Housemates With The Boss - 04

2035 Words
“A-apa? Kartu kreditnya nggak bisa digunakan?” Pegawai hotel itu tersenyum, lalu menyerahkan kartu berwarna hitam itu kembali pada Danu. “Benar, Mas … kartunya sudah tidak aktif. Mungkin Mas mempunyai kartu yang lain?” Danu segera merogoh kartu lain yang ada di dalam dompetnya. Kartu berbagai warna itu pun tak henti digesekkan oleh petugas hotel. Ada yang berwarna kuning, abu-abu, biru dan juga putih. Tapi hasilnya tetap sama. Seluruh kartu kredit itu tidak bisa digunakan lagi. “Maaf, Mas … tapi semua kartunya sudah tidak aktif.” Danu mengembuskan napas kasar. Sepertinya sang papa bertindak lebih dulu. Danu padahal baru saja ingin check in kamar hotel setelah ia memutuskan untuk lari dari rumah. Dia lebih memilih hengkang dari rumah daripada harus berbaur dengan ibu dan juga saudara tirinya.   “Kita juga menerima pembayaran dengan kartu debit, Mas,” ucap petugas itu lagi. Danu tersadar dari lamunannya. Seolah mendapatkan secercah harapan ia pun langsung mengeluarkan satu-satunya kartu debit yang dia punya. Namun jangan ditanya nominal angka yang ada di dalam rekeningnya itu. Mungkin uang yang ada di sana tidak akan pernah habis jika digunakan untuk berfoya-foya sepanjang sisa hidupnya. “Ini kartunya.” Danu menyerahkan kartu itu dengan senyum mengembang penuh percaya diri. Sesekali ia juga melemaskan otot lehernya yang terasa tegang. Dia sudah tidak sabar ingin mandi dan beristirahat sejenak di kamar suite hotel yang penuh dengan kenyamanan. Hari ini terasa begitu melelahkan baginya. Bayangan perempuan dan anaknya itu masih terbayang jelas dipelupuk mata Danu. Bagaimana bisa sang papa membawa mereka ke rumah? Gila. Sang papa benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. Danu masih menunggu. Sementara petugas itu kini mengerutkan dahi dan kembali menatap Danu dengan tersenyum canggung. Deg. Danu menyadari reaksi itu dan langsung tersentak. “K-kenapa?” “Maaf, Mas … sepertinya kartu debit ini juga sudah dibekukan karena pembayaran transaksi tidak bisa dilakukan.” Danu tersenyum getir. Tabiat sang papa rupanya masih belum berubah. Sosok ayahnya itu selalu menggunakan cara yang sama untuk mencegat Danu yang sedang membangkang. “Atau apa Mas mau bayar dengan uang tunai saja?” petugas hotel itu masih tersenyum ramah karena sebelumnya wajah Danu memang sangat familiar baginya. Danu sudah sering menginap di hotel itu jika ia merasa suntuk atau sedang menghindari papanya. Danu melihat dompetnya kembali. Kosong. Tidak ada selembar uang pun di sana. Dia memang tidak pernah memegang uang tunai. Danu tersenyum kecut dan kembali menatap petugas itu. “Nanti saja, deh! Maaf ya ….” Danu tersenyum dan kemudian berbalik pergi dari sana. Begitu keluar dari lobi hotel, udara panas dan hati yang tak kalah panas pun langsung membara. Danu mengendurkan dasinya dan melepaskan satu kancing kemejanya karena merasa gerah. Sejenak dia tertegun di bawah sengatan cahaya matahari yang mulai terasa terik. Lelaki dengan postur tubuh yang tinggi menjulang dan atletis itu memejamkan matanya sejenak di bawah terpaan cahaya matahari, lalu kemudian berbisik pelan seraya membuka matanya kembali. “Papa pasti ngelakuin ini agar aku kembali pulang ke rumah … tapi, lihat saja, kali ini aku tidak akan kembali. Tidak akan pernah sampai perempuan dan anak haramnya itu angkat kaki dari sana,” bisik Danu kemudian. . . Lantunan lagu timur tengah berbahasa Arab menggema keras di sebuah kamar apartemen studio yang minimalis. Kamar itu didominasi oleh warna hitam dan dark grey atau abu-abu tua. Suasana kamar itu cukup bersih dan nyaman. Dibagian kanan terdapat sebuah tempat tidur dengan ranjang yang tinggi, di sebelah kirinya ada sofa dan meja yang menghadap pada televisi yang menempel di dinding. Di ujung sana terdapat bagian dapur yang disekat oleh dinding kaca. Di samping dapur itu terdapat sebuah pintu menuju kamar mandi. La la… La nahtajul ma la… Kai nazdada jama la… Jauharna huna… Fi  qalbi talala… La la… Nurdin nasi bima la… Nardhohu la na ha la… Za ka jamaluna… Yasmu yataa la… Kun anta tazdada jamala… Lantunan lagu Kun Anta yang dinyanyikan oleh Humood Alkhudher itu menghentak keras. Bersamaan dengan itu pintu kamar mandi terbuka menampilkan seorang pria berhidung super mancung, alis tebal dan bulu dada lebat yang langsung berputar-putar sambil mengikuti lirik lagu yang menggema. Kakinya yang basah kini mulai mengotori lantai, tapi seeprtinya ia tidak peduli. Lelaki itu terus berjoget mengikuti irama lagu. Suaranya melengking keras dan merusak harmonisasi lagu yang saat ini diputar. Untung tidak ada orang lain yang mendengar suaranya. Kalau ada, tentu kasihan sekali gendang telinga mereka karena harus mendengar suara yang mengerikan itu. Lelaki berparas timur tengah itu terus berjoget dengan handuk warna putih yang melilit di pinggangnya. Hingga kemudian dia beranjak ke depan cermin dan terus menari. Karena tidak berhati-hati, ikatan handuk di pinggangnya itu pun melorot dan terjatuh ke lantai. Deg. Tariannya seketika terhenti. Dia menatap bayangannya di cermin yang kini ber-telan-jang bulat. Lelaki itu tertegun sejenak menatap bayangan benda pusakanya di cermin, lalu tersenyum puas. “Inilah alasannya kenapa aku sangat bangga memiliki darah keturunan Arab … lihatlah si Jono yang sangat memesona itu… Panjang … besar … kuat … sungguh sebuah aset yang sangat berharga,” ucapnya kemudian. Lelaki narsis itu masih mengagumi pesona adik ‘besarnya’ hingga kemudian kegiatannya itu terhenti saat mendengar suara bel yang diriingi dengan suara ketukan pintu di depan sana. “Siapa sih? Ngerusak suasana aja!” desisnya. Lelaki berambut tipis dan nyaris botak itu mengambil handuknya kembali dan melilitkan dipinggang sambil berjalan ke arah pintu. Dia mengintip melalui lubang intip yang dilengkapi kaca pembesar dan melihat sosok lelaki yang kini menatap tajam ke arahnya. “Buset …! ampir copot jantung ane!” Lelaki itu langsung membuka pintu. Sosok Danu langsung menatap tajam. “Lama amat sih, buka pintunya!” Danu langsung menerobos masuk seolah-olah dia adalah pemilik tempat itu.   “Hehe sory, Boss … tadi ane di kamar mandi,” jawab lelaki sambil cengengesan. Danu kembali melirik tajam. “Ngapain lo lama di kamar mandi? Pasti abis co-li ya?” Lelaki berbulu dada rimbun itu langsung menyapu wajahnya. “Astagfirullan, Nu … gue ini adalah kaum yang nggak suka buang benih secara sembarangan. Sungguh itu adalah perbuatan syoitan dan merugikan.” Danu hanya berdecak pelan. Dia melangkah mendekati speaker yang masih menyala, lalu mematikannya. “Apa kuping lo nggak sakit dengerin musik kenceng kayak gini, ha?” Lelaki itu hanya men-desah pelan. Danu berbalik menatapnya. “Pasang dulu baju lo deh, Yan … ji-jik gue liatnya!” Lelaki bernama Riyan itu pun menurut dengan bibir mendumel tanpa suara. Ia segera berpakaian, sedangkan Danu kini beranjak untuk berbaring diranjang. Riyan menatap Danu dengan sudut matanya, lalu berbisik lirih. “Perasaan aku nggak enak. Sepertinya titisan Dajjal itu akan menyusahkan lagi.” Nama lengkapnya Riyan Mubaraq. Dia adalah teman masa kuliah Danu yang kemudian menjelma sebagai sahabat baik dari mahluk yang ahlaqless itu. Pertemanan mereka terbentuk karena Riyan adalah satu-satunya orang yang berani menyapa Danu. Sosok Danu memang layaknya ice prince yang selalu membekukan suasana. Tatapannya lebih berbahaya dari tatapan Medusa. Jika tatapan mata Medusa bisa membuat orang yang menatapnya berubah menjadi batu, maka tatapan Danu mampu membuat orang yang menatapnya terkena tekanan mental, dihinggapi rasa rendah diri dan juga dilanda ketakutan akut. Hampir semua orang tidak berani mendekatinya. Jika ada tugas kelompok, maka semua anak-anak akan memanjatkan doa agar tidak sekelompok dengan Danu. Dan bagi mereka yang pada akhirnya harus sekelompok dengan itu, akan menganggap hal itu sebagai musibah dan malapetaka. Karena Danu sangat arogan. Angkuh. Dan juga selalu menganggap rendah orang lain. Dia tidak pernah mau menuruti jadwal yang disepakati bersama. Dia juga tidak bisa diberi perintah. Kehadirannya selalu menjadi beban. Terkadang para mahasiswa yang lain sengaja tidak melibatkannya dan mengikhlaskan jika Danu hanya diam dan tidak berkontribusi apa-apa. Bagi mereka, diamnya Danu lebih menguntungkan daripada Danu ikut aktif mengerjakan tugas kelompok, karena itu akan jadi lebih merepotkan untuk mereka semua. Satu-satunya mahluk yang bisa dekat dengan Danu dan tidak terkena kutukan tatapan mautnya hanyalah Riyan Mubaraq. Seorang lelaki keturunan Sunda-Arab. Ayahnya asli Bandung, sementara ibunya adalah perempuan asli Saudi Arabia. Riyan itu humoris dan sangat receh. Dia punya suara tawa yang khas seperti suara ringkikan kuda. Warna kesukaannya adalah ungu. Riyan suka menonton kartun. Suka menangis saat menonton drama Korea dan suka emosi saat menonton sinetron ala Indonesia. Kepribadiannya sedikit unik dan aneh. Satu hal yang selalu ia banggakan adalah kemampuannya dalam memikat para betina. Danu itu tergolong dalam spesies buaya Arab yang cukup berbahaya. Damage-nya saat bersikap cool memang tidak ada obat. Danu itu sangat tampan dan manis jika sedang diam. Tapi jika dia sudah berbicara, apalagi tertawa …. Maka semua pesonanya itu pun akan luntur seketika. Dia seperti memiliki kepribadian ganda. Saat akan menggaet perempuan idamannya, Riyan mendadak bisa berubah layaknya seorang pria berwibawa. Tapi setelah itu kepribadian aslinya akan keluar dan membuat para wanita ilfeel kepadanya dan akhirnya mereka meninggalkan Riyan. Apakah Riyan merasa sedih karena terus ditinggalkan? Jawabannya tidak. Karena Riyan memang sengaja bersikap seperti itu agar sang wanita meninggalkannya. Alasannya hanya satu, Riyan sudah menemukan target yang baru.   “Kali ini kenapa lo dateng ke apartement gue yang sempit ini?” tanya Danu kemudian. Danu tidak menjawab. Dia hanya menghela napas panjang, kemudian menutup matanya menggunakan lengan. “Nu! Gue lagi nanya ini!” bentak Riyan. Danu bergeming. “Lo berantem lagi sama bokap lo, ya?” Kali ini Danu membuka matanya, lalu kembali duduk. “Perempuan jahanam … bisa-bisanya dia tinggal di rumah gue.” Riyan mengerutkan keningnya. “S-siapa? Apa jangan-jangan ….” Riyan menghentikan kalimatnya. Dia sudah tahu siapa yang Danu maksud. Lelaki itu memang sering menumpahkan kekesalannya tentang sang papa yang ternyata memiliki selingkuhan selama ini yang bahkan juga sudah mempunyai seorang anak. Danu menatap tajam. “Gue nggak akan pulang sebelum wanita laknat itu angkat kaki dari rumah.” Glek. Riyan menelan ludah. Wajahnya langsung berubah cemas. Dia bukan mengkhawatirkan Danu yang tidak pulang ke rumah, melainkan cemas jika Danu akan menetap lama di kediamannya. “J-jadi lo nggak bakalan pulang ke rumah?” tanya Riyan. Danu menggeleng cepat. “Nggak!” “T-terus rencana lo apa? Oh, gue tau … pasti lo akan menginap di hotel seperti biasa, kan? Atau nyewa villa!? I-iya, kan?” Riyan tertawa canggung. “Tadinya gue berniat seperti itu.” Riyan menyeringai. “Terus kenapa? Apa lo belum nnemu hotel yang cocok? Apa gue perlu cariin dan reservasi buat, lo?” “Bukan karena itu.” Danu menyapu wajahnya dengan telapak tangan sejenak. “Bokap udah memblokir semua kredit card gue dan dia juga membekukan rekening tabungan gue!” DUAAAAAR. JEBLAAAAAR. Riyan seperti mendengar ada suara guruh petir di luar sana. Seketika ruangan itu terasa menggelap dipenuhi oleh awan hitam yang mencekam. “J-jadi lo nggak punya uang?” “iya,” jawab Danu santai. Danu meneguk ludah. Dia memiringkan wajahnya sedikit dan menatap Danu dengan bibir bergetar pelan. “J-jangan bilang lo mau tinggal di sini untuk sementara waktu … nggak, kan?’ lo kan, selalu mengeluhkan betapa sempit dan sumpeknya tempat ini!” Riyan tertawa canggung. “Ha ha ha .. ha haaa…” suara tawanya terdengar menciut. Danu bangun dari duduknya, melangkah mendekati Riyan dengan suara derap langkah yang terdengar menakutkan. Riyan pun refleks melangkah mundur setiap kali Danu melangkah maju. Adegan itu terlihat seperti scene dalam sebuah film thriller ketika seorang pembu-nuh hendak menghabisi korbannya. Danu terus mendekat maju. Riyan terus melangkah mundur. Hingga kemudian langkah Riyan terhenti karena tubuhnya sudah membentur dinding di belakangnya. Deg. Riyan meneguk ludah. Sementara sosok Danu kini sudah berdiri tepat di depannya, lalu menyeringai. Ekspresinya terlihat seperti vampir yang bersiap untuk menerkam. Apalagi Danu memang memiliki gigi taring atas yang terlihat jelas. Riyan kini meringkuk ketakutan dengan hati yang mulai berzikir dan tak henti memohon perlindungan kepada sang maha kuasa. Hingga kemudian Danu meletakkan telapak tangannya di bahu Riyan. Sentuhan itu seperi sengatan listrik yang membuat Riyan langsung tergelinjang kaget. “A-apa …?” tanya Riyan dengan suara bergetar. Danu kembali menyeringai, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Riyan untuk memberikan jawabannya. “Gue akan tinggal di sini untuk sementara … tenang saja, kita akan bersenang-senang.” Deg. Sejenak Riyan membeku dengan aliran napas yang tertahan di kerongkongan. Tapi kemudian dia tersadar dan memekik keras sambil menutup kedua telinganya dengan ekspresi wajah penuh drama. “TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK …!!!” . . . Bersambung…        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD