Rani masih tergolek lemas di dalam pelukan Pandu, permainan cinta mereka berlangsung sangat lama. Setelah sekian lama mengejar cintanya, Pandu akhirnya luluh juga, Rani sangat bahagia, meski Pandu buta, tidak masalah bagi Rani, dia bisa jadi mata Pandu. Sangat mustahil tapi itulah perasaan cinta Rani pada Pandu, sungguh besar dan tidak mengharapkan apa-apa, murni rasa cinta belaka.
"Cantik ... ayo bangun! Aku mau lagi, Sayang. Kamu masih kuat, kan?" tanya Pandu sambil meremas d**a Rani, gemas.
"Uh ... tadi aja, sok jual mahal! Gak taunya malah minta nambah, huh!" protes Rani sambil mengecup bibir Pandu, gemas.
"Maafkan aku, Sayang. Aku tidak mau melihatmu menderita karna mempunyai kekasih buta seperti diriku ini, tapi karna kau memaksa, apa boleh buat," ucap Pandu, sambil tertawa.
"Jangan bahas masalah kebutaanmu lagi, Tuan Pandu! Itu pasti hanya alasanmu saja, bukan?! Bilang saja kau masih mencintai Julia yang seksi dan montok itu! Dia mantan kekasihmu!" sungut Rani, sangat kesal.
Pandu tersenyum geli mendengar gelagat cemburu Rani, itu membuatnya merasa sangat bahagia. "Kau jangan bahas masalah Julia lagi, Sayang. Itu sudah berlalu," rayu Pandu, menenangkan kekesalan Rani.
"Ya, mungkin saja sudah berlalu! Tapi masih terkenang dalam hatimu yang paling dalam, bukan?!" ucap Rani sambil melepaskan pelukan Pandu.
"Di hatiku hanya ada kau, Rania. Gadis pemaksa yang jadi kesayangan adikku Lala," jawab Pandu sambil meraba-raba pipi Rani hingga membuat Rani tersipu malu.
"Kalau begitu buktikan." tantang Rani dengan suara seksi.
"Dengan senang hati cantik. Uh...." desah Pandu dan kembali menindih tubuh telanjang Rani.
Bibirnya aktif melumat p******a Rani bergantian dengan bibirnya. Miliknya kembali mengeras dan mulai memasuki area pribadi Rani dengan perlahan.
"Auh... Eugh..." Racau Rani saat milik Pandu sudah masuk seutuhnya.
"Apakah enak sayang?"
"He, em... Sangat enak sayang, ayo lebih dalam lagi, ah..." desahan Rani memenuhi kamar Pandu. Dia semakin bernafsu dan menggerakkan pinggulnya dengan tempo yang cepat.
Di saat sedang asik asiknya bercinta, ponsel Rani berdering. Rani segera meraihnya dan mendekatkannya ke telinga.
"Ah.. Ha-hallo.." jawab Rani sambil memejamkan mata.
"Hal-hallo! Rani!! Bantu aku..."
"Lala!! Ada apa?! mengganggu saja." tanya Rani kesal.
"Tu- tuan David..."
"Kenapa lagi dengan tuan David?! Dia memang seperti itu sayang, kau ha-harus terbiasa, ah... Sudah ya, nanti saja hubungi aku, aku masih sibuk. Emh.. Ah..." desah Rani sambil mematikan telepon. Dia mencapai puncak kenikmatannya bersamaan dengan Pandu, cairan Pandu sangat banyak hingga sampai menetes keluar.
"Oh.. Sudah ya sayang, nanti lagi. Aku lelah tampan," ucap Rani lemah.
"Baiklah cantik, tidurlah." ucap Pandu sambil mengecup kening Rani dengan penuh kasih sayang.
°°°°°©©©°°°°°
Lala tampak gelisah ketika David menyodorkan sebuah map buat di tanda tangani olehnya.
"Ini berkas perjanjian untuk kerja kamu, silahkan di baca dan setelah itu cepat tanda tangan. Waktuku tidak banyak nona Lala. Sebaiknya kau cepat memeriksanya." perintah David sambil menatap tajam ke arah Lala.
"Ba-baik tuan," jawab Lala gugup. Di hatinya masih ada keraguan. Apalagi saat David menceritakan soal karyawan yang pernah menipunya saat masih di lift tadi. Bagaimana jika kelak penyamarannya terbongkar?! Astaga.
Lala berusaha menelpon Rani buat meminta saran. Tapi yang ada malah Lala di buat jengkel karna Rani sama sekali tidak memperdulikannya dan malah mendesah desah tidak jelas.
"Akan aku hitung sampai angka sepuluh Lala!! Kalau dalam hitungan kesepuluh kau masih saja diam dan melamun! Maka perjanjian kerja kita batal. Masih banyak orang yang ingin bekerja kepadaku di luar sana! sebaiknya kau bersikap serius dan cepat periksa berkas berkas itu." ancam David membuyarkan lamunan Lala.
"Eh, ba-baik tuan." jawab Lala cemas.
Lala membuka lembaran itu satu demi satu. Hatinya merasa gelisah dan takut. Perasaan was was terus hinggap di dalam kepalanya.
"Satu!!'' ucap David mulai berhitung.
Lala semakin cemas dan tangannya gemetar, keringat dingin membasahi pelipisnya, dia tidak fokus membaca seratus peraturan yang ada di berkas itu. Apalagi dengan tatapan dan juga hitungan dari David.
"Dua!!"
Tanpa menyelesaikan pemeriksaannya, Lala langsung tanda tangan. Dia takut tidak jadi bekerja di perusahaan ternama milik keluarga Miller itu.
Sedangkan David sendiri merasa puas setelah Lala menanda tangani berkas berkas itu. Senyum penuh kemenangan terukir di bibir seksinya.
"Sudah tuan." ucap Lala datar.
"Bagus." jawab David dan langsung menyambar kertas perjanjian itu dengan cepat. David memfoto kertas kertas itu dan langsung memasukkannya kedalam brankas.
"Kemarilah," pinta David setelah menaruh kunci Brankas di saku celananya.
"Ke-kenapa tuan?" tanya Lala cemas.
"Kemarilah Lala." ucap David memaksa.
"Lala mendekat dengan kaki gemetar, wajahnya terlihat pucat. Setelah dekat, tanpa menunggu waktu lama lagi David langsung memeluknya.
"Ah... a-apa yang kau lakukan, Tuan?!" tanya Lala terkejut bukan main.
"Memelukmu, Lala. Aku adalah atasanmu. Atasan yang baik sekaligus penyayang, jadi aku memperlakukan dirimu dengan penuh kasih sayang." jawab David santai.
Lala mendorong David dengan kasar. Dia benar benar terkejut bukan main. "Cukup, Tuan!! Saya memang asistenmu! Tapi bukan bearti kau bisa bertindak tidak sopan kepadaku." ucap Lala kesal sekaligus menggebu-gebu.
"Sebaiknya kau baca peraturan nomor dua puluh enam, Sayang!" perintah David, tersenyum nakal sambil menunjukkan foto berkas yang tadi dia simpan di ponselnya.
Lala segera membacanya dengan seksama.
Peraturan nomor (26) *Dilarang protes saat pemilik perusahaan Bapak David Miller memperlakukan karyawannya dengan lembut.*
Setelah mengamatinya, mata Lala langsung membulat dengan sempurna. "Apa?! Tidak mungkin!!" serunya kesal. Dia melanjutkan membaca peraturan selanjutnya dengan hati berdebar-debar tidak karuan. Tapi sebelum sempat Lala membacanya lagi ... David sudah meletakkan ponselnya di meja dan kembali memeluk tubuh Lala dengan erat sambil sesekali menciumi wajah Lala yang pucat.
"Eh, mmpphhh... tu-tuan.. jangan seperti ini, saya tidak suka, ah... jangan perlakukan saya seperti Risa tuan, saya tidak suka, ah ..." protes Lala berusaha memberontak.
"Mulai sekarang aku berjanji tidak akan memperlakukan semua karyawanku seperti aku memperlakukan dirimu Lala." jelas David sambil menjilat bibir Lala lembut.
"Bu-bukan begitu Tuan. Ah ... in-intinya jauhi, Aku!" desah Lala, merasa geli dengan perlakuan David.
"Tidak akan pernah Lala, aku tidak akan pernah menjauhi dirimu. Kau paham?" paksa David keras kepala.
"Tapi..."
"Tidak ada tapi tapian."
"Aku jelek tuan."
"Aku tidak perduli."
"Kalau begitu kau yang jelek tuan, aku mungkin bisa tidak memyukaimu." ucap Lala putus asa.
"Apa?!!"
"Ya!! Kau jelek dan itu kenyataannya!! Aku tidak suka!!" Lala semakin mengejeknya berharap dibenci.
********
NB: MAAF TULISAN MASIH BERANTAKAN!! BERHUBUNG BANYAK YANG TIDAK SABAR!! KAK DILLA TERPAKSA UPDATE NASKAH LAMA TANPA REVISI TERLEBIH DAHULU. SEKALI LAGI MOHON MAAF ....
Jangan lupa untuk tekan tombol Love, komen, follow and share. Makasih, ya ....
TBC.