PROLOG

473 Words
"Aily!" "Gavin udah bilang jangan deket-deket sama dia!" Ia menarik tangan gadis itu hingga mendapat ringisan kesakitan dari yang bersangkutan. "Lepas! Sakit tahu!" Ia menarik tangannya, menatap tak suka, kemudian mengusap pergelangan tangannya yang kini sedikit memerah akibat genggaman pemuda itu yang terlalu erat.  "Aily bisa jalan sendiri!" lanjutnya, ia melangkahkan kaki jenjangnya dan pergi dari sana tanpa hiraukan pemuda itu lagi. Sementara presensi lain yang melihat perdebatan itu menunjukkan smirk-nya, senyum miring yang meremehkan dan menyiratkan kemenangan.  "Jangan coba-coba deketin Aily lagi! Ngerti Lo!" Intonasinya Gavin naikan. Berucap tegas, berusaha menunjukkan jika gadis itu hanya miliknya. Dan tidak ada satupun orang yang bisa merebut apa yang sudah menjadi miliknya, milik Gavin. Gavin mengejar Aily, menarik tangannya lagi. Telinganya menuli, tak mendengar ringisan Aily yang bahkan kini mulai menangis. Mengeluarkan seorang gadis dari mobilnya dan memaksa Aily masuk. Gavin kalap, marah, kecewa menjadi satu. Meremat stir mobilnya dengan erat, melampiaskan agar tidak sampai menyakiti Aily, lagi.  Hingga beberapa saat, Gavin menghentikan mobilnya di mana saja. Menghela napas panjang, mengeluarkan perlahan, berbalik menatap Aily yang lagi-lagi menangis karenanya.  "Berapa kali Gavin bilang, jang–," "Jangan nyusahin, jangan buat masalah, jangan deket sama Aland," potong Aily.  "Jangan buat Gavin khawatir, itu yang benar." Gavin merapikan anak rambut Aily, kemudian melanjutkan, "Aily jangan buat Gavin khawatir dengan terus main sama Aland." Aily menepis tangan Gavin. "Gavin juga main terus sama dia." Kalimat Aily seolah menampar dirinya. Gavin bungkam hanya karena beberapa kalimat spontan dari gadisnya.  *** "Awsh, Aily kan, udah bilang berenti! Sakit ih!" "Iya ini bentar lagi, tahan. Lagian siapa yang nyari masalah duluan?" balas Gavin membuat Aily diam. Gadis itu merengut lucu dengan raut wajah kesal yang dibuat-buat.  Gavin melempar tas miliknya, kalau saja tidak Aily tangkap, mungkin akan mengenai wajah gadis itu.  "Silverqueen," katanya.  Dengan semangat empat lima, Aily membuka resleting tas dengan tidak sabaran. Moodnya sudah kembali hanya karena mendapat coklat kesayangannya. Aily melempar tas, pada muka Gavin langsung. Mungkin ia balas dendam untuk lebam yang ada di tangannya karena Gavin seret tadi.  "Pelan-pelan, masih banyak." Gavin mengambil tisu, membersihkan noda coklat di jari tangan kiri Aily dan sekitar ujung bibirnya. Selalu, selalu seperti ini jika Aily sedang makan. Entah tidak sengaja atau Aily memang sengaja mengotori tangan dan bibirnya agar Gavin bersihkan.  Setelahnya, Gavin mengambil ponsel. Tidur di paha Aily sebagai bantalan kepalanya seperti biasa. Dahi Aily mengerut heran, pasalnya, beberapa minggu ini, Gavin sering kali senyum-senyum sendiri di depan ponsel.  "Gavin kenapa, sih?" Bahkan tak Gavin hiraukan, Aily yang kesal pun merampas ponsel Gavin. "Aily!" tegur Gavin. Sempat buat Aily terlonjak karena terkejut dengan suara Gavin.  Saat Aily lihat ternyata Gavin tengah bertukar pesan dengan seseorang ia beranjak hingga Gavin hampir terjungkal. Memberikan ponsel Gavin dengan kasar, menelan cokelat kemudian berkata. "Gavin egois! Aily nggak like Gavin lagi!" dan berlari menuju kamarnya dengan kaki yang dihentakan sebab kesal. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD