Chapter 01

1422 Words
Setelah drama menjelang perceraian yang cukup melelahkan, akhirnya keinginan Mayang untuk berpisah dari suaminya di kabulkan Hakim. Menurutnya lebih baik menjadi seorang janda daripada tetap bersama suami yang sudah tidak mencintainya lagi. Apalagi suaminya sudah memiliki wanita idaman lain. “Dengan ini saya nyatakan Ibu Mayang Atika dan Bapak Gion Abdilah resmi bercerai.” Hakim mengetuk palu sebanyak tiga kali sebagai tanda akhir keputusan yang di buat. Resmi sudah Mayang menjadi janda untuk ketiga kalinya. Mayang melihat mantan suaminya Gion tersenyum bahagia menyambut hasil keputusan perceraian mereka. Ia menghela nafas lalu berjalan gontai keluar dari ruang sidang. Di luar ruang sidang, Mayang disambut oleh senyum lebar Nancy, sahabatnya. “Andai saja elo dari awal mengalah untuk gue dan anak gue, mungkin hidup lo ngga akan semiris ini May. Ya, setidaknya gue masih berbaik hati menerima lo jadi madu gue,” ucapnya bangga sambil mengelus perutnya yang tampak mulai membuncit. “Lebih baik gue cerai daripada jadi madu lo. Semoga lo ngga akan merasakan apa yang gue rasakan hari ini. Ingat! Elo boleh bahagia di atas penderitaan gue, tapi gue berharap anak lo baik-baik saja.” Nancy meremas tangannya karena kesal. “Elo!!” “Sayang, kamu lagi ngapain disini?!” Gion datang menghampiri Nancy lalu memeluk mesra tubuhnya, membuat Mayang menahan kekesalannya. “Lihat itu sayang sih ‘mantan’ kamu nyumpahin aku!” Nancy mulai berakting memelas di depan Gion. Ia sengaja menekan kata mantan sambil menatap Mayang dengan puas. Pria yang berstatus sebagai mantan suaminya itu tentu saja membelanya. “Kamu ngomong apa sama Nancy?! Bisa ngga sih kamu ngga cari gara-gara!” “Cari gara-gara?! Siapa yang cari gara-gara disini sebenarnya? Aku apa pelakor itu!” Mayang menunjuk ke arah Nancy. Tatapan matanya sangat tajam karena berisi dendam yang membara kepada mantan sahabatnya itu. Lagi-lagi Nancy berakting menangis di depan Gion, dan itu membuat Mayang kesal. “DIAM KAMU!!” Bentak Gion karena melihat Nancy menangis dalam pelukannya. “Kenapa? Memang bener kan, dia orang ketiga di antara kita Mas.” Mayang tidak ingin berdiam diri saja melihat kebahagiaannya kembali direbut oleh pelakor. “Dia diam diam mendekati Mas, menggoda bahkan sampai menjual selangkangannya hanya demi mengganggu rumah tangga kita!” Plaaaakkk. Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Mayang. Nancy terkejut melihat Gion menampar Mayang tapi sedetik kemudian dia tersenyum penuh kemenangan. Gion benar-benar cinta mati kepadanya. Hati Mayang semakin terluka karenanya. “Jangan salahkan siapapun dalam hancurnya rumah tangga kita. Semua itu salah kamu yang tidak pandai merawat diri agar suami mu betah dirumah dan tidak memandang wanita lain. Tapi kamu?! Apa yang sudah kamu lakukan untuk membahagiakan suami mu?! Harusnya kamu introspeksi diri sendiri mengapa aku memilih Nancy daripada kamu!” Gion membawa Nancy pergi dari sana meninggalkan Mayang yang menangis sedih meratapi rumah tangganya yang retak. Tak lama Mayang berjalan pulang dengan tatapan menyedihkan dari orang-orang yang melihatnya. Bandung tempat yang indah sekaligus menyakitkan bagi Mayang. Sudah tidak ada tempat lagi bagi Mayang untuk tinggal di Bandung karena sudah tidak ada orang yang menginginkannya lagi. Meski jodohnya dengan Gion singkat dan penuh dengan nyeri hati yang dalam tapi setidaknya ia masih memiliki mantan Ibu Mertua yang sangat baik yang masih menganggapnya menantu kesayangannya meski kini mantunya sudah berganti. “Maafin Mama yang ngga bisa mendidik anak mama menjadi pria yang setia. Mama minta maaf atas segala yang sudah Gion lakukan sama kamu. Mama benar benar malu, Mayang,” ucap Mama Wida tempo hari saat Gion mengajukan surat perceraian untuknya. Jujur selama berumah tangga dengan Gion, Wida memang memperlakukannya dengan baik. Tidak seperti anaknya yang hanya bersikap manis jika ingin dilayani. Setelah dipuaskan Mayang kembali di abaikan layaknya permen karet yang di buang karena sudah habis rasa manisnya. Mengingat kenangan pahit itu Mayang berjanji akan kembali bangkit dan hidup bahagia. Mungkin ia sudah tidak berniat lagi menjalin hubungan serius dengan yang namanya pria. Baginya menikah dan bercerai sebanyak tiga kali telah membuktikan padanya kalau cinta sejati itu tidak ada. Ia trauma dan memilih menutup dirinya untuk menjalin hubungan lagi. Mayang tidak mau merasakan gagal lagi dalam hubungan percintaan. Untuk itulah Mayang memilih kembali pulang ke kampung halamannya di Kalimantan. Mayang ingin membuka lembaran baru dalam hidupnya di kampung halamannya. Lebih tepatnya kampung halaman almarhum orang tuanya. Masih ada rumah milik orang tuanya yang selama ini di sewakan dan akan ia tempati karena kebetulan masa kontraknya telah habis. Berbekal uang harta hasil perceraiannya dengan Gion, Mayang bersama sahabatnya membuka warteg yang tak jauh dari rumahnya. Usaha kecil kecilannya itu yang akan menjadi ladang kehidupannya mulai saat ini. “Pokoknya kamu harus semangat, May. Benar kata mu lebih baik pisah daripada di duakan. Apalagi suami mu lebih sayang ke selingkuhannya,” ucap Resa menyemangati. “Aku semangat kok. Pokoknya aku mau hidup ku jauh lebih baik lagi dari sekarang. Aku capek jadi wanita baik-baik, Res. Selama ini aku bercerai hampir semua karena pelakor. Apa aku jadi pelakor saja begitu ya?!” Ucap Mayang nyeplos. “Hush! Kamu ngomong apa sih?! Doa itu yang baik-baik, bukan doa yang jelek. Mana kampung kita ini terkenal banyak yang jadi pelakor. Masa iya kamu ikutan jadi pelakor juga. Aduh... jangan deh May.” Mayang tertawa. “Aku kepengen saja jadi pelakor. Abis selama ini mereka hidupnya enak banget. Ngga perlu cantik. Pandai menggoda laki orang, terus ngangkang lebar lebar dan jangan lupa kasih kepuasan lalu semua hal yang kamu inginkan terkabul. Sesimple itu.” “Gusti...!! Nyebut May. Nyebut.” Mayang malah semakin tertawa kencang. “Kamu kenapa sih takut banget aku jadi pelakor?! Bukannya selama ini jadi pelakor itu enak ya.” “Gila ya kamu. Kamu tahu sendiri kan kisah aku kayak gimana dulu sebelum aku tobat? Aku udah pernah menjadi pelakor sebelumnya dan aku tahu bagaimana rasanya dihujat masyarakat. Aku tahu bagaimana malunya aku kala itu dan aku ngga mau kamu mengalami hal yang sama.” Mayang tertawa. “Ya ampun. Kamu beneran serius nanggepin ucapan aku!” “Iyalah. Karena ucapan itu adalah doa May. Jangan berucap yang ngga baik untuk hidup kamu. Nanti kamu sendiri yang rugi.” “Iya iya. Bawel banget deh. Udah yuk ah kita ke pasar. Ada banyak rincian yanh harus kita beli sebelum besok opening warteg kita.” “Yuk.” Mayang dan Resa bersiap untuk pergi ke pasar. Rencananya besok mereka akan louncing warung mereka. Mumpung di wilayah meraka belum banyak saingan, tapi mereka optimis dengan rasa dari masakan mereka. “Sudah beres kan? Ngga ada bahan yang lupa belum dibeli?” Tanya Resa sambil mengecek hasil belanjaannya hari ini. Mayang juga ikut mengecek barang belanjaan yang ia bawa. “Eh lupa beli kelapa parut,” ucap Mayang menepuk jidatnya. “Nah kan kamu pelupa deh. Ya sudah kamu duluan balik. Biar aku yang cari kelapa parutnya.” “Ngga Res. Kamu saja yang balik duluan. Nanti aku menyusul pakai becak. Aku mau beli dalaman dulu. Tadi aku lihat ada beha dan CD yang aku suka,” ucap Mayang berbisik saat menyebutkan barang incarannya. “Ya sudah kalo begitu aku balik duluan ya. Sini belanjaan kamu aku bawain sebagian. Tapi bantuin untuk cari becak dulu.” “Oke gampang.” Mayang mengantar Resa keluar pasar menunggu tukang becak lewat. Resa pun pulang lebih dulu ke rumah sambil membawa sebagian belanjaan milik Mayang. Mayang kembali masuk blusukan ke dalam pasar mencari jongko kepala parut. Setelah membeli kebutuhan kelapa parut, ia kembali mengubek mencari jongko yang menjual pakaian dalam. Mayang harus bisa berbangga diri karena hanya mampu membeli pakaian dalam di pasar, tidak waktu masih menjadi istri bos yang belanja di Mall di kota. “Copet!! Copeet!!” Teriak seseorang sambil menunjuk ke arah Mayang. Sontak saja Mayang menengok ke arah tas belanjanya dan benar saja dompetnya tidak ada. Mayang berlari mengejar pencopetnya sambil berteriak kencang. Mayang berlarian sampai terjatuh karena tidak sanggup mengejar pencopetnya. Ia hanya bisa menangis di pinggir jalan meratapi dompetnya yang di curi. Belum lagi luka di kaki dan tangannya yang berdarah-darah. Tiba-tiba seorang pria berdiri di hadapannya sambil mengulurkan dompet miliknya yang dicopet. Mayang tersentak. Ia melihat pria yang tengah nafas ngos-ngosan mengulurkan dompetnya. “Ini... dompet.... Mbanya...” ucapnya terengah. Mayang mengambil dompet tersebut tanpa mengalihkan pandangannya dari pria itu. “Terima kasih Mas.” “Sama-sama. Lain kali hati hati kalau ke tempat umum seperti ini. Tas mu harus di sleting biar lebih aman,” ucapnya mengingatkan. “Iya Mas. Salah saya yang terlalu ceroboh. Makasih banyak untuk bantuannya.” Pria itu berlalu begitu saja. Mayang sempat terdiam beberapa saat karena terpukau oleh tingkah laku pria itu yang sangat jantan menurutnya. Jarang loh menemukan pria seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD