Dimas sedang berjalan sendirian di koridor menuju kelas Savira saat tiba-tiba saja langkahnya dihadang oleh sosok yang tidak pernah disangkanya.
Rachel berdiri tepat di depan Dimas menghadang jalan laki-laki itu. "Bisa kita ngomong?" ucap gadis itu pada Dimas.
Tentunya Dimas kebingungan akan kehadiran tiba-tiba gadis itu. Apalagi mereka sama sekali tidak mengenal satu sama lain. Bahkan ini pertama kalinya Dimas melihat secara jelas wajah Rachel. Waktu di lab IPA, Dimas hanya mengenali postur tubuh Rachel. Sewaktu mereka bertemu lagi di mall, Dimas hanya sempat melihat sekilas wajah Rachel, fokusnya lebih tertuju kepada Bryan.
"Ngomong apa, ya?" tanya Dimas menatap wajah sepolos-polosnya. Dia benar-benar tidak mau berurusan dengan perselingkuhan siapapun. Iya, Dimas tau kalau gadis di depannya ini pasti memiliki rahasia gelap bersama Bryan dan itu bukan lah urusannya. Dimas juga sama sekali tidak ingin mengatakan hal itu pada siapa pun.
Rachel melipat tangannya di d**a. Keadaan koridor yang cukup ramai jelas membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian. Sebenarnya sosok Rachel memang kerap menjadi pusat perhatian, terutama para laki-laki, mengingat tubuh model Rachel mampu membuat laki-laki seumuran Dimas ileran.
Dan lagi, selama ini Rachel tidak pernah kelihatan dengan murid laki-laki manapun kecuali Bryan. Dan semua orang tau kalau Bryan adalah pacar Daisy dan kedekatan Rachel serta Bryan tidak lain adalah karena Rachel bersahabat dengan Daisy. Intinya, Rachel tidak pernah dekat dengan laki-laki mana pun di muka umum.Jelas saja pemandangan Rachel dan Dimas saat ini menarik perhatian sejumlah murid.
Dimas si murid biasa aja sedang bersama dengan Rachel si model. Yap, sekiranya seperti itu lah headline hari ini.
Rachel menyadari mereka tentu tidak bisa berbicara di sana jika tidak ingin di dengar. "Jangan ngomongin di sini," kata Rachel lalu gadis itu menarik tangan Dimas untuk mengikutinya.
Dan sebagai adik kelas, apalagi yang bisa Dimas lakukan selain menurut?
Mereka sampai di lap IPA. Ruangan yang menjadi awal untuk mereka dan juga menjadi akhir. Menurut mereka.
"Mau ngomong apa?" tanya Dimas begitu pintu sudah tertutup. Dia benar-benar tidak nyaman berduaan di tempat sepi hanya dengan perempuan yang tidak dikenalnya. Setan bisa lewat kapan saja, kan? Apalagi Dimas tau apa yang pernah gadis di depannya lakukan di sini.
Rachel duduk di atas salah satu meja. Dia juga terlihat tidak nyaman namun Rachel berhasil menutupinya dengan baik. Dia harus terlihat mengintimidasi sekarang. "Gue Cuma mau minta tolong sama lo," kata Rachel sambil menatap lurus ke arah Dimas.
Dimas ikut menyandarkan tubuhnya ke meja namun tidak sepenuhnya bersandar. "Minta tolong?" tanyanya, masih berpura-pura polos.
Rachel mengangguk. "Ya, tolong. Tolong apa pun yang lo tau tentang gue saat ini cukup jadi rahasia lo aja. Bisa?"
Dimas mengernyit mendengar nada perintah yang lebih mendominasi daripada nada minta tolong. Jadi cewek ini minta gue tutup mulut? Minta tolong kok songong amat.
"Tau tentang lo? Tau apa, ya?" tanya Dimas menjebak.
Rachel terlihat terperanjat. Jangan-jangan sebenarnya Dimas sama sekali tidak tau kalau yang waktu itu sedang making out dengan Bryan di ruangan ini adalah dirinya? Waktu itu Bryan juga bilang kalau siapa pun yang masuk saat itu tidak mengenalinya karena posisi Rachel yang memunggungi orang itu. Orang itu hanya melihat wajah Bryan.
Tapi tatapan Dimas sewaktu bertemu di mall...
"Sorry to say, gue bahkan nggak kenal sama lo," ucap Dimas membuyarkan lamunan Rachel membuat gadis itu menatapnya terkejut. Siapa yang tidak mengenalnya? Bahkan remaja di Indonesia begitu ramai memperbincangkannya di social media. Rachel bahkan punya sekelompok orang yang menamakan diri mereka fansnya.
"Oke, nggak penting lo tau atau nggak gue siapa," Rachel menjeda sebelum kembali melanjutkan setelah menegakkan tubuhnya dan menatap Dimas tajam. "Tapi cukup simpen apapun yang lo tau, tentang gue. Dan hidup lo akan balik tenang tanpa gangguan." Setelah berkata demikian Rachel langsung beranjak pergi meninggalkan Dimas, namun langkahnya terhenti ketika mendengar Dimas menjawab dengan kalimat yang menusuk jantungnya.
"Bukannya lo yang nggak bakal hidup tenang? Telur busuk mau diumpetin kayak gimana juga bakal kecium baunya."
Rachel mengepalkan tangannya. Dia benci mendengar itu dari mulut Dimas, itu berarti Dimas memang tau tentang hubungannya dan Bryan. Lebih benci lagi karena yang Dimas katakan benar adanya. Tanpa menjawab Rachel langsung keluar meninggalkan Dimas sendirian di dalam ruangan laboratorium tersebut.
***
Dimas kembali ke kelas, mengurungkan niatnya untuk menghampiri Savira karena waktu istirahat tinggal lima menit lagi. Dimas hanya sempat membeli s**u kotak di minimarket sekolah dan langsung kembali ke kelasnya. Begitu sampai di kelas Dimas langsung disambut pertanyaan dari teman-temannya. Semua mengerubungi Dimas, tidak cowok, tidak cewek, semuanya ikut menyerbu Dimas dengan pertanyaan yang hampir sama.
"Lo kenal sama kak Rachel?"
"Lo ngapain anjir sama Rachel?"
"Dimas, gila lo diem-diem mainannya model! Bagi pinnya dong!"
"Dimas anjir, bukannya lo sama Savira?"
Dan rentetan pertanyaan serupa lainnya membuat Dimas ingin sekali menyemburkan s**u coklat di mulutnya ke seluruh wajah kepo teman sekelasnya tersebut. "Apaan sih?!" bentaknya saat dirinya bahkan sama sekali tidak dipersilahkan duduk.
Rianti, merentangkan tangannya seolah memberi isyarat kepada teman-temannya yang lain untuk diam. Cewek yang dikenal sebagai ratu gosip di kelas itu maju untuk mewakilkan teman-temannya. "Dimas, lo barusan abis ngapain sama kak Rachel?" tanyanya.
Dimas mengernyit. Tidak menyangka kalau kecepatan gosip bisa mengalahkan kecepatan sinyal 4G LTE sekali pun. "Denger darimana sih kalian semua? Hoax!" sahut Dimas cuek. "Udah ah minggir pada, gue mau duduk!" Dimas pun menerobos kerumunan teman-temannya yang berseru kecewa karena keengganannya berbagi cerita.
Emang dia seterkenal itu?
Gio masuk ke kelas bertepatan dengan bel yang berbunyi. Cowok itu sepertinya belum mendengar perihal Dimas dan Rachel karena habis pacaran dengan Nina. Terbukti ketika Gio tampak shock ketika diintrogasi oleh Rianti begitu masuk ke kelas tentang Dimas.
Gio mendorong pelan bahu Dimas, "Anjing, Dim, lo sama Rachel? Lo kenal?" tanya Gio tidak percaya.
Dimas mendengus. Satu-satunya orang yang dia harapkan tidak termakan gosip malah ikutan mencecarnya. "Kagak, njir! Gue cuma ngomong biasa. Nggak kenal juga!"
Gio memincingkan matanya. "Mana ada nggak kenal ngobrol? Terus katanya dia ngegandeng lo ke arah lab. Ngapain lo?" tanya Gio lagi mendesak.
Dimas berdecak. Gadis bernama Rachel itu benar-benar mengganggu ketenangannya. Dimas benar-benar tidak ingin berurusan dengan gadis itu lagi. "Kagak. Udah lah, serah lo mau percaya gue atau gosip anak-anak!" sahut Dimas ketus, cowok itu pun memilih mengeluarkan buku cetak pelajaran selanjutnya dari dalam tas membuat Gio bungkam.
Gio bertanya seperti itu karena tidak percaya pada gosip tersebut, bukannya tidak percaya dengan Dimas. Gio 'kan yang paling tau siapa yang Dimas suka dan Gio juga tau bahkan Dimas tidak tau sosok Rachel sebelumnya. Semua karena mata dan hati Dimas hanya tertuju pada satu gadis yaitu Savira.
Gio menyikut lengan Dimas mencoba menarik perhatian sahabatnya tersebut. "Elah, masa ngambek sih gitu doang? Jangan kayak cewek dah lu!" ledek Gio membuat Dimas mendengus keras.
"Bacot."
"Yeee, abang Dimas sensi ih, kayak anak perawan!"
"Bacot, Gio!" sahut Dimas ketus namun tidak seketus sebelumnya dan Gio tau kalau Dimas tidak benar-benar marah padanya. Hanya bete sedikit, mungkin.
"Tadi Savira titip roti buat lo," ucap Gio memancing Dimas. Dan benar saja, Dimas langsung bereaksi begitu Gio menyebut nama Savira.
"Demi apa? Mana-mana?" tanya Dimas dengan mupeng. Dimas bahkan mulai meraba-raba badan Gio untuk mencari roti yang dimaksud sahabatnya tersebut. Agak t***l memang karena tidak mungkin Gio bisa menyimpan sebuah kotak makan di tubuhnya. Di kantung celana pun tidak akan muat.
"EH anjir, nggak pake grepe-grepe juga!" seru Gio geli karena Dimas meraba-rabanya.
Dimas menempeleng kepala Gio, "Yaudah terus mana?" tanya Dimas tidak sabaran.
Gio memasang cengiran. "Udah abis gue makan sama Nina," jawabnya tanpa dosa.
Dan sebuah keplakan melayang ke kepala Gio dengan mulusnya dari tangan Dimas. Gio memang sahabatnya yang paling kampret.