PART 2. PAK TUA CABUL!

1570 Words
            “Kau hanya perlu menjadi pembantuku.” Ucap lelaki itu santai. Ia merebahkan punggungnya pada sandaran sofa dengan dompet masih digenggamannya.             “Berapa lama? Mulai jam berapa jam kerjaku?”             “Sampai aku bosan. Kau bekerja dari pagi hingga malam”             “A-Apa…?? Bagaimana kuliahku? Sebentar lagi aku kerja praktek dari kampus.” Ucapnya tidak terima. Mengingat kerja praktek yang sebentar lagi menjadi kesibukannya saja sudah membuatnya pusing delapan keliling. Dia sungguh tidak mau repot-repot. Termasuk tipikal gadis pemalas dan ingin sesuatu hal yang paling simpel.             “Aku tidak peduli, yang penting tugasmu terlaksana.” Lelaki itu kemudian menyuruh gadis itu ke dapur, menyungguhkan minum dan mengajaknya membuat keputusan yang menguntungkan bagi mereka berdua.             Meskipun tidak ikhlas, namun gadis itu tetap pergi ke dapur yang begitu asing baginya. Menyajikan dua gelas minuman beserta biskuit di meja dari dapur yang dia dapatkan, kemudian kembali duduk di samping lelaki tersebut dengan nampan di dada, mendekapnya begitu erat. Seolah menyembunyikan sesuatu berharga di balik sana.             Gadis itu menghela nafas panjang, “Aku baru saja merasa bebas setelah tiga tahun lamanya tinggal bersama tanteku. Bisakah aku menggantinya dengan uang? Aku tidak ingin terikat lagi. Aku ingin merasakan kebebasan seperti gadis-gadis lain, menikmati masa kampus yang begitu mengagumkan. Aku bahkan mentraktir teman-temanku untuk merayakan kebebasanku, bisakah kau memberiku dispensasi?” Ucapnya memohon dengan kedua mata berharap-harap cemas. Lelaki itu mengernyit, menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya “Kau tahu kan, impian setiap gadis itu bagaimana?! Pergi hang out, makan, nongkrong di kafe, pergi jalan-jalan, berkenalan dengan lelaki yang lebih keren, berpesta, menginap di rumah teman dan membicarakan tentang lelaki hingga larut malam. Itu benar-benar luar biasa, mimpi setiap gadis muda sepertiku.”             “Kau ingin menjadi gadis liar? Melakukan one nigh stand pada setiap pria?” Lelaki itu mengernyit penasaran.             “Bukan…, maksudku tidak sampai tahap seperti itu. Aku memiliki prinsip ‘no sex before marriage’ itu akan selalu kupegang erat. Tak akan kulepaskan” Ucapnya senyum bangga. Masih berpikir sehat di jaman sekarang ini. “Aku tidak memiliki harta atau apa-apa jika aku menikah nanti. Aku hanya ingin memberikan milikku yang paling berharga pada suami tercintaku nanti.” Tambahnya senyum sambil membayangkannya. Kedua pipinya bersemu, tidak sabar menantinya dan ingin mengetahui siapa lelaki yang beruntung tersebut. Tentu saja sangat beruntung, dia menjaganya dengan sangat baik hingga saat ini.             “Manis sekali!” Cibir lelaki itu sarkasme.             “Tentu saja! Memangnya dirimu, pak tua cabul!” Tekannya kembali kesal. Lelaki itu menatapnya tajam. Gadis itu seperti bunglon saja. Baru saja menunjukkan wajah berseri-seri, tetapi sekarang telah menunjukkan wajah garang sepertti kucing ingin kawin. “Oh… Jadi…, kau akan melepaskanku, kan?” Tanyanya harap.             “Jangan mimpi, bocah tengil” Seringaian menghiasi wajah lelaki itu “Untuk apa kau bebas, seharusnya kau tinggal di rumah, belajar yang benar!”             “Aku sudah bosan belajar, aku ingin merubah diriku. Mempercantik wajahku agar bisa lebih populer di kalangan mahasiswa saja, tidak perlu di kalangan warga se-Kabupaten. Aku tahu diri.” Ucapnya bangga. “Aku ingin memilih pacar yang tampan dengan wajah cantikku, kemudian kami menikah dan hidup bahagia selama-lamanya.”             “Kau tidak akan bisa berubah jadi cantik, bahkan operasi sekalipun!” Lelaki itu menohoknya. Untung saja gadis itu sedikit oon sehingga tidak memasukkan ke dalam hati. Berlapang dada. Menganggap itu sebuah pujian untuknya agar bisa lebih bersemangat.             “Itu katamu! Sahabatku bisa melakukan perubahan. Sekarang dia berubah menjadi gadis yang cantik, dulunya dia jelek dan hitam. Aku juga ingin seperti itu. Menurutmu bagian mana saja yang harus kurubah? Apa aku harus operasi plastik seperti yang kau katakan tadi?” Lelaki itu semakin menautkan kedua alisnya. “Apa aku harus mempermak payudaraku juga? Sepertinya ini terlalu kecil, terkadang aku merasa minder saat jalan dengan temanku yang memiliki payudara besar dan berisi” Ucapnya polos dsmbil memperhatikan kedua dadanya yang tumbuh ke dalam.             Lelaki itu hampir memecahkan tawanya. Seorang gadis yang tidak dikenalnya sedang berkonsultasi padanya mengenai penampilannya yang lumayan udik. Andai semua perempuan sepertinya, dia akan memanfaatkan sebaik mungin. Lumayan. Dapat jajan gratis. Bersih pula. Bebas dari rabies. Eh…             “Satu lagi…. Aku juga ingin belajar menjadi pencium yang hebat. Aku selalu iri pada teman-temanku setiap kali mereka bercerita tentang berciuman dengan pasangan mereka masing-masing.” Tambahnya lesu. Lelaki itu meringis pelan, sepertinya gadis yang baru dikenalnya sedang melakoni cara berteman dengan baik. “Jadi..., apakah hatimu sudah tergerak untuk melepaskanku?”             “Apa?? Jadi kau menceritakan itu padaku supaya aku iba padamu?” Gadis itu mengangguk sambil menyengir “Tidak akan!” Tambahnya kemudian.             Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal, “Kau masih bisa melakukannya meski bekerja disini.” Gadis itu berbinar “Aku akan mengajarimu.” Tambahnya dengan seringaian mesum. Berbagai macam gaya sudah terlintas dalam otak tampannya. Dan, itu akan segera tercapai bersama gadis idiot di depannya.             “A-ap… Maksudmu…?”             “Kau akan menginap disini, kita bisa membicarakan tentang lelaki hingga larut malam. Maksudku, lelaki yang kita bicarakan tentu saja aku, lalu kita kemudian membicarakan masa depan kita nanti. Dan…, aku juga akan mengajarimu menjadi pencium yang hebat.” Tambahnya yakin.             “Heh..? Aku..?! Kau…?! Siapa yang mau menginap disini..? Dan.. Apa tadi..? Kau mau mengajariku menjadi pencium yang hebat?” Gadis itu tersenyum remeh             “Kau tidak percaya?” Ia mendekat dan mengurung gadis itu dengan kedua tangannya. Tanpa menyia-nyiakan waktu, lelaki itu melumat bibir gadis tersebut tanpa ampun.             “Heemmmpptt….!!!” Gadis itu mendorong lelaki itu setelah kesadarannya kembali.             Kompyang… pyang….             “Arrggghh....”             Prang… prang.. prang….             “Mati kau pak tua cabul!” Umpatnya.             Gadis itu memukulnya tanpa ampun dengan nampan yang sejak tadi di pegangnya. Kini lelaki itu meringis kesakitan sambil memegangi kepala. Tenaga gadis itu lumayan kuat. Jika dirinya sering dipukuli seperti itu, mungkin otaknya akan bergeser sedikit. Ah, payah.             “Berani-beraninya kau menciumku!” Ucapnya geram. Pyang..... Sekali lagi gadis itu melayangkan nampannya tanpa ampun.             “Dasar bocah tengil! Baru ciuman begitu saja kau sudah histeris! Bagaimana bisa kau akan menjadi pencium hebat?!” Ucapnya geram sembari menggosok-gosok lengannya yang menjadi hantaman nampan tersebut.             Gadis itu menggosok bibirnya dengan punggung tangan “Itu ciuman pertamaku… Seharusnya aku melakukannya setidaknya dengan pacarku nanti, orang yang aku cintai, bukan denganmu, pak tua cabul!” Tekannya “Hah…. Sekarang bibirku tidak PERAWAN lagi!” Kompyang. Sekali lagi melempar mampan padanya, lalu kembali menggosok punggung tangannya untuk membersihkan bekas bibir lelaki tersebut.             “Tidak perawan lagi? Memangnya kau sudah kuperawanin?”             “Ya…. Bibirku, pak tua!” Emosinya semakin menjadi-jadi. “Aku sudah mati-matian menjaganya agar tidak ternodai, bahkan aku putus dengan pacarku karena aku tidak mau di ciumnya! Ciuman pertamaku harus pada suamiku nanti! Tapi kau malah mengambilnya begitu saja. Kau… bahkan aku tidak tahu siapa namamu!”             Lelaki itu terbahak sambil memegangi perutnya “Jordan… Namaku Jordan Wardhana Kenzie.” Ucapnya masih terbahak. Gadis itu mendengus kesal. “Kalau begitu, jadikan aku suamimu Azhura Elysia Henley.” Tambahnya pelan             Kini giliran Azhura, gadis itu tertawa terbahak-bahak sambil menyeka air matanya yang keluar karena tawa “Kau mau jadi suamiku..? Hahahahaha… Pak tua, pak tua!” Gadis itu menepuk-nepuk pundak Jordan seolah-olah mereka teman akrab.             “Kenapa? Ada masalah?” “Ya..., banyak! Aku tidak mau bersuami orang tua cabul sepertimu. Aku mau yang seumuran dan tidak cabul. Mau jadi apa aku nanti jika menjadi istrimu?” Elaknya menahan tawa. “Jangan bermimpi. Aku tidak ingin dicabuli setiap hari!”             “Umur kita hanya berpaut sepuluh tahun, itu masih sebanding. Dan, masalah pencabulan. Itu tidak masalah, kita akan menikah. Sah-sah saja.” Jordan mengangkat bahu.             “Menurutmu. Huh... Sepertinya kau harus mandi wajib untuk menghilangkan pemikiran cabulmu.” Ejek Azhura sarkasme. Ternyata pak tua cabul tersebut tidak seseram yang dia bayangkan. Melihat wajah Jordan seperti itu, dengan dahi berlipat membuatnya terbahak.             “Sebelum aku menghilangkan pemikiran cabulku, aku ingin mengulangnya lagi.” Sekali lagi Jordan melumat bibir Azhura tanpa aba-aba. Gadis itu mencoba berontak, ia hendak memukul kepala Jordan dengan nampan. Namun tangannya dicekal oleh Jordan sehingga nampannya jatuh di lantai. Kemudian membawa kedua tangan gadis itu di atas kepalanya dan menghimpit tubuh mungil itu dengan berat badannya. Menekan badan Azhura menempel padanya, tidak ingin mengakhirinya dalam waktu dekat.             Nafas tersenggal-senggal keluar dari mulut keduanya setelah beberapa saat bergulat bibir di sofa. “Ternyata bibir yang masih perawan itu terasa manis, ya. Bibir yang lain juga pasti lebih manis, aku ingin segera mencobanya.” Jordan menjilat bibirnya kemudian mengacak rambut gadis itu sebelum berdiri.             “Hiaaaa…” Tanpa aba-aba, Azhura menendang bokong Jordan dengan sekuat tenaga hingga ia tersungkur di lantai.             Jordan berdiri sambil mengelus-elus pantatnya. “Aakkhh..! Ternyata kau suka main kasar. Sabar ya, sayang..., nanti kita lanjutkan lagi.” Ucapnya meringis. Tangannya masih menekan bokongnya, untung saja asset berharganya masih aman terkendali. Sehingga tidak masalah jika hanya tersungkur seperti itu.             “Jangan mimpi kau pak tua cabul” Azhura berdiri lalu menyambar tasnya dari meja sebelum melangkah keluar dari apartemen lelaki itu. Azhura tidak ingin bertemu lagi dengannya. Dalam beberapa menit saja, lelaki itu telah dua kali mennciumnya. Sialan! Mengapa Azhura tidak bisa mengelak? Kemana semua jiwa pemberontaknya selama ini?             “Sayang…, jangan lupa datang besok ya! Ingat…, kita akan belajar teori sekaligus praktek.” Tawanya membahana di telinga Azhura yang sudah keluar dari sana. “Kau tidak bisa kabur dariku. Aku mengetahui dimana tempat tinggal dan kampusmu!”             “Dasar cabul” Gerutunya marah, nafasnya tersenggal-senggal. Menendang pintu kokoh apartemen Jordan dengan sekuat tenaga, melampiaskan amarahnya. Kembali Azhura menggosok-gosok bibirnya dengan punggung tangan, berharap noda dan rasa bibir lelaki itu menghilang tanpa bekas. Kalau bisa, bibir Azhura perawan lagi seperti sepuluh menit yang lalu.             Tidak ingin berlama-lama di kawasan apartemen tersebut. Azhura menggerutu sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya. Kembali menggeram sehingga wajah dan lehernya memerah.             Ingin segera tiba di kosan, mencari cara untuk membuat ramuan herbal penghilang rasa dan bekas bibir Jordan dari bibirnya. Azhura tidak akan meninggalkan noda setitikpun disana. Enak saja. Memangnya siapa si cabul itu?             Sama saja pelecehan terhadap anak di usia dini. Rutuknya. meskipun dalam hatinya di bagian lain bersorak tidak terima bahwa dirinya sudah berumur kepala dua. Alias dewasa. Jika sudah menikah, sudah pasti memiliki anak.             Sialan. Hati dan pemikirannya tidak sejalan.   ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD