PART 3. KERJA SAMA

1823 Words
            “Azhura, itu seperti orang tua gila kemarin.” Tunjuk Alexia pada seorang lelaki yang sedang berdiri seperti kemarin dan di tempat yang sama. Dia mengernyitkan dahi, sejak kemarin belum mendapat informasi apapun dari gadis sengklek itu. Padahal dia sudah sangat penasaran. Terutama pada lelaki tampan bin kaya tersebut.             Azhura menghela nafas panjang. “Biarkan saja. Ayo kita pulang.” Azhura menarik tangan sahabatnya. Berurusan dengan pria itu menimbulkan masalah saja, batinnya kesal. Kemarin ciuman pertama dan keduanya yang sudah terenggut. Lalu hari ini apa lagi? Tali kutangnya? Lalu besoknya tali apa lagi?             “Azhura…, Kau dipanggil orang itu.” Seru Gaby, teman sekelas Azhura, menunjukkan lelaki yang sama.             “Biarkan saja!” Elak Azhura malas. Ia kembali berjalan mendahului sahabatnya. Amarahnya langsung memuncak seperti kemarin. Azhura tidak ingin lagi bertemu dengannya, bahkan mendengar namanya sekalipun.             “Cie… cie…, Azhura punya mainan orang kaya…. Mobilnya Mercy.” Ucap Fransiskus tersenyum jahil. Sepertinya memang benar. Berita ini akan menjadi hot news di kelas mereka jika Azhura tidak segera mengklarifikasinya. Huh, seperti artis saja.             Azhura menarik nafas panjang sebelum mengelak ucapan Frans. “Ehem…,” Mereka mencari sumber suara “Maaf, ya… saya mau membawa pacar saya pergi.” Ucap Jordan senyum ramah. Sehingga beberapa diantara mereka menunjukkan muka cengo. Azhura ingin menusuk kedua mata mereka dengan jarum pentul. Biar sadar, jika tampang tidak menjamin. Lelaki itu berbahaya dengan segala pikiran kotornya.             “Iya…. Boleh…, silahkan.” Alexia mendorong punggung Azhura hingga bertabrakan dengan Jordan yang ditangkap dengan sigap olehnya. Menyeringai m***m seolah-olah mendapatkan makanan gratis selama sebulan penuh.             “Tidak! Saya tidak mau pergi dengan Anda.” Elak Azhura menggeleng. Menjauh dari Jordan, namun lelaki itu segera mungkin menyegatnya. Melingkari lengan pada perut ramping gadis tersebut.             “Kau yakin tidak mau ikut denganku?” Jordan berbisik tajam. Membuat bulu roma Azhura berdiri. Mewanti-wanti jika lelaki itu sangat berbahaya sekali.             “Tidak! Lepaskan aku!” Azhura tetap menolak.             “Baiklah. Sepertinya Azhura  sedang malas berjalan.” Jordan mengangkatnya. Bukan menggotong bagai sekarung beras. Melainkan di tempatkan di pinggang sisi kanannya sehingga posisi Azhura sangat tidak elit sekali.  “Kami pergi dulu.” Teman-teman Azhura terbahak tanpa berminat menolong.  Tidak seorang pun  mendengar teriakan gadis itu.             Menempatkan di jok depan, Jordan masuk dari pintu lain. Kembali menyeringai pada gadis tersebut. Azhura membuang pandangan pada luar.             “Kau begitu ganas. Lihat saja tanganku, kamu mencakarnya habis.” Jordan meringis untuk menarik perhatian Azhura. Gadis itu  melirik dengan ujung pandangannya, lalu kembali menoleh ke luar.             Memang benar, beberapa bekas cakaran kukunya yang panjang menodai tangan kokoh Jordan. Salah sendiri mengapa menggulung lengan kemeja hingga siku. Azhura sama sekali tidak merasa bersalah.             “Turunkan aku!” Kata Azhura marah.             ‘Tidak akan.”             “Kau… lelaki paling kejam yang pernah kutemui.”             “Dan, kau perempuan paling hot yang pernah kulihat.”             “Diam!”             “Aku tidak bisa diam di dekatmu.” Azhura diam. Tidak mau membalas lagi. “Jangan lupakan dompetmu. Sebelum kau menolak, ingat apa saja isinya!”             Azhura membuat wajah jelek di hadapan Jordan, ia tidak lagi mengeluarkan suara karena tidak ada gunanya. Gadis itu kalah telak karena dompet sialan tersebut. Sesekali gadis itu melirik kesamping, tampak Jordan sedang tersenyum misterius dan mengikuti irama dari musik player. Azhura yakin jika Jordan memiliki niat buruk terhadapnya. Azhura harus lebih peka terhadap situasi mulai dari sekarang. Ia tidak mau menjadi korban penipuan, pembegalan, maupun penipuan hati. Eh, penipuan hati? Astaga.., sepertinya urat syaraf Azhura mulai tidak berfungsi lagi.             Sesampainya mereka di apartemen kemarin, Jordan duduk dengan angkuhnya di sofa, sementara Azhura sangat berhati-hati sehingga ia terlihat seperti anak ayam yang takut pada induknya.             “Sekarang…, bersihkan apartemenku!” printah Jordan seenaknya saja. Menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa serta menyilangkan kaki. Sok ingin seperti penguasa.             “Aku tidak mau!” Azhura menyedekapkan tangannya di dada             “Kau mau kita belajar terlebih dahulu? Praktek, mungkin?” Ucapnya sambil menaikkan sebelah alis tebalnya. Mulai meenunjukkan taring kemesumannya.             “Jangan mimpi kau pak tua cabul.” Elak Azhura enggan.             “Kalau begitu cepat bersihkan. Aku mau mandi, kuharap kau tidak mengintip. Tetapi kalau kau mau, aku juga tidak keberatan. Jika kau meminta mandi bersama, dengan senang hati pula aku akan mempersilahkan. Aku juga akan membantumu menggosok punggungmu dengan lembut dan penuh perasaan.” Ucap Jordan panjang lebar.             “Cih…, sudah tua tetapi ternyata masih bisa mengalay.” guman Azhura menggeleng-gelengkan kepala. Bergidik ngeri ketika membayangkannya secara sekilas, mereka berdua berada dalam kamar mandi dan saling menggosok punggung.             Tawa Jordan menggema hingga di kamarnya. Azhura melempar  tasnya di sofa dan mulai membersihkan apartemen lelaki tersebut dengan setengah hati. Azhura masih ingat pembicaraan kemarin, Jordan akan membuangnya jika sudah bosan. Tentu saja Azhura mencari cara agar lelaki itu tidak menyukai cara kerjanya dan kemudian mengusirnya dengan sadis. Eh, jangan…, Jordan akan meminta Azhura berhenti secara baik-baik dan mengembalikan dompetnya. Kalau bisa dengan menyelipkan sesuatu yang berbau khas dan berwarna merah atau biru. Azhura akan sangat senang dan berusaha menjadi mantan pembantu yang baik dan dirindukan.             Setelah selesai mandi, Jordan keluar dari kamarnya dengan menggunakan celana jeans dan kaos polo longgar. Ia duduk di sofa sambil memperhatikan Azhura menyapu. Sesekali mengangguk dan memicingkan mata pada gadis tersebut.             “Ayo kita cari makan.” Ucap Jordan ketika Azhura selesai menyapu             “Aku tidak lapar!”             “Benarkah?” Azhura tidak menjawab. “Aku lapar sekali. Ingin makan denganmu untuk mentraktirmu sebagai awal kerja sama kita.”             “Apa kau serius mau mentraktirku?” Jordan mengangguk. Senyum licik Azhura menghiasi wajahnya. Sepertinya orang tua itu lumayan juga. Lumayan bisa dimanfaatkan. Azhura sama sekali belum makan siang. Perutnya langsung keroncongan mendengar kata keramat tersebut. Secerca harapan timbul di wajah Azhura.             Baiklah. Jika lelaki itu tidak melepaskannya dengan cara baik-baik. Maka Azhura pun akan membalasnya mulai dari sekarang. Dia akan mengikuti bagaimana alur permainan lelaki sombong itu. Lihat saja. Jordan akan menyesal pernah berurusan dengan Azhura.             Azhura mengerjai Jordan. Sesampainya mereka di restaurant yang tidak jauh dari apartemen, gadis itu memesan makanan hingga memenuhi meja, tentu saja Jordan menelan saliva dengan bersusah payah. Membatin, dari dunia manakah datangnya gadis yang satu ini. Makanannya, astaga. Di bagian mana lagi dirinya bisa menyelipkannya? “Kau yakin bisa menghabiskan semuanya?” Azhura mengangguk dan menyengir lebar. Menunjukkan wajah polos tak berdosa. Jordan menggelengkan kepalanya “Kalau sampai ada sisa. Bayar sendiri.” Ancamnya sadis.             “Tenang saja pak tua cabul.” Ucap Azhura mulai makan. Kembali Jordan menelan saliva melihat gaya makan Azhura seperti orang utan. Berapa lama gadis itu tidak makan?             Jordan memperhatikannya makan. Merasa kenyang meski hanya melihat cara gadis itu menyantapnya. Dia pun menyeringai, ternyata gadis itu menghabiskan semua makanannya. Sama sekali tidak berbohong, jika dirinya mampu meludeskannya. Azhura bahkan makan lebih cepat selesai daripada bayangannya. Dan, tampaknya dia masih baik-baik saja dengan wajah sumringahnya. Jordan mengakui, dia unik.             Setelah selesai makan. Jordan dan Azhura berbelanja bahan makanan untuk dimasak Azhura tiap hari di apartemennya. Setelah ini, dia akan sering makan makanan rumahan. Jordan tersenyum lebar dalam diam.             “Kau mau?” Azhura melepaskan sepatu yang menarik perhatiannya. Azhura menggeleng “Kenapa?”             “Aku masih memiliki seperti ini di rumah.” Ucapnya bohong dengan raut wajah angkuh.             Jordan tersenyum “Ayo...,” Ia menarik pergelangan tangan Azhura. Kembali memilih bahan makanan.             “Kenapa kau menjadikanku pembantumu?” Tanya Azhura sembari melirik Jordan yang sedang memilih sayuran.             “Karena kau merusak mobilku.” Azhura berdecak. “Aku tidak memiliki alasan lain karena itu memang benar.” Tambah Jordan serius.             “Alasan!” Jawab Azhura berdecak. Jordan kembali menyeringai. Membenarkan perkataan gadis tersebut. Azhura malas berbicara padanya sehingga dirinya tutup mulut.             Sehingga meskipun Jordan memberikan arahan pada Azhura mengenai pekerjaan yang harus di lakukannya setiap hari, gadis itu tetap diam Merespon tanpa minat jika diperlukan. Sebelum dan sudah kuliah, gadis itu harus datang ke apartemen Jordan untuk membersihkan setiap sudutnya. KTP Azhura akan dikembalikan setelah dua minggu kemudian jika pekerjaannya benar-benar memuaskan. Lalu kartu-kartu yang lain menyusul jika pekerjaan gadis itu tidak mengecewakan.             Azhura semakin kesal dengan sikap Jordan yang semena-mena. Dia tidak ingin barang-barangnya dikembalikan secara bertahap. Tetapi lelaki sombong itu tidak terbantahkan. Otoriter sehingga Azhura hanya bisa menerima apapun keputusan sang tuan.   ***               “Azhura, cepat!!! aku sudah sangat lapar!” Teriak Jordan dari ruang tamu. Duduk menyandar pada sandaran sofa dengan kaki kiri di tumpukan pada kaki kanan.             “Dasar c***l. Dia pikir aku tidak akan membalasnya?” Batin Azhura mencemooh. Ia memasukkan banyak cuka ke dalam masakannya tanpa menanggapi teriakan Jordan. Baru beberapa menit yang lalu dirinya disuruh menyiapkan makanan, dan sekarang mulut ember dan seksinya sudah berteriak nyaring.             Azhura berdecak. Tidak tahu mimpi apa selama ini. Mengapa harus berakhir menjadi pembantu. Apa-apaan ini? Sama sekali tidak pernah ada dalam benaknya selama ini meskipun dirinya melarat karena kekurangan uang bulanan dari orang tuanya.             “Sudah berapa lama kau tidak makan obat cacing? Apa cacing-cacing dalam perutmu tidak bisa kau ajak bernegoisasi?” Omel Azhura meletakkan mangkok di atas meja.             “Enak saja kau bicara. Cepat ambilkan nasi.” Perintahnya. Azhura menuruti perintahnya tanpa ikhlas.             “Aku mau pulang, tugasku sudah selesai.” Azhura berdiri dari duduknya. Berhadapan dengan Jordan membuat darah tingginya naik. Dia seperti bocah remaja yang masih ingusan saja. Padahal umurnya sudah sangat tua. Kepala tiga. Azhura masih ingat perkataan Jordan kemarin. Mengatakan jika mereka berpaut sepuluh tahun.             Bukan kah dia sudah pantas menjadi seorang g***n? Hou…, Azhura sedang berhadapan dengan om-om.             “Kau mau pulang di saat aku sedang makan?” Azhura berbalik “Siapa yang membersihkan ini nanti?” Tanya Jordan melirik wadah-wadah di meja.             “Apa kau tidak memiliki tangan untuk membawa piring kotormu ke wastafel?” Tanya Azhura sinis.             “Hei, bocah… apa kau lupa perjanjian kita kemarin? Kau harus datang pagi dan pulang malam. Ini masih sore…, untuk apa kau pulang?” “Hei, pak tua c***l, aku sudah mengerjakan semuanya. Aku juga memiliki kesibukan lain. Aku tidak punya alasan untuk berlama-lama disini!” Azhura membalasnya, menghentakkan kakinya pada lantai.             “Baiklah kalau begitu. Pergi saja kalau kau ingin dompetmu kubakar!” Tekan Jordan kembali mengeluarkan taringnya.             “Dasar c***l!” Rutuk Azhura kesal, lalu menghela nafas panjang. “Setidaknya kau memberi kartu ATM-ku. Aku tidak memiliki uang lagi sekarang!” Teriaknya emosi.             “Ow…, kau sungguh menakutkan. Duduklah, temani aku makan. Aku akan memberimu uang sebagai upahmu bekerja di sini.” Jordan menyiratkan Azhura duduk di depannya.             “Azhura menyipitkan matanya ragu-ragu. “Benarkah?” Tanyanya pelan.             “Ya! Kau akan menerima upah seminggu sekali dan bonus.”             “Kau tidak berbohong, kan?” Azhura langsung duduk di depan Jordan serta mengambil nasi untuknya. Saat ini dia memang membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Semenjak ia keluar dari rumah tantenya, Azhura menjadi kesulitan bagian dana karena dirinya harus pandai berhemat untuk bisa bertahan hidup sampai kiriman dari orang tuanya datang lagi sebulan kemudian. Dulu ia tidak terlalu memusingkan soal makan sehari-harinya karena ada tantenya yang menanggung makan setiap hari, yang perlu ia pusingkan hanyalah uang jajan.             “Tidak.”             “Stop.... Jangan dimakan.” Cegah Azhura saat Jordan hendak menyendokkan nasi ke mulutnya.             Jordan mengernyit “Kenapa?” Ia memandangi nasi di sendoknya             “Rasanya pasti tidak enak. Aku memasukkan banyak cuka.” Cengir Azhura polos.             “Hah? Kau mau meracuniku?”             “Tadinya, iya. Kau membuatku jengkel.” Jawab Azhura tanpa dosa.             “Astaga! Apa yang ada di pikiranmu sehingga kau berbuat seperti itu padaku?” Tanya Jordan mendramalisir keadaan.             “Berterima kasih lah kau pada uangmu. Kalau kau tidak mengatakan uang, kau sudah pasti masuk rumah sakit.” Jawab Azhura enteng. Kemudian mengambil piring Jordan dan menggantinya dengan yang baru.             Kemudian mereka makan. Hanya dentingan sendok yang terdengar. Jordan memperhatikan Azhura makan. Selalu sama seperti sebelumnya, banyak makan tanpa memikirkan lemak-lemak jahat yang kemungkinan menyelip di seluruh tubuhnya.   *** Jakarta, 20 Juni 2020  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD