4

1210 Words
Suasana duka terasa begitu kental menyelimuti kediaman Levent. Ruangan luas yang biasanya diisi perabot rumah kini berubah. Disana, di tengah rumah, terbaring sesosok tubuh tinggi besar yang berbungkus kain kafan dan tertutup samping batik. Beberapa orang duduk di sisi kiri dan kanan tubuhnya dengan masing-masing tangan memegang kitab suci dan mengumandangkan ayat suci dengan suara lirih.   Sang istri yang kini berusia delapan puluh tujuh tahun tampak terdiam di salah satu dinding ruangan. Membisu dengan sisa isakan tertahan dalam rangkulan sang menantu, Agisna, yang dengan setia menggenggam tangan dan mengusap lengan tuanya seraya menggumamkan dzikir pelan. Berharap sang ibu mertua tidak kehilangan kesadarannya. Sementara sang putra, Lucas, meskipun sama berdukanya, namun ia harus bertanggung jawab menerima ucapan bela sungkawa. Ditemani sepupu tertuanya Adskhan dan putra tertua sepupunya Ilker. Ketiganya berdiri di pintu depan dan menyalami setiap orang yang datang melayat. Ya, kediaman Levent sedang dirundung duka atas meninggalnya sang kakek Dokter Akara. Siapa lagi kalo bukan tetua Levent, Tuan Basir Levent. Dalam diamnya, Akara memperhatikan para tamu yang berdatangan. Sebagian besar pelayat merupakan rekan kerja dari mendiang sang kakek yang kemudian menjadi rekanan ayahnya, Lucas. Tentu saja, mengingat usia sang kakek yang sudah sepuh, sudah pasti rekan-rekan kerjanya pun sebagian besar atau mungkin hampir semuanya sudah tidak ada. Keluarga mereka—kakeknya—dikenal sebagai imigran yang menetap dan berhasil membangun usaha di bidang hotel dan resort. Sementara generasi penerusnya, ayah Akara, Lucas—dikenal  karena memiliki usaha di bidang arsitektur. Yang berdiri di samping ayahnya, Uncle Adskhan Levent. Pria bertubuh tinggi besar itu juga turut meneruskan usahan mendiang ayahnya, Ahmed Levent—yang memiliki usaha di bidang konstruksi. Sementara putra sulungnya, yang merupakan sepupu Akara sendiri, Ilker. Dia memilih untuk bergelut di dunia musik, seperti hobinya sejak remaja. Bukan menjadi penyanyi, tapi lebih menjadi pemain di belakang layar. Ya, dia seorang produser yang pandai mencari talenta berbakat. Akara mendekat, meminta ayah dan pamannya untuk beristirahat sementara ia dan Ilker akan mengganti posisi mereka untuk menerima ungkapan bela sungkawa dari para pelayat yang entah kenapa masih tak juga surut sejak tiga jam yang lalu. Sejak jasad sang kakek dibawa dari rumah sakit. Jika kalian bertanya kemana anggota keluarga Levent yang lain. Biar Mimin yang mengabsen satu persatu. Nadira dan Erhan yang tiba dari Turki beberapa hari sebelumnya, kini memisahkan diri bersama sepupu dan para keponakan yang sudah dewasa di sisi lain ruangan. Bukan karena mereka enggan menyapa tamu, namun mereka tidak ingin membuat ruangan semakin sesak. Falisha kakak kembar Akara, duduk disamping suaminya Gibran. Kakak sepupu Akara, yang merupakan putri pertama Adskhan, Syaquilla duduk di samping suaminya Gilang, Adskhan yang baru saja meninggalkan posisinya bersama Lucas kini menghampiri istrinya, Caliana. Dan Lucas sendiri, memilih untuk duduk di samping ibunya dan turut berusaha menenangkan perasaan sang ibu. Ada juga kakak sepupu Akara, Carina. Mereka semua berkumpul di ruangan yang sama. Sementara para remaja dan anak-anak berada dalam pengawasan Faiqa, adik dari Ilker dan Syaquilla yang dibantu pengasuh-pengasuhnya. Mereka semua ditempatkan di lantai atas kediaman Levent supaya tidak membuat keributan di bawah. Dan tetua Levent yang lainnya? Nyonya Helena dan Sir Ahmed? Kedua tetua itu sudah lebih dulu meninggalkan mereka lebih dari tiga tahun yang lalu. Begitu pula dengan kedua orangtua Erhan. Jadi, dari generasi pertama pasangan Levent, sekarang hanya tersissa Nyonya Karin. Satu-satunya wanita tangguh yang tersisa. Adzan ashar berkumandang. Semua pria di keluarga tersebut pergi menuju masjid terdekat untuk melakukan sholat berjamaah, sementara para wanita sholat berjamaah di rumah dengan diimami seorang ustadzah yang biasanya mengajar di masjid terdekat juga. Setelah semua orang berkumpul, tibalah waktunya pemakaman. Keranda sudah di persiapkan. Jenazah Tuan Basir sudah dinaikkan ke dalam mobil jenazah yang sudah mulai meraungkan sirinenya. Semua keluarga dan pelayat sudah masuk ke mobil mereka masing-masing dan siap mengantar. Beberapa ratus meter dari area pemakaman, mobil berhenti. Keranda sudah untuk ditandu. Langit mendung, dan hujan rintik menjadi pengiring kepergian mereka ke makam tempat dimana Nyonya Helena dan Sir Ahmed lebih dulu dikebumikan. Akara, Ilker, Rayyan dan Mirza menjadi pengusung keranda. Di belakang mereka Lucas dan Gisna merangkul Nyonya Karin yang masih terisak dalam kesedihannya. Diikuti Adskhan dan Caliana serta keluarga lainnya. Dengan gumaman dzikir para penggiring, mereka sampai di area pemakaman keluarga. Banyaknya orang  yang mengantar jenazah membuat area luas pemakaman keluarga yang luas itu terasa sesak. Liang persegi yang sudah lebih dulu digali itu sudah mulai dikelilingi pelayat. Adskhan, Lucas dan Erhan turun kebawah. Bersiap menerima jasad berkain kafan tersebut. Mereka membaringkan tubuh Sir Basir dalam posisi yang seharusnya. Menutupinya dengan papan. Lucas mengadzani dan setelahnya mereka menimbun tubuh kaku itu dengan tanah. Mereka berdoa dalam khidmat. Dan setelahnya satu persatu pelayat meninggalkan area pemakaman. Menyisakan tiga keluarga inti beserta anak cucunya disana. Semua doa sudah mereka panjatkan. Semua kesedihan sudah mereka luapkan dan saat itu juga, sang nenek terjatuh pingsan. Membuat kaget semua keluarga Levent yang tersisa. “Oma!” pekikan lantang dari para cucu mengiringi tubuh Nyonya Karin yang terkulai. Dengan sigap tiga dokter dalam keluarga itu mendekat dan memeriksa kondisi sang nyonya. Akara, membawa tubuh lemas sang oma menuju ke mobilnya bersama dengan Ilker dan dengan cepat membawa neneknya menuju rumah sakit terdekat. Sesampainya di unit gawat darurat, tubuh terkulai itu langsung dibawa masuk untuk diperiksa. Meskipun Akara seorang dokter, tapi dia tidak punya kuasa untuk turut memeriksa sang nenek. Alhasil, dia hanya bisa menunggu di luar ruang UGD, menunggu dokter yang memeriksa dan menunggu kedatangan keluarga lainnya.  Sementara di waktu bersamaan, Ilker pergi menuju meja administrasi untuk mengisi formulir neneknya. “Bagaimana Oma?” Lucas yang datang pertama bersama istrinya langsung menghampiri Akara yang sedang duduk terdiam. Enggan mengulangi jawaban yang sama, Akara menunggu yang lain untuk datang. Adskhan, Caliana, Erhan, Nadira, Gilang dan terakhir yang dilihat Akara adalah Syaquilla. “Oma baru masuk UGD. Tunggu sebentar lagi sampai dokter selesai memeriksanya.” Ucapnya dengan tenang. Meskipun demikian, kepanikan tetap saja muncul di wajah paman, bibi dan saudara-saudaranya yang lain. Sepuluh menit berselang, seorang dokter keluar. Reaksi spontan para keluarga yang berdiri secara tak langsung sudah menjelaskan siapa yang ia cari. “Kondisi beliau sekarang sudah lebih baik. Beliau mengalami takikardia.” Dokter itu menatap Akara dan kemudian Akara mengangguk. “Kondisinya akan kami pantau, dan setelah ini, beliau akan dipindahkan ke ruang ICU. Selanjutnya saya rasa Dokter Akara bisa menjelaskan.” Ucap dokter tersebut sebelum pamit meninggalkan mereka. “Apa itu?” tanya Lucas setelah dokter tersebut pergi. “Jantung Oma bekerja lebih cepat dari seharusnya. Stress yang Oma alami, menyebabkan Oma mengalami hipertensi dan itu membuat jantung Oma bekerja lebih cepat daripada seharusnya. Ini tidak sehat, Pa. Jadi kita harus terus memantaunya, karena kalau sampai terjadi pecah pembuluh darah atau serangan jantung lainnya, bisa berbahaya buat Oma.” Tutur Akara dengan pelan. “Kenapa harus ICU, kenapa gak bawa Oma ke ruangan? Atau kita pindahkan saja Oma ke rumah sakit dimana kamu kerja.” Ucap ibunya, Gisna dengan berapi-api. Akara menggelengkan kepala. “Jangan sekarang, Ma. Nanti, kalau Oma udah lebih stabil kalau memang Mama mau mindahin Oma, Aka gak larang. Tapi untuk sementara ini, biarkan Oma disini. Alasan kenapa Oma harus di ICU itu karena ICU ruangan terhigienis di rumah sakit. jadi sampai kondisi Oma lebih baik. Biarkan dia disini. Ucapan Akara ibarat keputusan final yang harus didengar. Tidak ada yang menyanggah, semuanya hanya diam dan menurut saja.  ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Akara Mimin Up,, semoga suka 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD