10

1272 Words
Seminggu sudah Rianna bekerja bersama Dokter Akara. Memang tidak setiap hari dia bekerja bersama pria itu karena pria itu juga tidak setiap hari praktek di rumah sakit tempat mereka bekerja. Menurut informasi yang ia dapat dari dokter Raffi, Akara juga praktek di sebuah klinik dokter spesialis dimana Raffi turut mengikutinya sebagai asisten dokter. Sampai sejauh ini, desas-desus yang ia dengar tentang betapa galak dan jutek nya Dokter Akara tak pernah ia rasakan. Dokter Akara, selalu bersikap sopan dan ramah padanya. Ramah dalam artian sebagai sesama rekan kerja. Bukan antara pria-wanita. Dan lagi-lagi, Rianna merasa bersyukur untuk itu. Mengenai putrinya, Hanna. Bocah kecil itu juga berkelakuan baik selama Rianna tinggal. Dia tidak pernah membuat ibu kontrakan kesulitan. Malah Bu Hanum menolak saat Rianna membawa pulang Hanna meskipun sebenarnya jarak tempat tinggal mereka hanya beberapa langkah. Beliau selalu berkata kalau beliau kesepian saat Hanna pulang. Terkadang, karena tak tega, Rianna membiarkan saja Hanna tinggal bersama Bu Hanum meskipun ia memiliki jadwal pagi atau siang. Dan sekarang, Rianna memiliki jadwal libur. Dia bermaksud mengajar Hanna untuk jalan-jalan meskipun ia sendiri sebenarnya tidak tahu harus pergi kemana. Rianna sudah mengenakan dress berwarna merah muda sepanjang lutut dengan lengan pendek pada Hanna. Ia juga sudah mengepang rambut panjang mengikal Hanna sehingga tidak akan menyulitkan bocah itu bergerak nantinya. Sementara ia sendiri sudah mengenakan celana jeans dan kemeja pas badan berwarna hitam. Yang seharusnya tidak menjadi pilihan mengingat cuaca Jakarta yang selalunya terik. "Hanna, sayang. Kamu cantik sekali. Mau kemana?" Sapaan itu selalu Rianna dengar sesaat setelah mereka keluar dari rumah sampai menuju gang dimana mereka akan menaiki kendaraan umum. "Jalan-jalan." Begitu juga jawaban manis Hanna setiap kali orang bertanya. Rupa-rupanya seluruh lingkungan ini sudah mengenal Hanna hanya dalam waktu singkat. Tentu saja itu semua berkat Bu Hanum. Wanita paruh baya itu pastinya mengajak Hanna kemana pun ia pergi. Mereka mungkin menduga Hanna adalah cucu Bu Hanum. Tapi Rianna tak akan mengklasifikasi apa-apa tentang itu. Biarlah, malah ia bersyukur ada yang menyayangi Hanna. Setelah sebelumnya Rianna bertanya pada Bu Hanum, kini mereka sampailah di sebuah Mall yang terkenal dan memilki area bermain indoor yang dikata Bu Hanum cukup aman karena beliau selalu membawa cucu nya kesana. Hanna tak kalah antusiasnya ketika melihat beberapa jenis permainan di depannya. Bocah itu tak sabar ingin mencoba. Beruntungnya, karena ini bukan akhir pekan, maka tempat itu tidak terlalu ramai. Rianna memilih duduk dan memperhatikan kemana saja Hanna pergi. Dia membiarkan bocah mungil itu berekspolasi. Melihatnya menaiki tangga, berjalan di jembatan kayu hingga berakhir meluncur di perosotan yang mendarat di kolam bola. Bocah itu terus tertawa meskipun sesekali dia tertabrak oleh anak lain yang tampaknya dua atau tiga tahun lebih tua darinya. "Anaknya lucu, Mba." Rianna menoleh, menduga seseorang tengah bicara padanya. Seorang wanita cantik yang ia duga berdarah asing tengah menatap ke arah dimana Hanna sedang tertawa bersama bocah lainnya. "Alhamdulillah." Jawab Rianna penuh syukur. "Itu putranya Mba?" Rianna balik bertanya. Ada anak perempuan yang usianya tampak sama dengan Hanna dan memang sedang asyik bermain dengan Hanna di kolam bola. "Iya, itu anak saya yang kedua. Itu kakaknya." Tunjuknya pada bocah pria yang sedang asyik bermain trampolin sendirian. "Ganteng dan cantik." Puji Rianna tulus. "Alhamdulillah, meskipun sebenernya saya banyak keselnya." Gerutu perempuan itu. Rianna seketika menoleh, namun bukannya melihat wajah merajuk atau kesal, wanita di sebelahnya itu malah tersenyum cerah. Aneh, pikir Rianna. "Kenapa?" Tanyanya sekedar berbasa-basi. "Sejak anak pertama lahir, semua orang bilang kalo wajahnya itu mirip bapaknya. Gak ada saya-saya nya. Kan kesel. Saya yang hamil, saya yang ngeden, pas keluar anaknya dibilang mirip bapaknya. Kenapa gak ada satu pun yang bilang dia mirip saya? Pas ada orang yang bilang kalo anaknya mirip siapa, berarti dia yang lebih cinta. Baru deh saya seneng." Lanjutnya seraya tersenyum malu-malu. "Tapi pas hamil anak kedua, saya berdoa tiap hari sama Allah. Ya Allah, saya juga mau punya anak yang mirip sama saya. Alhamdulillah, anak kedua saya semua orang bilang mirip saya. Jadinya saya gak cemburu lagi deh sama suami saya. Jadi sekarang semua orang tahu kalo kami itu saling cinta, gak berat sebelah. " Ucapnya dengan antusias. Mau tak mau Rianna harus menahan tawanya. Ibu muda di sampingnya ini benar-benar lucu dan unik. Masalah kemiripan wajah dan siapa yang paling cinta saja sampai harus dibuat cemburu. Apa kabar dirinya, yang sampai saat ini belum pernah jatuh cinta. "Mba asli orang sini?" Perempuan itu kembali bertanya. Rianna menggelengkan kepala. "Saya besar di Surabaya. Baru beberapa waktu pindah kesini." Ucapnya apa adanya. "Oh, kalo saya lahir di Jakarta, besar di Bandung. Kebetulan suami kerja di Bandung, jadi saya tinggal di Bandung juga. Tapi orangtua saya tinggal disini, di Jakarta. Mba kesini ikut suami kerja?" Rianna terdiam. Suami? Ia bahkan belum berpacaran. Bagaimana bisa ia punya suami. Tapi Hanna ada di hadapan mereka, dan semua orang tahu bahwa bocah kecil itu putrinya. "Saya disini kerja." Jawabnya jujur. "Suami mbak?" Rianna kembali menatap Hanna. "Ayahnya Hanna udah meninggal." "Innalillahi wainnailaihi raji'un." Lirih wanita itu. Seketika ia memegang tangan Riann dan meremasnya pelan. "Maaf mbak, saya gak tahu. Saya turut berduka cita." Ucapnya tulus. Rianna hanya tersenyum dan mengangguk. "Pasti berat rasanya. Membesarkan seorang anak sendirian. Saya saja yang punya suami sering mengeluh lelah. Apalagi mbak." Rianna hanya tersenyum. Bukan lelah yang ia rasakan. Tapi rindu. Setiap kali melihat Hanna, setiap kali pula ia rindu keluarganya. Rindu kasih sayang kakak dan kakak iparnya. Ya Allah, sadarkanlah kembali kakaknya supaya mereka bisa berkumpul bersama. Aamiin. Doanya dalam diam. "Mama, haus." Suara itu membuat Rianna mengalihkan perhatiannya. Ia merogoh tas nya dan mengeluarkan botol minuman dari dalamnya kemudian berjalan menuju kolam bola dimana Hanna berdiri dengan wajah memelas. "Hanna belum lapar?" Tanya Riann ingin tahu. Bocah itu menggelengkan kepalanya. "Suka main disini?" Tanyanya lagi, dan bocah itu mengangguk antusias. Rianna hanya tersenyum dan mengusap kepala bocah itu dengan sayang. Duplikat kakaknya itu hanya balas memandang Rianna sambil tersenyum. Kenapa ada yang aneh? Tanya Rianna dalam hati. Kenapa melihat senyum Hanna membuatnya merasa aneh? Padahal ia sudah seringkali melihat senyum itu. Sekelebat wajah kakaknya terbayang di kepalanya. Kenapa ia merasa baru melihat senyum itu. Padahal sudah dua tahun kakaknya tak sadarkan diri. Ada apa dengannya? Apa sesuatu terjadi dengan kakaknya? "Sayang, Mama mau nelepon kak Ajeng dulu ya. Hanna jangan kemana-mana, ya." Pintanya pasa bocah itu. Hanna mengangguk mengiyakan dan kembali bermain. Sementara Rianna berjalan menjauh seraya meraih ponselnya. Menghubungi Ajeng. Berharap gadis itu bisa mengangkat panggilannya. "Assalamualaikum, kak." "Waalaikumsalam. Ajeng kamu masih di sekolah?" "Iya, baru istirahat. Ada apa, kak?" "Gimana kabar kak Raia? Baik?" "Sejauh ini dokter bilang masih stabil." Jawab Ajeng menenangkan. Rianna seketika menghela napas panjang. "Kenapa, kak?" "Gak apa-apa. Kalau ada sesuatu, jangan lupa hubungi kakak." "Iya, kak." Rianna langsung menutup teleponnya tanpa banyak basa-basi. Kakaknya baik-baik saja, itu sudah bisa menenangkannya. Lantas kenapa? Kenapa senyum itu mendadak mempengaruhinya. Rianna berbalik, berniat kembali mendekati Hanna. Namun pemandangan di hadapannya membuatnya mengerutkan dahi seketika. Seorang pria di depannya, tampak sedang tertawa bersama dua bocah dalam pelukannya. Sementara dua orang wanita berbeda usia tampak berdiri di belakangnya. "Loh, Suster Rian?" Sapaan itu membuat enam pasang mata menoleh ke arahnya. ______________________________________ Tebak siapa hayoooooo Terima kasih teruntuk para Readers yang berkenan mampir. Jangan lupa untuk tap ❤️ nya ya... Jangan lupa komen juga.. tapi jangan komen nanya kapan cerita di Up... nanti cerita ini bakal rajin di Up setelah masuk gilirannya ?? Ditunggu ❤️ nya dilapak lain ya... - Cintanya Meyra - Mas DokterKu 2 - To Reach You - My Life Begins at 30 - To Lost You, I Won't (Mirza Levent) - Cici Benci Uncle (Rayyan Levent) Soon hadir - MeGan (Meta - Ganjar) - Terjebak Cinta Pria Italia (Faiqa)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD