Chapter 2

1049 Words
Selamat membaca Pagi-pagi sekali sekitar jam setengah lima pagi, Alfa terbangun ketika mendengar suara adzan subuh. Ia mengucek matanya sejenak, lalu segera beranjak dari tempat tidur berniat untuk mengambil air wudhu agar rasa kantuknya menghilang. Setelah selesai berwudhu, Alfa segera kembali ke kamar untuk melaksanakan sholat subuh. "Nah! ketahuan, kan. Pak Alfa diam-diam ninggalin saya tidur sendirian," tuduh Riana tanpa dosa saat melihat Alfa baru saja ingin masuk ke dalam kamar Alfa menghela napas lelah. Pagi-pagi udah ngajak ribut! batinnya kesal. Alfa sama sekali tidak menghiraukan tuduhan yang Riana berikan. Ia justru tetap masuk ke dalam dan melewati Riana begitu saja. Kemudian ia berjalan menuju lemari untuk mengambil sarung dan sajadah. "Wudhu sana, habis itu sholat berjamaah," suruhnya datar, lalu mulai merapikan sajadahnya untuk menghadap kiblat. Riana berdecak kesal karena merasa diacuhkan oleh Alfa. Namun ia tetap menuruti ucapan Alfa untuk mengambil wudhu, meskipun dengan perasaan dongkol. Tidak membutuhkan waktu lama, Riana sudah kembali ke dalam kamar dengan raut wajah yang masih ditekuk. Alfa yang menyadari akan hal itu, hanya diam dan tidak berkomentar apa pun. Kemudian Alfa mulai memimpin sholat setelah Riana selesai memakai mukena. Ketika mereka berdua sudah selesai, tiba-tiba Alfa menoleh ke belakang dan menyodorkan punggung tangannya kepada Raina. Riana yang tidak tau apa maksud Alfa, hanya menatap Alfa dengan tatapan bingung. "Bu Riana nggak mau mencium tangan saya?" tanya Alfa ringan sambil menurunkan kembali tangannya. "Eh?" "Mau, kok." Riana mengulurkan tangannya untuk mengambil tangan Alfa, lalu ia menciumnya dengan bibir. Alfa tertegun dan segera menarik tangannya cepat ketika merasakan tubuhnya seakan tersengat listrik saat kulitnya bersentuhan dengan bibir Riana. Riana menatap Alfa datar. "Tangan saya nggak sekotor itu ya, Pak," tukasnya kesal karena Alfa tiba-tiba menarik tangan ketika ia ingin menciumnya. Padahal apa yang ia lakukan ini kan termasuk bentuk hormat seorang istri kepada suami. "Saya nggak meminta Bu Riana mencium tangan saya pakai bibir, cukup tempelkan di hidung saja," ucapnya seakan masih terkejut dengan sengatan yang baru saja ia rasakan. "Sama aja," sahut Riana singkat. "Beda." "Apa bedanya?" tanya Riana dengan raut wajah yang menantang. Skakmat! Alfa terdiam tak berkutik. Jika ia mengatakan yang sebenarnya terjadi, Riana pasti akan mengira jika ia aneh. Karena tidak mempunyai jawaban yang akurat. Akhirnya dengan sangat berat hati, Alfa memilih untuk mengalah dan tidak ingin meneruskan perdebatan yang tidak penting ini. ***** Riana tertegun saat membuka pintu lemari es yang penuh dengan sayur, buah, dan bahan masakan lainnya. Kemudian ia tersenyum hangat karena merasa sangat beruntung memiliki ibu mertua yang baik dan begitu perhatian. Karena sebelum ia pindah ke rumah ini, semua baju dan barang-barangnya sudah di pindahkan terlebih dahulu oleh ibu mertuanya, sekaligus semua barang milik Alfa. Jadi ia dan Alfa hanya perlu datang membawa badan saja dan tidak perlu repot-repot menata barang-barang bawaan, karena semuanya sudah disiapkan. Riana berjongkok, lalu mulai memilih sayuran yang akan ia masak hari ini. Karena terlalu banyak pilihan, akhirnya ia menjadi pusing sendiri. "Haduh, jadi bingung mau masak apa." "Emang Bu Riana bisa masak?" tanya Alfa dengan nada mengejek. "Yang penting jadi, kan," sahut Riana santai. Alfa yang merasa tidak yakin dengan hasil masakan Riana, akhirnya memutuskan untuk memasak sendiri. "Saya aja yang masak, awas," tutur Alfa sambil menggeser tubuh Riana dari depan lemari es. "Hei!" pekik Riana ngegas. "Ssshht!" "Duduk aja sana, jangan ganggu," suruh Alfa ketus. "Siapa yang ganggu? Saya juga mau masak," balas Riana tidak kalah ketus. "Ya udah, kita masak sendiri-sendiri." "Oke, lagian saya juga nggak mau makan masakannya, Pak Alfa." "Saya masak buat diri saya sendiri, bukan buat dibagi sama Bu Riana," ungkapnya datar. "Alah, palingan yang dimasak juga cuma telur ceplok, ups." Alfa tidak menghiraukan ucapan Riana. Ia mengambil beberapa bahan masakan, lalu segera menuju dapur. Sedangkan Riana masih bingung dan tidak mempunyai ide apa pun untuk memasak. Beberapa menit kemudian, akhirnya Riana menyusul Alfa ke dapur setelah selesai berpikir keras untuk mencari ide. Ia mulai memasak dengan sungguh-sungguh karena tidak ingin kalah dari Alfa. Sesekali ia juga diam-diam melirik ke arah makanan yang sedang dimasak oleh Alfa. Karena makanan yang dimasak oleh Riana sangat mudah, jadi ia selesai lebih dulu daripada Alfa. "Selamat makan, Pak Alfa," tutur Riana tersenyum manis seakan mengejek Alfa yang masih belum selesai menyelesaikan masakannya. Riana berjalan ke arah meja makan dan menyeret salah satu kursi. Kemudian ia meletakkan hasil masakannya di atas meja dan menatapnya dengan tatapan kagum. "Beautiful," ucapnya begitu bangga. Saat Riana masih mengagumi takoyaki yang ia buat, tiba-tiba Alfa meletakkan hasil masakannya tepat di depan Riana. Riana menengadah dan menatap Alfa yang sedang tersenyum tipis ke arahnya. Seolah-olah dia sedang mengatakan jika takoyaki yang ia buat bukan apa-apa jika dibandingkan dengan hasil masakannya yang terlihat luar biasa. Alfa menyeret salah satu kursi dan bersiap untuk menyantap sarapan mewah hasil buatan tangan ajaibnya. Tapi saat ia ingin memotong pancake dengan pisau, tangannya tiba-tiba langsung ditepis oleh Riana. "Bu Riana!" pekik Alfa kesal. "Foto dulu, Pak," tukasnya santai tanpa merasa bersalah. "Saya ambil hp sebentar," ucapnya tergesa-gesa menuju kamar untuk mengambil ponsel. Alfa menyugar rambutnya frustasi sambil membuang napas kasar. Saat Riana kembali, ia menatap ke arah pancake di atas meja yang masih utuh dan sama sekali belum disentuh oleh Alfa. Ia tersenyum lebar. Ternyata Alfa benar-benar menuruti ucapannya agar tidak memakan pancake itu sampai ia memotretnya terlebih dahulu. Padahal sebelumnya ia sempat cemas jika Alfa akan tetap memakannya. Dan itu justru membuatnya sedikit merasa bersalah karena sudah membuat Alfa menunggu. "Sebentar ya, Pak Alfa, hehe," ucapnya nyengir ketika sedang memotret hasil masakan Alfa. Sedangkan Alfa hanya diam dengan wajah yang ditekuk. "Selesai," tutur Riana riang. "Silahkan dinikmati makanannya." Kemudian Riana duduk sambil melihat foto hasil jepretannya. Setelah puas melihat, ia meletakkan ponselnya di atas meja. Dan mulai menyantap sarapannya. ***** Riana membuang napas kasar. "Aduh! Bosen!" teriaknya sambil menyenderkan tubuhnya lelah di punggung sofa. "Berisik!" tukas Alfa yang sedang menonton tv di samping Riana "Pingin piknik." "Ya udah sana pergi," sahut Alfa datar. Riana menepuk paha Alfa kasar. "Aww!" "Dasar membosankan!" tukas Riana kesal dan beranjak dari sofa. Lalu berjalan menuju ke arah kamar. Percuma saja Alfa diberi waktu cuti satu Minggu, jika hanya dihabiskan untuk berdiam diri di dalam rumah. Riana berdecak. Lebih baik ia pergi hangout dengan teman-temannya, daripada menghabiskan waktu seharian di rumah dengan manusia kaku itu. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD