Langit arfian william

1007 Words
Beberapa menit sebelumnya. Seorang pria berjas abu abu keluar dari dalam mobilnya dengan menjinjing tas. Di area parkiran ia terus berjalan menuju pintu masuk kantor Langit Corporation. Pria berusia dua puluh lima tahun ini berjalan dengan tegap dan gagah, beberapa kali orang yang berpapasan dengannya membungkuk hormat menyapa, mengucap selamat pagi. Siapapun yang bekerja disini pasti tahu siapa dia. Langit arfian william. Direktur utama dari perusahaan terbesar se-asia tenggara Langit Corporation. Ia adalah direktur yang dikenal baik karena reputasinya yang bagus selama memimpin perusahaan, keramahannya terhadap karyawan dan keloyalitasannya sebagai direktur mampu membuat seluruh karyawan mempercayainya sebagai direktur paling pengertian diantara seluruh perusahaan. Disamping semua orang yang mengenalnya sangat baik dan pengertian, tidak ada yang tahu ia menyimpan rahasia yang cukup mendalam, yang hanya perlu ia simpan seorang diri. Ia bisa membaca pikiran orang lain. Bahkan saat ini ia bisa mendengar suara pikiran semua orang disekitarnya, termasuk beberapa orang yang ia temui dan menyapanya. "Pak Langit keren banget sih." batin karyawan perempuan. "Sudah cantik belum ya aku?" batin karyawan perempuan setelahnya. "Gawat, Pak Langit masuk lagi. Tugas kemarin aja belum kelar." batin karyawan pria bawahan Langit. "Yes, Pak Langit dateng. Gue bakal kerja yang rajin didepan dia supaya gaji gue dinaikkan lagi." batin karyawan pria lainnya. Itu adalah segelintir suara pikiran orang-orang yang menyapa Langit baru baru ini. Sampai suatu ketika saat Langit masuk ke kantor dan melihat didepan sana ada dua orang yang sedang berbicara. Entah kenapa ia jadi penasaran. Beberapa menit kemudian Senja sudah berada didepan pintu berwarna merah, ia pun mengetuk pintunya dengan perlahan. Sesungguhnya ia cemas, namun ia coba beranikan diri untuk menghadapi apapun itu yang akan terjadi setelah ini. Tiba-tiba seorang pria berkepala botak seperti Deddy Corbuzier muncul di belakangnya dan hampir membuat Senja jantungan karena kehadirannya yang tiba tiba. "Astagfirulloh kirain tuyul." batin Senja kaget. "Kamu yang mau interview sebagai office girl?" tanya Zainal. "Iya Pak betul." jawab Senja mulai tegang dan merasa tak nyaman. Ia coba redam kedua tangannya yang mulai gemetaran. "Ayo masuk." ujar Zainal sembari membuka pintunya, mempersilahkan Senja masuk. Di ruangan yang terdapat satu meja dan tiga kursi itu mereka saling duduk berhadapan. Zainal melihat print CV Senja yang ada ditangannya. Ia banyak menanyakan seputar pendidikan yang ditempuh, pengalaman pekerjaan dan kesiapannya bekerja disana. Senja menjawabnya dengan lancar meskipun terlihat beberapa kali ia merasa gugup. Wajar saja, ia menganggur cukup lama semenjak bekerja sebagai admin di toko online. Terlalu banyak dirumah jadi membuat Senja merasa tidak nyaman ketika dihadapkan oleh orang penting seperti ini. Bahkan tangannya sampai berkeringat saat itu. Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan muncul pria tampan yang sangat Senja ingat. Mas ganteng yang wajahnya seperti perosotan! Pria di lift tadi! Tapi kenapa dia bisa ada disini?! Lelaki tinggi, tegap dan tampan dengan wajah bersih seputih susu itu masuk ke dalam ruangan tersebut, menyapa mereka dengan mengatakan selamat pagi dan duduk di sebelah Zainal. "Sebenarnya kita lagi darurat, butuh banget karyawan OG disini." ujar Zainal "Oh gitu ya Pak. Iya kebetulan saya juga lagi butuh pekerjaan." ujar Senja mencoba jujur. "Untuk sekedar informasi, orang disamping saya ini adalah CEO di perusahaan Langit Corporation." ujar Zainal menunjuk Langit yang ada disampingnya. "Semua orang yang bekerja di perusahaan ini harus diinterview user oleh Pak Langit." ujar Zainal. Senja mengerdip-ngerdip menatap pria tampan dihadapannya, ini benar bukan mimpi? Dia Langit, bukan langit temannya awan dan bintang. Tapi Langit yang selalu jadi perbincangan publik karena reputasi baiknya sebagai anak dari pemilik perusahaan besar. "Senja tenang, dihadapan orang hebat seperti Langit kamu harus tenang. Enggak, enggak bisa. Rasanya jantungku mau copot. Disini ada infusan hidung enggak sih? Aku butuh oksigen, dadaku sesak, apa aku punya asma ya? Kayaknya aku harus ikut rapid test nanti! Tapi dicolok hidungnya kan sakit, nanti kalo colokannya bekas hidung orang dan masih ada upilnya gimana?! Upilnya nanti nempel ke hidungku terus nanti jadi kerak, eh atau didalam upil itu masih ada bulunya? Nanti bulu hidungnya numbuh didalam hidungku?!" ujar Senja dalam hati. Langit mendengar semua pikirannya, ia mulai senyam-senyum mendengar kepanikan pikiran Senja. Suasana hening, Zainal sibuk melihat CV Senja, mendiaminya dengan sejuta kisah di kepalanya. Cahaya matahari seperti memantul ke kepala botak Zainal. Senja merasa tersilaukan, ia menyipitkan matanya karena radiasi yang bersumber dari cahaya kepala Zainal. "Udah kayak lampu Pak kepalanya. Bersinar terang kayak lampu taman. Saya heran deh sama Bapak. Kenapa dari sekian banyak model rambut bapak malah memilih botak? Kutu banyak yang demo pak rumahnya hilang." ujar Senja dalam hati. Langit kembali menutup mulutnya menahan tawa. "Menurut saya botak itu enggak ada seninya pak, kan kalo ada rambutnya bisa dikreasiin. Kayak model punk, cepak, harajuku, kepang dan macem macem. Kalo botak bukankah itu sedikit mengganggu kenyamanan lawan bicara? Soalnya silau. Apalagi kalo kesenter cahaya matahari seperti sekarang. Saya yang jadi korban pak." batin Senja. Langit terus menahan tawa. "Ih kenapa sih pak Langit tutup hidung mulu? Apa ada truk sampah lewat? Atau truk sampahnya itu aku? Enggak, aku kan sudah pakai minyak wangi, oh atau mungkin sebaliknya? Dia enggak suka bau minyak wangiku?! Pantesan aja dari tadi tutup hidung mulu!" pikir Senja. "Pak langit ada yang ingin ditanyakan pada Senja?" tanya Zainal. Langit menatap Senja dan melepas tangan yang menutup mulutnya. Dia menanyakan banyak hal mengenai Senja, mulai dari keluarga, profesi orang tua, jumlah saudara, pendidikan dan pengalaman pekerjaannya. Senja menjawabnya dengan gugup dan setengah lancar malah terkadang ia senyam senyum sendiri karena tak tahu mau bicara apa. Senja tidak siap berhadapan dengan lelaki berpredikat direktur itu. Setelahnya Senja mengeluh. "Gugup banget sih ngomong sama direktur. Senja sadar, dia itu manusia sama seperti kamu! Bukan anak presiden atau anak juragan tanah. Eh tunggu, emang anak presiden bukan manusia ya?" batin Senja dalam hati. Langit menjelaskan banyak hal tentang perusahaannya, Senja mengangguk paham. Sampai akhirnya lelaki itu selesai menjelaskan ia pun bertanya pada Senja. "Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Langit menatap Senja. Senja menggeleng. "T-tidak, Pak." "Lalu ada yang ingin kamu tanyakan pada pak Zainal?" tanya Langit sembari tersenyum menahan tawa. "Menanyakan hal seperti kenapa pak Zainal tidak memiliki rambut mungkin?" Senja terkejut, bagaimana mungkin ia tahu apa yang dirinya pikirkan barusan?!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD