05. Sudah Bahagia Di Surga

1096 Words
Liana mematung saat mendengar nama pemilik resort yang baru. Aidan Winston. Mantan suaminya. Liana tak tahu apa yang ia rasakan, rasanya bercampur. Kaget, sedih, dan sedikit bahagia karena kemungkinan ia akan kembali melihat Aidan lagi. Tetapi, harapan itu harus ia telan bulat-bulat, karena Aidan tidak akan suka bertemu dengannya. Lelaki itu membencinya. "Are you okay, Na?" Darian menatap Liana khawatir. Melihat keterbungkaman Liana cukup membuat Darian cemas. Liana masih diam, di kepalanya banyak hal-hal yang timbul. Ia tidak terlalu mempermasalahkan pertemuannya dengan Aidan nantinya. Yang ia pikirkan saat ini adalah Noah. Apa reaksi pria itu saat melihat Noah. "Aku pernah melihatmu beberapa kali menonton siaran luar tentang bisnis. Tepat saat itu rupa Aidan muncul, apa pria itu masih berada di hatimu, Na?" tanya Darian. Liana menoleh, pandangan wanita itu kosong. Itu yang Darian tangkap dari mata Liana. "Aku tidak mempermasalahkan diriku, yang ku cemaskan adalah Noah, Dar," ujar Liana sendu. Mengingat masa di mana Aidan memutuskan untuk menceraikannya tanpa mendengar penjelasannya terulang lagi di memori Liana. Saat itu tidak ada lagi tatapan hangat yang biasa Aidan berikan, melainkan tatapan dingin yang menusuk ulu hatinya. Darian menghela napas, ia menatap Liana iba. "Saat Aidan datang untuk mengecek resort ini, akan lebih baik kamu tidak usah muncul. Beberapa hari habiskan saja waktumu dengan Noah, lupakan jika pria itu berada di Negara ini." Liana menatap Darian dengan pandangan yang sulit diartikan. Dia tidak tahu lagi harus bagaimana pada Darian. Lelaki itu selalu membantu dirinya, setiap kesusahan Darian selalu ada. "Aku merepotkan dirimu lagi, Dar," sesal Liana menatap Darian tidak enak. Darian tersenyum, sejak ia bertemu Liana dan mengetahui kondisi wanita itu. Entah kenapa Darian ingin menjadi laki-laki di depan Liana, yang akan membantu dan menjaga Liana dan Noah. Darian sangat menyayangi Liana dan Noah. "Aku tidak merasa direpotkan, Liana..." Meskipun jawaban seperti itu yang Liana dengar, tetap saja Liana merasa tidak enak pada lelaki baik itu. Terlebih lagi, Liana tidak bisa membalas perasaan lelaki itu. Liana merasa tidak pantas untuk Darian yang sangat baik bak malaikat. *** "Baiklah, kami pulang dulu. Sampai jumpa!" pamit Tari seraya melambaikan tangannya. "Bye Noah!" seru Keanu. Noah tersenyum lebar lalu melambaikan tangannya pada Keanu yang sudah berada di dalam mobil, "Dadah, Kean." Suami Tari--Farel--membunyikan klakson sekali lalu melanjutkan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Liana. Noah sejak tadi tak henti-hentinya menatap ke arah mobil yang di tempati Keanu. Ada perasaan iri yang timbul di hatinya melihat Papa Keanu. Om Farel terlihat sangat memperhatikan dan menyayangi Keanu. Noah sangat iri dan ingin merasakan hal yang Keanu rasakan. "Noah, ayo masuk!" seru Liana pada Noah yang malah masih bengong di tempat. Noah menolehkan wajahnya menatap sang Mama, lalu dengan lari kecil ia mengikuti langkah Liana yang sudah berjalan lebih dulu. "Noah, sekarang kamu main sama Om Darian dulu ya. Mama mau siapin makan malam," ujar Liana. Noah mengangguk paham lalu berlari menuju ruang tengah di mana Darian sedang nonton televisi. "Om Dakhian..." panggil Noah. Darian yang mendengar sedikit nada sendu di suara Noah pun mengernyit heran. "Sini, duduk sama Om." Darian menepuk pahanya mengode agar Noah duduk di pangkuannya, Noah tidak menolak. Ia langsung duduk di atas paha Darian dan mengalungkan tangannya ke leher Darian. Matanya menatap sendu pada mata Darian semakin membuat Darian penasaran apa yang terjadi. "Kenapa murung gitu? Hadiah robotnya nggak suka?" tanya Darian lembut seraya mengusap rambut halus Noah. Noah menggeleng, "Noah cuma sedih." "Sedih kenapa? Ayo cerita sama, Om," ujar Darian. "Papa Noah ke mana sih, Om? Kok Noah nggak pekhnah liat? Tekhus Keanu punya Papa, Om Fakhel sama Kean selalu kompak. Noah pengin kayak mekheka juga," kata Noah mencurahkan isi hatinya pada orang yang paling ia percaya. Darian. Usapan tangan Darian pada rambut Noah berhenti, ia menatap Noah iba. Darian juga tidak menyangka Noah akan bertanya seperti ini padanya. Apa Liana tidak memberitahu Noah? "Om kenapa nggak jawab? Om Dakhian belum pekhnah ketemu Papanya Noah ya?" Kedipan mata polos Noah menatap Darian membuat hati Darian mencelos dan nyeri. "Kalau kamu mau, Om Darian bisa kok jadi papanya Noah." Darian tersenyum lalu kembali mengusap rambut Noah dengan sayang. Noah menggeleng, "Tapi kan Om Dakhian oom nya Noah, bukan Papa." Darian bungkam. Selanjutnya, Darian memilih tidak menjawab ucapan Noah. "Om kok diem? Noah bicakha lho, Noah nggak bekhani nanya Mama kakhena takut. Makanya Noah tanya Om Dakhian. Om benekhan nggak kenal sama Papa Noah?" "Kenal kok. Papa kamu itu baik banget, mirip juga sama kamu." Darian tersenyum lebar. Darian berusaha untuk tidak menghujat dirinya sendirinya sendiri yang malah membaik-baikkan nama Aidan di depan Noah. "Tekhus-tekhus?" tuntut Noah, tidak puas akan jawaban Darian barusan. "Papa kamu ganteng, tapi lebih ganteng Om Darian pastinya," jawab Darian lalu tertawa. Noah juga terkikik geli, kepalanya sibuk membayangkan bagaimana rupa sang Ayah. "Makan malam udah siap, ayo makan!" Liana tiba-tiba muncul. Darian mengucapkan terima kasih dalam hati, karena percakapannya dengan Noah berakhir. "Ayo kita makan!" Darian menggendong tubuh Noah dan membawanya ke ruang makan. "Tapi kita belum siap bicakha, Om!" protes Noah, menahan pergerakan Darian yang hendak berjalan ke ruang makan dengan cara memukul pelan bahu Darian. "Makan dulu," sahut Darian. Noah mengerucutkan bibirnya. Darian mendudukkan Noah di salah satu kursi. Di saat semuanya hening dan sibuk pada makanan masing-masing. Secercah harapan mulai timbul di hati Noah, ia berharap bisa bertemu dengan Papanya dan bermain bersama. Sama seperti Keanu dan Papanya. *** Malam sudah semakin larut, mata Noah tidak bisa terpejam sama sekali. Kepalanya masih sibuk memikirkan keberadaan Papanya yang tidak ia ketahui hingga kini. Hanya sekilas informasi yang Darian berikan. Selepas makan malam, Noah harus menelan kekecewaan karena Darian buru-buru pulang dan pembicaraan mereka tadi pun ter-pending. Noah bergerak tidak nyaman di tempat tidur membuat tidur Liana terganggu oleh pergerakan putranya. "Noah..." Noah menoleh, menatap Liana yang mengerang pelan karena tidurnya terganggu. "Mama tidukh aja," ucap Noah. Liana mengucek matanya, wanita itu bangkit dan menghidupkan lampu kamar. Liana kembali duduk di ranjang, Noah pun sudah dalam posisi duduk. "Noah kenapa nggak tidur?" tanya Liana lembut. "Nggak bisa tidukh, Ma." "Ada yang ganggu pikiran Noah?" tanya Liana lagi. Liana menangkap gelagat aneh dari sang putra, wajah Noah seperti gusar. "Cerita sini sama Mama." Liana menarik Noah ke dalam pelukannya. Noah mendongak, menatap ragu-ragu ke arah Liana. "Boleh nanya?" tanya Noah polos. Liana mengangguk dan tersenyum, "Apasih yang nggak buat anak Mama." "Papa ke mana, Ma? Kenapa Noah nggak pekhnah liat Papa?" Mata Liana terbelalak kaget mendengar pertanyaan yang tak terduga dari bibir mungil Noah. Liana tak menyangka Noah akan menanyakan keberadaan sang Ayah secepat ini. Noah masih terlalu kecil untuk mengetahui dan mengerti semua ini. "Kata Om Dakhian dia kenal Papa, katanya mikhip sama Noah. Tekhus Papa ganteng walaupun kata Om Dakhian lebih gantengan dia," ungkap Noah. Liana tersenyum sambil menyisir rambut Noah dengan jari tangannya. Ia belum mau menjawab pertanyaan Noah, kepalanya sibuk merangkai kalimat yang pas untuk Noah. agar anak itu mengerti. "Mom, jawab," desak Noah tidak sabaran. Liana mengusap-usap rambut Noah dengan sayang, bibirnya ia majukan untuk mengecup puncak kepala Noah dengan sayang. "Papa udah nggak ada. Papa udah bahagia sama Tuhan di surga, Noah." Noah merasa ada sesuatu yang menghantam dirinya, itu bukan jawaban yang ingin ia dengar. Papanya sudah tidak ada. Noah tidak ingin mempercayai hal itu. Itu bohong kan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD