Chapter 2

1649 Words
Sepasang mata itu kini memandang keluar jendela kamarnya, menunggu waktu untuk dipanggil. Hari ini, Navaya terlihat sangat cantik untuk menghadiri perjodohan yang dalam akan dilaksanakan dalam beberapa jam ke depan. Dress selutut berwarna soft yellow, high heels berwarna putih, rambut yang dibiarkan terurai, serta make-up natural membuat Navaya terlihat lebih anggun. Terlebih dress soft yellow yang terlihat menyatu dengan kulit putih susunya. Tok... Tok... Tok... Navaya yang tengah memandangi dua buah mobil jemputan dari pihak pria yang telah terparkir di halaman rumahnya sejak beberapa saat yang lalu dari balik jendela lantas mengalihkan pandangannya ketika mendengar ketukan pada pintu kamarnya. Ia pun mempersilakan seorang pelayan yang mengetuk pintu tersebut untuk masuk. “Mobil jemputannya sudah siap, Nona,” lapor sang pelayan. “Aku akan segera segera,” ujar Navaya seraya tersenyum. Setelahnya, pelayan tersebut pamit dari kamar Navaya. Ia lantas berdiri dari duduknya kemudian mengambil tasnya yang berada di atas tempat tidur kemudian beranjak keluar. Namun, saat ia baru saja membuka pintu kamarnya, Chessy telah berada di hadapannya dengan tatapan tajam yang jika diandaikan sebuah pedang, maka pedang itu akan langsung menusuk hingga ke jantung Navaya. Chessy sendiri berpenampilan lumayan seksi kali ini. Dress yang ia gunakan berada di tengah pahanya dengan warna merah yang menyala, senada dengan warna high heels-nya. Rambut panjangnya terurai seperti Navaya dengan make-up yang sedikit berlebihan. Tak lupa aroma parfum yang sangat menyengat dari tubuhnya. “Apa Kakak membutuhkan sesuatu?” tanya Navaya seraya tersenyum. “Berhenti bertingkah ‘sok manis seperti itu. Sangat menjijikkan,” hina Chessy yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Navaya. “Awas saja kalau nanti kau bertingkah di sana. Jangan pernah membuka mulutmu untuk pria itu, apa lagi berani memandangnya. Pria itu milikku. Mengerti? Kalau kau melawan perintahku, kau akan tahu akibatnya,” kecamnya. “Kakak tenang saja, aku sendiri juga tidak pernah berharap dari perjodohan ini. Apa lagi untuk menikah dengannya. Kakak bisa memiliki pria itu,” ucap Navaya lembut. “Dasar penyihir menjijikkan!” hina Chessy menatap jijik pada Navaya kemudian beranjak dari sana meninggalkan Navaya yang hanya bisa tersenyum pahit mendengar ucapan sang kakak. Namun, lagi-lagi Navaya hanya bisa menelan kepahitan itu untuk dirinya sendiri. Entah sudah berapa banyak rasa pahit yang telah ia telan sampai lupa bagaimana rasa manis itu. Rasa yang telah lama ia tinggalkan. Setelah siap, Navaya pun ikut beranjak dari sana dan turun ke bawah di mana semua orang telah menunggunya. Tanpa mengatakan apa pun, Navaya segera masuk ke dalam mobil yang sama dengan Devan. Sementara Chessy berada di mobil yang lain bersama sang Ibu dan Ayah. “Bagaimana perasaanmu? Apa kau senang?” sindir Devan. “Jangan berharap kalau kau yang akan dipilih. Berkacalah dulu, lihat dirimu yang sangat jelek itu. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikiran mereka sampai mempertimbangkan keberadaanmu yang tidak ada artinya,” ejeknya. Navaya pun hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan Devan. Pandangannya lantas beralih ke keluar jendela. Memandangi jalanan kota Jakarta yang malam ini lumayan padat. Dalam hati, Navaya membenarkan ucapan Devan. Tanpa disuruh pun, Navaya juga sadar akan dirinya sendiri. Ia juga tak pernah berharap kalau ia yang akan dipilih. Ia hanya berharap untuk kebaikan semua orang. Meski Zoya sudah memberinya semangat untuk selalu optimis, tapi ia tetap tak bisa melakukan itu. Berpikir optimis? Seumur hidup, ia sudah dilatih untuk memiliki pola pikir pesimis. Jadi, untuk mengubah hal itu sangatlah susah. Bukan. Bukan karena kedua orang tuanya juga membedakannya dengan kedua saudaranya yang lain. Kedua orang tuanya memberikan kasih sayang yang adil pada mereka bertiga. Hanya saja, yang melatih pola pikir itu padanya adalah Chessy dan Devan. Sejak kecil, kedua saudaranya itu tak pernah menganggapnya sebagai saudara. Melainkan sebagai seorang babu dan hama yang harus dibasmi. Navaya sendiri tak tahu kenapa kedua saudaranya itu memberinya perlakuan yang sangat buruk. Padahal ia sangat menyayangi Chessy dan Devan melebihi dirinya sendiri. Ia pun sangat berharap kalau suatu saat nanti mereka bisa akrab dan saling menyayangi satu sama lain seperti saudara pada umumnya. Tak lama kemudian, akhirnya mereka tiba di sebuah restoran bintang lima. Mereka pun masuk ke dalam restoran dan langsung diantar menuju sebuah private room yang tersedia di mana keluarga pihak pria telah menunggu di sana oleh seorang pelayan yang telah menunggu kedatangan mereka. “Selamat datang,” sapa Shanum Calliana –Ibu sang pria- dengan senyum hangat seraya berdiri dari duduknya bersama dua orang lainnya yang berada di meja tersebut. “Maaf kami terlambat, jalan cukup padat malam ini,” ujar Freya Aprielle –Ibu Navaya- menghampiri Shanum kemudian menggenggam tangannya tak enak. “Tidak apa-apa, kami juga baru sampai,” ucap Shanum. Freya lantas menyalami Kevin Wijaya –suami Shanum-, begitu pula dengan Arfan Adiwangsa –suami Freya- yang menyalami Shanum dan Kevin. “Ayo, duduk dulu,” ujar Shanum mempersilakan. Freya lantas duduk di samping Shanum bersama Arfan, Devan duduk di samping sang Ayah, Chessy dengan segera mengambil duduk di samping pria yang akan dijodohkan padanya. Sementara Navaya yang duduk terakhir akhirnya duduk di satu-satunya kursi yang masih kosong, yaitu di antara Devan dan Chessy. Di lain sisi, ada Kevin duduk di samping sang istri. Serta seorang pria berusia 25 tahun yang duduk di samping sang Ayah, Azka Chandra Mahadarsa. Pria yang akan memilih calon istrinya. Azka merupakan pria dingin dan datar yang penuh dengan pesona yang mampu membuat para wanita terbuai oleh pesona yang dimilikinya. Meski begitu, ia juga memiliki julukan sebagai ‘Lady Killer’. Pasalnya, ia tak segan untuk menolak wanita yang berusaha untuk mendekatinya dengan mengatakan kata-kata tajam terhadap wanita tersebut. Bahkan untuk mengikuti perjodohan ini pun ia melakukannya dengan sangat terpaksa. Karena baginya, memilih wanita yang akan menjadi istrinya adalah hal terkonyol yang pernah ia dengar. Namun, ia juga tak bisa menolak, karena perjodohan ini termasuk dalam wasiat sang kakek yang tak bisa ditolak. Jika ia menolak, seluruh warisan kakeknya akan diberikan kepada orang lain yang telah kakeknya pilih. Sungguh ancaman yang tak bisa ia bantah. Meski ia belum pernah bertemu dengan Chessy dan Navaya sebelumnya karena pekerjaannya yang lumayan padat, Shanum telah memperlihatkan foto Navaya dan Chessy pada Azka. Tak lupa Ibunya itu memberitahunya mengenai bagaimana sifat dan sikap dari kedua wanita itu sehari-harinya berdasarkan informasi yang Freya dapat dari mata-mata yang sengaja wanita paruh baya itu perintahkan untuk mengikuti keduanya. Dan hal itulah yang menjadi satu-satunya pertimbangan Azka untuk memilih calon istrinya. Walaupun ia tak peduli dan tak tertarik dengan perjodohan konyol ini, tapi ia tetap harus mempertimbangkan wanita yang akan menjadi istrinya kelak. Bagaimanapun, wanita itu akan membawa namanya ke mana pun wanita itu melangkah. “Pertama-tama, terima kasih karena kalian sudah mau menerima perjodohan ini,” ucap Shanum. “Jangan berkata seperti itu. Bagaimanapun, perjodohan ini memang sudah seharusnya dilakukan karena wasiat dari kakek mereka,” ujar Freya lembut yang dibalas senyuman oleh Shanum. “Perkenalkan, yang berada di sana adalah Chessy Alisha, putri sulung kami. Lalu, yang berada di samping Chessy adalah Navaya Almaira, putri kedua kami. Sementara ini adalah Devan Agrata, putra bungsu kami,” jelasnya seraya menunjuk anaknya satu per satu. “Ternyata, aslinya mereka berdua lebih cantik dari yang ada di foto. Chessy terlihat lebih dewasa dan Navaya terlihat lebih manis,” puji Shanum tulus. “Terima kasih, Tante,” ujar Chessy centil dengan senyum lebarnya. Ia pun semakin yakin kalau ia yang akan dipilih. Sementara Navaya hanya membalasnya dengan senyuman hangat. Ia tak berani mengeluarkan suaranya karena takut dengan kecaman Chessy sebelum mereka berangkat tadi. “Kalau begitu perkenalkan, ini adalah Azka Chandra Mahadarsa, putra tunggal kami,” lanjutnya seraya menunjuk ke arah Azka yang sejak tadi juga hanya terdiam di tempatnya. Di tempatnya, Chessy yang memang sudah memperkirakan hal itu sejak memasuki ruangan semakin memasang senyum lebarnya untuk menarik perhatian Azka. Ia bahkan beberapa kali memperbaiki penampilannya. Sementara itu, Navaya hanya terdiam sembari menatap kosong pada meja makan. “Sebelum makan malam, bagaimana kalau kita langsung mendengar pilihan Azka? Karena, aku sudah tak sabar untuk mengetahui siapa yang akan menjadi menantuku. Aku yakin kalau mereka juga sudah tidak sabar,” usul Shanum antusias sekaligus tegang, padahal bukan ia yang akan dijodohkan. “Tentu saja. Kita bisa memulainya sekarang,” balas Freya menyetujui. “Benar, Tante. Lebih cepat, lebih baik, bukan?” sahut Chessy yang hanya dibalas senyuman oleh Shanum. “Azka,” panggil Shanum lembut. “Mama sudah memberitahumu apa yang perlu kamu ketahui dari mereka berdua. Dan Mama yakin kalau kamu sudah memutuskan dan memikirkannya dengan baik. Sekarang, kamu boleh memilih,” pintanya. “Tapi sebelumnya, Tante ingin memberitahu kalian kalau siapa pun yang tidak dipilih di antara kalian berdua, jangan berkecil hati. Tante yakin, kalian pasti bisa menemukan pria yang lebih baik dari Azka,” ujar Shanum. Chessy lantas memasang senyum kemenangannya. Ia bahkan tak perlu merasa berkecil hati, karena sudah pasti ia yang akan dipilih dan akan menjadi Nyonya Mahadarsa. Sesekali, ia melirik ke arah Azka yang telah diberi kode pada sang Ibu untuk mulai memilih. Ia lalu melirik Devan yang juga tengah menatapnya dengan senyum yang sama. Matanya mengisyaratkan ucapan selamat untuk sang kakak walaupun Azka belum mengatakan apa pun. Setelah melirik Devan, pandangan Chessy jatuh pada Navaya. Senyum merendahkan lantas tersungging di wajahnya. Sementara itu, Navaya tetap diam di tempatnya dengan tatapan yang tak pernah teralihkan dari meja makan. Ia pun telah pasrah jika bukan ia yang Azka inginkan untuk dijadikan istri. Dan memang itulah yang ia inginkan. Navaya masih belum ingin menikah dan ingin menghabiskan masa mudanya untuk bekerja seperti wanita-wanita yang lulus kuliah pada umumnya. Tepatnya seperti Zoya yang bebas memilih apa yang ingin wanita itu lakukan. Bekerja dan menjadi wanita karir. Salah satu impian dari kebanyakan wanita. Lamunan Navaya buyar saat ia mendengar suara Azka untuk pertama kalinya. Suara serak dan berat, terdengar merdu dan menenangkan di telinga Navaya. Menikmati suaranya saja tak apa ‘kan, selama ia tidak berharap lebih? “Saya ...,” ujar Azka memberi jeda. “Saya ingin menjadikan Navaya Almaira sebagai istri saya,” putusnya. ------- Love you guys~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD