Sejak melihat Ihsan memasuki area gedung kantornya saat sedang ngopi bareng Rita, Sara jadi yakin bahwa Ihsan yang pasti terlibat dalam proyek disain ulang gedung perusahaan Rukmana, perusahaan tempat dia bekerja. Pagi ini dia sengaja berdandan cantik, berharap bertemu Ihsan di sekitar gedung.
Sara adalah sosok yang ambisius, tidak mau menyerah jika menginginkan sesuatu. Kali ini dia pun berhasil mendapatkan informasi orang-orang yang terlibat dalam proyek di gedung Rukmana Group, melalui Yosi, rekan kerjanya. Dia juga yang pada akhirnya tahu bahwa Ihsan merupakan salah satu pimpinan tertinggi proyek besar tahun ini.
"Ngapain sih kepingin tahu?" tanya Yosi, heran dengan Sara yang terlihat antusias dan penasaran dengan proyek besar perusahaan.
"Ya, kepingin tahu aja, namanya juga proyek besar," tanggap Sara santai.
Entahlah, Yosi sulit mempercayai pengakuan Sara, curiga Sara yang mungkin saja sedang menyembunyikan sesuatu. Terlebih, dandanannya yang agak berbeda dari biasanya hari ini.
Sara mengerti kecurigaan Yosi. "Hei, namanya proyek besar, wajar dong aku ingin tahu siapa-siapa yang terlibat,” ulangnya.
Yosi mengamati Sara beberapa saat, "Ada yang kamu incar ya?" tanyanya dengan tatapan curiga.
Sara senyum-senyum mengamati wajah curiga Yosi sambil membayangkan sosok Ihsan.
"Hm, sepertinya ada yang sedang jatuh cinta,” tebak Yosi, memandang sekujur tubuh tinggi Sara, dia mengakui Sara memiliki tubuh sempurna dengan tinggi di atas rata-rata perempuan pada umumnya, tapi setahunya rekan kerjanya itu tidak pernah memiliki pacar, juga tidak ada laki-laki yang menyukainya. Di kantor, dia juga jarang menjadi bahan pembicaraan para kaum adam. Berbeda dengan Mia, yang selalu jadi incaran, meskipun sudah bertunangan, ada saja mata-mata nakal ke arahnya.
“Ya, begitulah. Hm, masih ada jadwal rapat lagi di kantor pak Razak?” Sara bertanya lagi.
“Ada, jadwalnya habis makan siang, oiya, divisi kami memang sedang menyinggung proyek desain ulang.”
Sara senyum-senyum mendengar penjelasan Yosi.
“Hei, beritahu aku sesuatu, aku bisa mendapatkan informasi apapun untukmu,” ujar Yosi, dan dia yang benar-benar penasaran dengan sikap Sara.
Sara memang sengaja mendekati Yosi, karena rekan kerjanya itu terlibat dalam proyek disain ulang gedung, sebagai anggota. “Janji untuk tidak mengatakan siapa-siapa?”
“Haha, ya ampun, Sara. Aku bukan anak kecil yang suka mengadu domba, lagi pula untuk apa aku mengumbar-umbar tentang kamu ke orang-orang.”
Sara masih dengan senyum malunya. “Ya, kamu benar. Aku sedang jatuh cinta.”
“Ha? Sara? Oh. Haha, siapa gerangan pria itu? Coba aku tebak, hm … mas Nanda, mas Surya, atau pak Harja?”
Sara menggeleng, tentu saja Yosi menebak salah, tidak ada nama yang menggetarkan hatinya.
“Lajang? Duda?” Yosi berusaha menebak lagi.
“Duda.”
“Ah, nggak mungkin pak bos Tirta.” Yosi bergumam.
“Aku nggak suka pria yang dengan candaan konyolnya.”
“Tapi dia tajir melintir dan gagah.”
Sara berdecak, bibirnya mencebik, mengakui bahwa pemilik saham terbesar Rukmana itu memang sempurna.
“Pak Harja yang cool, kalem dan menghanyutkan itu, bukan dia?” Yosi masih saja berusaha menebak.
Sara menggeleng lagi. “Dia dari perusahaan lain. Aku nggak tahu juga, atau dia yang mungkin bermain tunggal.”
“Oh, jadi bukan orang Rukmana.”
Sara mengangguk tersenyum.
“Hm, let me guess.…” Yosi tampak berpikir keras, tapi dia menggeleng setelahnya, sama sekali tidak bisa menebak.
“Namanya Ihsan.”
“Ihsan," beo Yosi.
“Ya.”
Dahi Yosi mengernyit.
“Mungkin kamu belum bertemu dengannya, dia pimpinan proyek itu dan dia adalah arsitek dari perusahaan ternama di Singapura.”
Yosi menggeleng, tidak mengenal Ihsan, juga tidak pernah mendengar nama itu. “Aku nggak melihat nama itu, tapi ... aku yang mungkin saja tidak begitu tertarik dengan nama-nama yang terlibat langsung.”
“Ya, dia duda … dan satu hal yang pasti membuat kamu terkejut,” ujar Sara dengan senyum misteriusnya.
“Apa itu, Sara yang cantik jelita?” tanya Yosi, jiwa gosipnya membuncah seketika.
“Dia adalah papa calon mertua Mia.”
Yosi terkejut, memegang dadanya. “Sara?” Dia hampir berteriak. “Hei, kamu mau jadi mama tiri rupanya?”
“Sepertinya, tapi aku juga nggak yakin.”
“Nggak yakin bagaimana?”
“Aku nggak yakin pertunangan Mia akan berakhir di pelaminan.”
Yosi tertawa menggeleng. “Kalo sudah terbuai dengan sikap manja si Mia, sulit untuk melepasnya.”
“Aku sudah memegang kartunya.”
“Oh ya? Jadi … program selanjutnya kamu yang ingin menghasud Ihsan agar tidak menerima Mia jadi menantunya.”
“Bukan prioritas, yang utama aku akan jadi pasangan om Ihsan.”
“Ooo, om Ihsan.”
Sara mengulum senyumnya melihat gaya Yosi saat menyebut nama pria pujaan hatinya. “Mungkin dia akan ikut rapat siang ini, kamu tandai dan jangan lupa beritahu aku.”
“Baiklah, Tuan puteri Sara Pujiastuti.” Yosi menunduk hormat.
***
Entah kenapa tatapan Yosi langsung tertuju ke sosok laki-laki tinggi dengan rambut panjang tergulung di belakang, berwajah timur tengah campuran dan berkulit putih bersih, memakai jas hitam dan bersepatu kulit mengkilat, sedang mengisi buku tamu di depan pintu masuk ruang rapat. Pria itu memang terlihat bersinar dibanding para pria seusianya di ruang rapat.
Yosi sengaja mendekati pria itu dan dia terperangah karena pria itu tidak hanya tampan, tapi juga aroma parfum mahalnya yang menggoda. Ternyata, bukan dia saja yang terpesona, tapi juga beberapa staff perempuan muda yang curi-curi pandang ke arah pria tampan itu, lalu mereka senyum-senyum.
“Pak Ihsan, silakan, Pak.” Salah satu pimpinan rapat mendekati Ihsan dan mengajaknya duduk di dekatnya. Dia adalah Razak, wakil direktur Rukmana Grup.
Yosi terpaksa mundur, tidak jadi menyapa pria yang ternyata memiliki peran penting dalam proyek. Tak lama kemudian, rapat berlangsung dan Razak yang banyak bicara saat itu karena dia yang memimpin rapat. Ihsan juga diberi kesempatan bicara dan menjelaskan, juga memberi masukan-masukan, tapi tidak sering, dia hanya bicara saat dipersilakan. Sekilas, Yosi dengan cepat menilai bahwa Ihsan sosok yang pendiam dan sulit didekat, rasanya Sara akan menemui kesulitan. Diam-diam, Yosi mengambil gambar Ihsan dan mengirimnya ke nomor kontak Sara.
***
Sara bersorak gembira saat mendapatkan pesan gambar dari Yosi di ruang rapat. Matanya berbinar-binar melihat sosok pria idaman di layar ponselnya, penampilannya sempurna siang itu saat rapat.
Yosi : Ganteng banget aslinya, Sara
Sara : Iya. Dia itu papanya tunangan Mia. Jangan sampai kamu yang naksir
Yosi : Haha. Eh, Kenapa kamu nggak minta informasi sama Mia?
Sara : Dia orangnya banyak nggak enakan
Yosi : Ooo
Jeda diam, dan Sara masih menunggu berita Yosi selanjutnya.
Yosi : Aku nguping pembicaraan pak Razak dan pak Ihsan. Kamu harus traktir aku kopi depan gedung.
Sara mendadak gugup, dan membalas dengan tangan gemetar, menanyakan apa yang dibicarakan dua pimpinan tersebut.
Yosi : Sara, ternyata Ihsan itu tinggal di gedung ini selama proyek berlangsung.
Sara menggigit bibirnya, saking bahagianya.
Bersambung