … ya, tapi nggak gitu juga kali, Lish … dia itu kan, aneh banget! Cowok tapi suka ngambekan. Dia kalo berantem selalu dengan mudah mutusin kamu. Iya, kan?” Eilish terdiam. Semua ucapan Aqina sebenarnya sedikit menyentil perasaannya. Namun semua perkataan itu benar adanya. Selama ini Evan memang selalu bersikap demikian. Dia adalah lelaki paling egois yang ada di kehidupan Eilish, tapi entah karena pelet atau apa … Eilish tetap setengah mati mencintainya. “Tunggu sebentar ….” Aqina kembali melotot. “Apa jangan-jangan alasan kamu mau kerja di Jakarta adalah untuk deket sama dia?” Deg. Eilish seperti ma-ling yang tertangkap basah. Dia bahkan langsung memalingkan wajahnya dan tidak berani menatap Aqina. “Bener, kaaaan …!?” tuding Aqina lagi. Eilish hanya bisa tersenyum dan itu pun sudah menjawab segalanya. “Aku nggak tahu kenapa kamu se-begitu cintanya sama Evan! Sering di anggurin, jarang diapelin dulu waktu masih kuliah, anaknya cuek, jutek, tapi kamu tetep ajaaa ….” “Dia itu lelaki yang baik, Na!” Aqina mende-sah pelan. “Sekarang coba sebut alasannya kenapa kamu menganggap dia itu lelaki yang baik?” “Pokoknya dia itu beda sama cowok-cowok lainnya. Selama empat tahun berpacaran pun dia nggak pernah sama sekali melakukan kontak fisik sama aku. Gandengan tangan aja kami nggak pernah,” jelas Eilish. Kening Aqina mengkerut. “Istimewanya di mana coba?” “Itu artinya dia bener-bener ngejaga aku! Dia pernag ngomong … nggak akan pernah ngerusak aku sebelum kami resmi menikah. So sweet banget nggak sih! Lelaki seperti itu di jaman sekarang ini sudah langka alias limited edition!” jelas Eilish. Aqina menutup telinganya dan kembali berbaring. “Bodo ah! Nanti kalo putus … nangisnya atau ngadunya jangan ke aku lagi.” Eilish tersenyum. “Posesif banget deng sahabat aku ini. Kamu sayang banget ya, sama aku … kamu nggak pengen ngelihat aku terluka, iya kan?” Aqina membuka selimut yang menutupi wajahnya, lalu menatap tajam. “BODOO …!” Eilish tertawa pelan dan kemudian mengambil tasnya di atas meja. “Aku perlu dulu ya!” “Emang kamu tahu alamat dia di mana?” tanya Aqina. Eilish mengangguk dan mengedipkan mata. “Tau dong …!” . . . . Jalanan Ibukota seperti biasa terasa sesak dan sangat ramai. Mobil grab yang kini ditumpangi oleh Eilish terasa berjalan sangat lambat seperti siput. Orang-orang yang berjalan di atas trotoar sana bahkan bisa melaju lebih cepat. Eilish beralih mengambil handphone-nya dan membuka kembali pesan whatsapp yang tadi dikirim oleh Evan. Lelaki itu mengatakan bahwa hari ini dia tidak masuk bekerja. Dia hanya akan beristirahat di kamar kost-nya. Evan bahkan sama sekali tidak tahu bahwa Eilish sudah bertolak ke Jakarta. Evan tahunya bahwa saat ini Eilish masih ada di Padang. Ya, mereka berdua baru saja CLBK tiga bulan yang lalu. Tepatnya setelah Eilish resmi mendapatkan gelar sarjananya. Semua berawal dari DM instagram dari Evan yang mengucapkan selamat wisuda setelah Eilish mengunggah instastory di akun instagramnya. Mantan kekasih yang sebelumnya sudah saling hapus kontak masing-masing itu akhirnya kembali berkomunikasi. Hingga kemudian keduanya kembali bernostalgia. Dan seperti biasa, evan pada akhirnya ingin kembali menjalin hubungan dan Eilish tentu saja dengan cepat menyetujuinya. Eilish tersenyum membayangkan bagaimana nantinya ekspresi Evan saat melihat kedatangannya. Evan pasti sangat terkejut. “Aku sangat penasaran bagaimana ekspresi dia nanti,” bisik Eilish pelan. Eilish kembali mengulum senyum. Dia sudah membayangkan hari-hari indahnya bersama Evan di ibukota. Bagi Eilish, ini adalah sebuah kemerdekaan yang akhirnya ia raih setelah perdebatan panjang antara dia dan kedua orang tuanya. Senyum di wajah Eilish mendadap surut saat ia mengingat kedua orang tuanya. Mereka sangat menentang keinginan Eilish untuk merantau ke Ibukota. Sang ayah menginginkan Eilish untuk terbang ke Belanda dan melanjutkan pendidikannya di sana. Eilish diminta untuk tinggal bersama neneknya di sana. Namun Eilish menolak ide itu mentah-mentah. Dia sama sekali tidak pernah bisa berbaur dengan keluarga sang papa yang ada di Belanda. Bahkan sewaktu kecil dia sering di bully oleh sepupu-sepupunya karena Eilish memiliki darah campuran. Mereka dulunya bahkan selalu mengucilkan Eilish saat berkunjung ke negara kincir angin itu. Dan sekarang sang papa malah menyuruhnya untuk menetap di sana dalam waktu yang sangat lama? Big no. Sudah jelas Eilish menolak gagasan itu mentah-mentah. Dia bahkan sampai terlibat keributan besar dengan sang papa. Kepergiannya ke Ibukota bahkan tidak mengantongi restu sama sekali. Di hari keberangkatannya sang mama tak berhenti menangis dan meminta Eilish untuk mengurungkan niatnya. Tapi gadis berhati batu itu tetap pada keinginannya dan kini ia sudah berada di sini …. Di Ibukota untuk mengejar karir dan juga cintanya. Eilish mengembuskan napas yang terdengar sedikit sesak. “Ya … semua akan baik-baik saja. Seiring berjalannya waktu, aku yakin Papa dan Mama akan menerima keputusan aku ini,” bisiknya kemudian. . . . Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD