06. Benarkah Dia Sudah Bahagia?

1074 Words
Di waktu yang bukanlah hari libur panjang, keadaan resort tidak ramai. Itu cukup membuat banyak waktu luang untuk para pekerja resort. Hari ini Liana hanya bekerja pagi dan siang untuk menyiapkan menu bagi pengunjung resort yang tidak seberapa. Sisanya Tari akan mengambil alih dapur bersama beberapa pekerja lain. Liana berjalan gontai memasuki rumah, pikirannya sekarang bercabang-cabang. Sejak Noah menanyakan keberadaan Aidan tadi malam, Noah menjadi anak yang pendiam hari ini. Membuat Liana semakin merasa bersalah pada putra kesayangannya itu. "Noah..." Noah yang sedang menggambar pun menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Liana menghela napas, ia berjalan mendekati Noah. "Noah lagi ngapain?" Noah tidak menjawab, ia menunjukkan gambarnya yang baru diwarnai setengah. "Noah gambakh ini. Noah sama Mama di pintu, Papa deket pohon yang gede di sukhga," ucap Noah. Ia melihat lagi gambarnya dengan seksama. "Apa Noah pekhlu menambahkan kelinci dan kucing biakh Papa nggak sendikhian di sukhga?" tanya Noah menatap Liana serius. Bocah lelaki itu menimbang-nimbang apakah ia harus membuat beberapa hewan peliharaan. Liana tidak tahu harus merespon seperti apa. Speechless rasanya berhadapan dengan Noah yang seperti ini. "Gimana, Ma? Tambahin juga nggak?" desak Noah meminta persetujuan dari Liana. Liana mengangguk kecil. "Terserah kamu." Noah mengangguk dan kembali fokus pada gambarnya. Liana yang melihat ekspresi Noah yang sendu cukup membuat hatinya berdesir. Tidak tega melihat putranya seperti itu. "Noah, mau jalan-jalan sama Mama nggak?" Ya, Liana ingin membawa Noah jalan agar melupakan kesedihannya. Kalau tahu begini, Liana pasti mengatakan Aidan belum meninggal. Agar semangat anak itu tidak patah hanya karena mengetahui Papanya tiada. Liana menyesal telah mematahkan hati Noah seperti ini. Noah melirik Liana sekilas lalu menggeleng tidak minat, "Males, Ma." Liana menghembuskan nafasnya, kalau sudah begini akan sulit membujuk Noah. Anaknya itu nanti beberapa hari menjadi pendiam dan menatap segalanya dengan datar tanpa minat. "Noah..." Noah bergeming, ia masih fokus pada gambarnya. Bocah laki-laki itu berusaha membuat hewan peliharaan sebanyak mungkin di buku gambarnya, agar Papanya ada yang menemani di Surga sana. "Noah kenapa murung? Cerita lagi sini sama Mama," bujuk Liana. Tangan wanita berparas cantik itu mengelus rambut Noah dengan sayang. Liana tahu penyebab Noah berubah murung, karena pembicaraan mereka tadi malam. "Noah mau ketemu Papa?" tanya Liana. Wajah Noah langsung menoleh menatap Liana. Sedetik binaran bahagia dan penuh harapan muncul di mata biru Noah, membuat Liana ingin menangis rasanya. Namun, binaran mata itu kembali meredup saat ingat sesuatu. “Papa udah meninggal. Kalau mau ketemu Papa, bekhakhti Noah hakhus meninggal dulu.” Ucapan polos itu keluar dengan mulus dari bibir Noah. Tanpa Liana sadari, sebulir airmatanya mengalir keluar dari pelupuk matanya. Liana menatap Noah dengan pandangan kosong. Noah membelalakkan matanya kaget melihat sang Mama yang malah menangis, dengan cepat ia mengusap pipi Liana. Menghapus Airmata yang keluar dengan jari-jari kecilnnya. "Mama kenapa nangis? Noah minta maaf, Noah udah nakal. Noah janji nggak nanyain Papa lagi!" seru Noah cepat. Bahkan bocah berumur tiga tahun itu ikut menangis. Tangisan Noah menjadi lebih kencang. Liana jadi bingung sendiri mendiamkan Noah seperti apa. "Noah, jangan nangis. Kamu anak baik, nggak nakal. Udah ya? Sayang airmata kamu yang terbuang sia-sia," bujuk Liana panik. Noah menggeleng cepat, "Gakha-gakha Noah Mama nangis. Noah udah nakal." Liana tersenyum lembut lalu mengusap pipinya sendiri, menghalau airmata nya dengan cepat. Lalu tangan wanita itu tergerak menghapus air mata Noah dan menciumi wajah putranya dengan penuh kasih sayang. "Noah anak Mama yang paling baik, nggak pernah nakal. Udah ya? Jangan nangis sama nyalahin diri kamu lagi." Noah menatap Liana, wajah Mamanya sudah bersih dari air mata. Tangisnya sontak mereda. Bocah laki-laki itu memeluk Liana dan menenggelamkan wajahnya di d**a Claretta. Liana mengelus punggung Noah pelan. "Noah, kamu mau lihat foto Papa?" tanya Liana saat Noah sudah mulai tenang. Liana berpikir, biarlah Noah bisa menatap Aidan melalui foto. Setidaknya anaknya mengetahui sosok Ayahnya. Noah menggeleng cepat dalam dekapan Liana. "Noah udah nggak mau lihat Papa." "Lho, kenapa?" Kening Liana mengerut dalam. Noah hanya menggeleng tanpa menjawab lagi. Noah sudah mengerti. Topik mengenai Papanya sangat sensitif untuk dibicarakan, oleh karena itu Noah tidak ingin membahas Papanya lagi. Karena Noah tidak ingin membuat Liana bersedih kembali. *** Aidan memasuki gedung perusahaannya dengan langkah tegas dan raut wajah datar. Seperti biasanya, Simon mengekor di belakang Aidan. Tidak ada senyum di wajahnya, walau beberapa pegawai kantor ada yang menyapa dirinya. Setibanya di ruangan pribadinya, Aidan langsung mendaratkan bokongnya ke kursi kebesarannya. "Tuan, minggu depan ada jadwal ke Bali. Melihat resort yang telah di beli dan mungkin merubah bentuk resort itu, Tuan." Aidan mengangguk sekilas, untuk urusan itu ia ingat. "Jadwalku hari ini apa saja?" "Jam dua siang ada meeting dengan Mr. Alexandre dan pagi ini Tuan kosong, tidak ada meeting atau apapun," ujar Simon lalu menutup jurnal yang berisikan jadwal Aidan hari ini. Aidan menganggukkan kepalanya. "Jangan ada yang memasuki kantorku dan mengganggu, aku akan sibuk dengan dokumen-dokumen ini." Simon mengangguk patuh, "Termasuk Nona pada Kania, Tuan?" Mendengar nama Kania cukup membuat mood Aidan menurun. Aidan menatap Simon tajam. "Jangan biarkan wanita itu masuk!" "Baik, Tuan." Simon pamit undur diri, lelaki yang bekerja sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi Aidan berlalu menuju ruangannya sendiri. Aidan membuka satu persatu berkas yang ada di hadapannya. Laporan keuangan, laporan ini, laporan itu. Semua laporan-laporan ini cukup membuat dirinya sedikit kesal, yang ia lakukan selalu saja seperti ini. Memeriksa, menandatangani, jika ada kesalahan ia akan memarahi pegawai yang bertanggung jawab membuat laporan ini. Begitu saja seterusnya. Hidupnya semakin monoton sejak berpisah dengan Liana yang sampai sekarang keberadaannya entah di mana. Aidan menghela nafas gusar. Mencoba menghilangkan bayangan Liana di pikirannya. Tringg! Satu notifikasi pesan terdengar, lelaki itu pun langsung meraih ponselnya. Ternyata pesan dari Diego, salah satu sahabatnya. Diego Peazer. Aku menemukan satu foto Liana,  di akun seorang pria. Aku mencari tahu hingga  akhirnya menemukan akun sosial media terbaru milik Liana.  Apa kau ingin tau nama akunnya? Aidan membaca pesan itu berkali-kali hingga satu chat kembali muncul. Diego send a picture. Aidan membuka gambar yang Diego kirimkan. Pria itu memperbesar layar yang menunjukkan seorang wanita menghadap ke kamera sedangkan ada anak kecil dan lelaki dewasa yang menutup wajah masing-masing. Diego Peazer. Sepertinya dia sudah bahagia  dan berhasil melupakan dirimu haha. Aku mendukungnya, Liana berhak bahagia. Ah, 4 thn sudah berlalu. Dan dia sudah bahagia dengan keluarganya. Aidan menggeram. Entah kenapa hati kecilnya terasa diremas dan gejolak emosi perlahan menguar di hatinya. Dengan kesal Aidan mengetikkan balasan untuk Diego. Aidan Winston. O. Idfc. Setelah tu Aidan melemparkan asal ponselnya ke meja. Aidan sungguh membenci kata bahagia yang Diego sematkan untuk Liana. Semakin geram lagi Aidan melihat Liana tersenyum lebar ke arah kamera dengan dua sosok asing, anak kecil dan seorang pria dewasa. Mereka terlihat seperti keluarga yang bahagia, dan Aidan benci melihatnya. Tringg! Penasaran, Aidan kembali meraih ponselnya. Membaca pesan Diego lagi. Diego send a picture. (2) Aidan langsung membuka foto yang Diego kirimkan. Satu foto selfie Liana yang sangat cantik dan satu screenshot feeds akun Liana yang memperlihatkan username Liana. Diego Peazer. Dipersilakan stalk akun mantan:) Aidan menggeram. Chat terakhir Diego sangat menyebalkan. Bahkan setelah mengatakan hal itu Diego langsung off. Diego Sialan!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD