Chapter 3

1492 Words
“Saya ...,” ujar Azka memberi jeda. “Saya ingin menjadikan Navaya Almaira sebagai istri saya,” putusnya. Hening. Seketika ruangan tersebut menjadi canggung setelah Azka mengutarakan keputusannya. Para orang tua saling bertukar pandang canggung. Devan dan Chessy membeku tak percaya. Sementara itu, Navaya menatap Azka dengan tatapan yang tak bisa dibaca. Begitu pula sebaliknya. Bagaimana tidak? Selama ini, hanya ada satu pilihan yang mereka percayai. Bahwa Azka akan memilih Chessy. Selain karena Chessy merupakan anak pertama, gadis itu juga telah memenuhi segala syarat yang baik untuk menjadi istri Azka. Bisa dibilang, dibanding Navaya, Chessy adalah istri yang sempurna untuk pria itu. Akan tetapi, siapa sangka kalau pada akhirnya pilihan Azka justru akan jatuh pada Navaya yang baru menyelesaikan pendidikan kuliahnya? Benar-benar keputusan yang tak terduga dari pria itu. Navaya mengelupasi kulit ibu jarinya menggunakan kuku jari telunjuk. Hal itu ia lakukan setiap kali Navaya merasa gugup. Dan saat ini, ia benar-benar merasa sangat gugup di tengah tatapan semua orang yang tertuju padanya. Jantung Navaya berdegup dengan sangat kencang hingga membuatnya merasa sesak. Ia merasa sangat gugup hingga tubuhnya terasa kaku. Navaya sendiri tak pernah berharap dan tak pernah ingin kalau dirinya-lah yang akan dipilih. Di lain sisi, Chessy mengepalkan kedua tangannya dengan erat setelah mendengar keputusan Azka yang baginya sangat tidak masuk akal. Ia melirik Navaya melalui ujung mata dengan tatapan tajamnya. ‘Kenapa justru penyihir licik itu yang dipilih? Sihir apa yang dia lakukan pada Azka sampai memilihnya?’ Chessy membatin geram. “Ah. Mmm .... Azka,” sahut Shanum memecah keheningan. Wanita berambut sanggul itu tampak canggung dengan pilihan putranya sendiri. “Apa kamu sudah memikirkan pilihan kamu dengan baik?” tanya wanita itu. “Ini menyangkut tentang masa depan kamu. Kamu harus memikirkannya dengan sangat baik.” Azka menoleh pada sang Ibu. “Mama tidak suka dengan Navaya?” “Bukannya Mama tidak suka dengan Navaya. Mama tahu kalau Navaya adalah gadis yang baik. Tapi, dari segi usia dan kedewasaan, Chessy lebih cocok denganmu. Seperti yang kamu tahu, Navaya baru saja menyelesaikan pendidikan kuliahnya. Ini pasti terlalu cepat baginya untuk menikah,” jelas Shanum. Freya dan Chessy mengangguk setuju. “Kalau memang begitu, kenapa kita harus menunggu Navaya menyelesaikan pendidikannya untuk melaksanakan perjodohan ini? Bukankah itu artinya dia boleh menikah setelah menyelesaikan pendidikan kuliahnya? Lalu, apa bedanya menikah sekarang dengan nanti?” tutur Azka. “Kalian boleh menganggap Navaya masih belum dewasa untuk gadis seusianya. Tapi, apa kalian tidak ingin melihat apakah Navaya memang tidak mampu menjalankan pernikahan ini atau justru sebaliknya?” Semuanya terdiam. Saling melirik satu sama lain. Hal itu justru membuat Chessy semakin geram dengan Navaya. Ia benar-benar tak terima jika Navaya-lah yang akan menjadi istri Azka. Pria yang selama ini telah ia agung-agungkan di hatinya. “Kenapa Navaya?” sahut Chessy penuh amarah yang menarik perhatian semua orang. “Memang apa yang kamu lihat darinya? Kenapa kamu lebih memilih menikahinya dari pada aku?” “Pertanyaan yang sama untukmu. Kenapa tidak Navaya? Kenapa aku harus memilihmu?” balas Azka yang membuat kedua tangan Chessy semakin terkepal erat. “Dibanding Navaya, jelas aku yang lebih cantik. Aku lebih menarik darinya. Jadi, atas dasar apa kamu memilihnya?” protes Chessy. “Memang kenapa kalau kau lebih cantik darinya? Sejak awal, aku tidak pernah mengatakan akan menikah dengan wanita cantik,” tukas Azka. “Aku sudah menentukan pilihan. Aku akan menikah dengan Navaya.” “Ma! Pa! Apa kalian akan membiarkannya seperti ini?” tanya Chessy meminta bantuan pada kedua orang tuanya. “Chessy, jangan seperti ini. Azka sudah menentukan pilihannya. Biarkan Adik kamu menikah dengan Azka,” ucap Freya mencoba menenangkan putri sulungnya itu. “Tapi, bukankah kalian mengatakan kalau aku yang akan menikah dengan Azka? Lalu, kenapa sekarang malah Navaya yang akan menikah dengannya?!” Chessy menatap penuh amarah pada Navaya yang duduk diam di sampingnya. Sedangkan Freya dan Arfan saling menukar pandang. Sejak dulu, mereka mereka memang selalu mengiming-imingi Chessy kalau gadis itulah yang akan menikah dengan Azka. Namun, mereka mengatakan itu dengan suatu alasan. Yaitu, karena Chessy dan Azka hanya berbeda usia 1 tahun. Jadi, mereka pikir kalau pria itu pasti akan memilih Chessy yang hampir seusia dengannya. Tapi ternyata, Azka justru memilih pilihan lain. “Sudahlah, Chessy. Jangan keras kepala seperti ini. Ini hanya pernikahan. Kamu masih bisa menikah dengan pria lain,” ucap Arfan. “Apa yang Papa-mu katakan benar, Chessy. Jangan terlalu sedih. Kalau kamu mau, Tante bisa mengenalkan beberapa putra teman Tante untukmu,” sahut Shanum. Bukannya tenang, Chessy justru semakin kesal. Tidak ada satu pun dari mereka yang berpihak padanya. Bahkan kedua orang tuanya pun ikut berpihak pada Navaya. “Ini semua karena kau,” kecam Chessy pada Navaya kemudian langsung pergi meninggalkan ruangan tersebut. “Eh, Kak!” seru Devan kemudian bergegas menyusul Chessy yang keluar dengan penuh amarah. Sepeninggal kedua orang itu, ruangan tersebut kembali menjadi hening dan canggung. Sesekali, mereka melirik Azka yang tampak tak peduli. Tak beda jauh dengan Navaya yang sejak tadi hanya terdiam. Tanpa tahu kalau saat ini gadis itu sangat gugup. Gadis itu bahkan tak berhenti mengelupasi kulit ibu jarinya hingga tanpa sadar telah mengeluarkan darah. “Navaya,” panggil Shanum lembut memecah keheningan. Navaya yang mendengar namanya dipanggil spontan menatap ke arah Shanum yang tengah tersenyum hangat padanya. “Selamat datang di keluarga kami, Navaya. Walaupun kalian berdua belum menikah, tapi Azka telah memilihmu. Secepatnya, kalian akan menikah dan kamu resmi masuk ke keluarga kami,” tutur Shanum lembut. “Jadi, buat dirimu senyaman mungkin dan jangan sungkan untuk meminta sesuatu pada kami jika ada yang ingin kamu inginkan. Kami pasti akan memberikannya padamu. Kamu masih muda, jadi pasti banyak yang perlu kamu persiapkan sebelum pernikahan,” sambungnya. Navaya yang tak sanggup mengeluarkan suara pun hanya bisa mengangguk kecil. Hal itu justru membuat Shanum dan Kevin terkekeh kecil. “Seperti yang Tante duga, kamu sangat menggemaskan,” goda Shanum yang membuat Navaya menunduk. Di saat mereka tersenyum, karena tingkah Navaya yang bagi mereka menggemaskan. Gadis itu justru merasa semakin tak tenang. Sejak tadi pikirannya melayang pada Chessy yang keluar dengan penuh amarah. Navaya sangat mengkhawatirkan Chessy. Ia tak tahu apa yang Kakak-nya lakukan sekarang untuk melampiaskan amarahnya. ------- Navaya langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Akhirnya ia bisa bernapas lega setelah pulang dari pertemuan tersebut. Tangannya terulur mengelus dadaa. Sampai sekarang, Navaya masih bisa merasakan jantungnya berdebar-debar. Ini pertama kalinya ia merasakan jantungnya berdebar seperti ini. Navaya pun tak bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini. Semuanya terlalu abu-abu untuk bisa Navaya ungkapkan melalui kata-kata. “Tenanglah jantung. Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini?” lirih Navaya kemudian menghembuskan napas panjang tanpa berhenti mengelus dadaanya. Ia berharap kalau jantungnya bisa berdetak normal kembali. Navaya merasa sangat tidak nyaman dengan jantungnya yang berdebar seolah ingin keluar dari tempatnya. Akan tetapi, begitu mengingat kejadian saat Azka memilihnya tadi, Navaya semakin tak bisa mengontrol jantungnya yang kian menggila. “Ada apa denganku? Kenapa aku bisa jadi seperti ini?” gumamnya panik. Suara dering ponsel sukses membuat Navaya terlonjak kaget hingga jantungnya semakin berdebar kencang. “Ya, Tuhan!” lirihnya sembari mengusap-usap dadaanya yang kini terasa panas akibat terus diusap. Dengan segera, Navaya pun meraih ponsel di dalam tas. Senyumnya lalu terukir ketika melihat nama Zoya tertera di sana. Tanpa menunggu lama, ia langsung menjawab panggilan tersebut. “Halo,” sapa Navaya. “Halo! Halo! Halo! Yaya! Yaya! Yaya! Kau di mana? Kau di mana?” cecar Zoya antusias. “Jangan teriak-teriak, Zozo,” ujar Navaya. “Kau pasti sudah di rumah,” tukas Zoya tepat sasaran. “Bagaimana tadi? Kau sudah bertemu dengan pria itu? Bagaimana penampilannya? Apa dia tampan? Setampan apa? Lalu, siapa yang dia pilih? Kau atau si Nenek Sihir itu?” “Pelan-pelan. Kenapa buru-buru begitu?” ucap Navaya. “Tidak bisa! Aku sangat penasaran dengan pria itu! Sangat penasaran sampai aku tidak bisa makan dengan tenang!” seru Zoya yang membuat Navaya terkekeh dengan sahabatnya itu. “Ayo, katakan padaku! Bagaimana hasilnya? Siapa yang pria itu pilih?” tanya Zoya tak sabar. Sementara itu, Navaya justru membisu dengan ekspresi tak terbaca. Debar jantungnya yang tadi mereda, kini kembali berdebar kencang. Ia sendiri pun tak tahu kenapa jantungnya tiba-tiba seperti ini. “Halo? Yaya? Kau mendengarku?” sahut Zoya yang membuyarkan lamunan Navaya. “Ah. Iya. Aku mendengarmu,” ucap Navaya. “Lalu, bagaimana hasilnya? Cepat beritahu aku? Aku sudah hampir mati penasaran di sini!” paksa Zoya. “Mmm .... Itu ... di-” BRAK! Navaya menoleh ketika pintu kamarnya dibuka dengan keras. Dari tempat tidurnya, ia bisa melihat Chessy masuk ke dalam dengan kamarnya dengan wajah kesal. Bukan hanya wanita itu, Devan pun mengikut di belakangnya. “Siapa yang datang? Apa itu Nenek Sihir? Halo? Yaya? Yaya? Kau di sana? Yaya?” seru Zoya di seberang telepon. Mengabaikan ponselnya yang masih terhubung dengan Zoya, Navaya turun dari tempat tidur untuk menyambut sang Kakak. “Kakak,” gumam Navaya seiring dengan Chessy yang semakin mendekat ke arahnya. “Kak, apa yang-” PLAK! ------- Love you guys~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD