Demi Agatha

2057 Words
James tidak pernah ingin melakukan apa pun demi Agatha. Tapi kini, tanpa disengaja, ia membatalkan rencananya untuk menemui Catherine demi Agatha. Dan yang lebih mencengangkan adalah, James melakukan hal tersebut hanya untuk menemani Agatha ke pusat perbelanjaan dan menghampiri tas yang diinginkannya tadi. Sama sekali tidak menyangka jika dirinya bisa sekonyol ini, membatalkan janji temunya dengan seorang wanita yang sejak lama dicarinya hanya untuk menemani Agatha membeli sebuah tas. Itu sama sekali tidak masuk akal untuk dilakukan seorang James Hunt, tetapi kini ia tengah melakukannya. Dan tidak berhenti hanya sampai di situ saja, setelah Agatha mendapatkan tas yang ia inginkan, James justru mengajak Agatha untuk masuk ke toko sepatu, lantas ke toko aksesoris, dan menuju sebuah restoran untuk makan. Parahnya lagi, setelah selesai makan James membawa Agatha ke sebuah toko pakaian yang kini menjadi tempat mereka berada. Rasanya belum lengkap jika James belum membuat tangan Agatha kesusahan membawa barang-barangnya sendiri. Dulu ketika James masih menjalin hubungan bersama Emily pun ia tidak pernah membiarkan kekasihnya tersebut keluar dari pusat perbelanjaan dengan tangan kosong. Bedanya, jika ketika bersama Emily maka Emily yang berinisiatif untuk membeli banyak barang. Sedangkan kini, Jameslah yang membuat Agatha harus memilih barang. Karena menurut James, malu rasanya jika ia dan istrinya ke luar dari pusat perbelanjaan tetapi istrinya hanya membeli sedikit barang saja. “James, aku sedang tidak ingin membeli baju!” kilah Agatha ketika mereka kini telah berada di tengah-tengah sebuah toko yang memajang banyak pakaian dengan berbagai model. Dari yang bergaya tradisional dan kuno hingga pakaian paling modern pun ada di sini. “Tapi kau harus membelinya!” James tetap kukuh dengan pendiriannya bahwa Agatha harus membeli setidaknya dua atau tiga baju di dalam toko ini. “Kalau kau tidak mau memilihnya, biarkan aku saja yang memilihkan baju untukmu!” Agatha membiarkan James yang melangkah meninggalkannya. Jujur saja kakinya mulai pegal, sama seperti tangannya yang kini memegangi banyak tas kertas yang ia dapat dari toko tas dan juga toko sepatu. Mereka memang tidak menggunakan pengawalan dan jasa pelayan, James yang memutuskan untuk pergi hanya berdua saja dengan Agatha. Dan yang membuat Agatha kesal adalah pria sombong itu sama sekali tidak berinisiatif untuk membawakan tas belanjaan Agatha. Seharusnya, sebagai seorang pria James memiliki ide sendiri untuk menawarkan bantuan pada Agatha dan mengambil alih semua barang yang di tangan Agatha seperti yang biasa dilakukan oleh pria lain di luar sana. Bahkan sejak tadi Agatha melihat banyak pasangan yang melakukan hal tersebut di mana wanita hanya perlu menunjuk apa yang diinginkannya, maka pria yang bersamanya akan dengan senang hati membeli dan membawakannya. Sepertinya Agatha harus membenturkan kepalanya agar sadar jika pria yang menikah dengannya bukanlah pria biasa yang memiliki nurani dan sisi manis untuk ditunjukkan pada pasangan. Dan juga Agatha harus membuat sebuah catatan kecil jika pria yang menikahinya merupakan pria sombong berhati iblis, hal itu harus Agatha lakukan agar ia ingat makhluk sejenis apa yang telah mempersuntingnya. Masih diam di tempat seperti semula, Agatha menurunkan semua belanjaannya untuk meringankan beban yang digantung pada kedua tangannya yang kini sudah mulai memerah. Matanya tak lepas dari sosok James yang sedang berkeliling mencari pakaian untuknya. Agatha jadi ingin tahu sekiranya pakaian jenis apa yang akan dipilih oleh suaminya tersebut. Seketika pikiran negatif mulai memenuhi kepalanya. Dalam pikirnya, James pasti kan membelikan pakaian yang paling terbuka dan kekurangan bahan di setip sisinya. Dan jika benar pakaian seperti itu yang James pilihkan, maka Agatha berjanji jika ia akan langsung melemparkannya ke wajah James tanpa rasa hormat sedikit pun. Agatha menyilangkan tangannya di d**a kala melihat James yang datang ke arahnya seraya membawa lebih dari dua baju di tangannya. Agatha tidak bisa melihatnya dengan jelas karena baju-baju itu yang ditumpuk menjadi satu. “Ini, cobalah semua pakaian ini dan aku akan menilai apakah cocok dengan tubuhmu atau tidak!” titah James seraya menyodorkan kain-kain yang ia bawa ke arah Agatha setelah sampai di hadapan istrinya tersebut. “Aku tidak mau! Kau pasti memilihkan pakaian yang tidak layak untuk dipertontonkan bukan?” selidik Agatha dengan mata yang memicing penuh kecurigaan terhadap suaminya yang kini langsung terlihat kaget setelah mendengar apa yang dikatakannya. James mengeluarkan tawa renyah seraya melemparkan semua pakaian yang telah dipilihnya ke arah Agatha. Yang mana dengan terpaksa Agatha menangkapnya walau dihiasi dengan wajahnya yang kesal. “Lihat saja dulu pakaian seperti apa yang aku pilihkan untukmu, baru kau boleh berkomentar. Sepertinya kau sudah membuat pengaturan di kepalamu hingga kau hanya bisa berpikir buruk tentangku saja, ya?” cetus James, badannya membungkuk untuk meraih belanjaan milik Agatha yang diletakkan begitu saja oleh pemiliknya. “Aku sudah tahu otak kriminalmu!” dengus Agatha. Mendengar hal tersebut, James jadi merasa kesal. Padahal hari ini ia sudah berbaik hati karena mau mengajak Agatha belanja dan juga membayar semua belanjaannya. James memberikan lebih dari apa yang Agatha minta. Istrinya tersebut hanya meminta tas yang diinginkannya, tetapi James kemudian membelikan tas, sepatu, dan sekarang pakaian. Mungkin jika Agatha ingin membeli benda lainnya pun maka tanpa perlu berpikir panjang James kan langsung mengabulkannya. “Sekarang coba kau lihat dulu saja pakaian seperti apa yang aku pilihkan!” Tanpa peringatan, James menarik tangan Agatha dan membawa wanita tersebut menuju ruang ganti. James sendiri menunggu di atas sofa yang tak jauh dari sana. James benar-benar tak habis pikir dengan Agatha yang bisa-bisanya mengatakan jika otaknya otak kriminal. Padahal ia sudah memilihkan baju yang layak pakai bahkan jika untuk digunakan di mana pun. James tidak memilih pakaian kekurangan bahan seperti yang bagaimana Agatha tuduhkan karena jujur saja ia kurang menyukai wanita yang memakai pakaian seperti itu. Dulu pun Emily selalu ia paksa untuk memakai pakaian yang normal dan tak begitu memamerkan tubuhnya. James tidak suka jika wanita yang dimilikinya menjadi tontonan gratis bagi banyak orang. Wajar bukan jika sebagai seorang suami ia memiliki rasa kepemilikan atas diri Agatha? Hanya sebatas rasa kepemilikan, tidak lebih dari itu. Lagi pula semua orang di negeri ini tahu jika Agatha adalah istrinya, jadi semua orang akan mengakui kepemilikannya akan diri Agatha. Setidaknya selama mereka masih bersama. *** Di kamar kecil yang difungsikan sebagai ruangan ganti atau ruang untuk mencoba pakaian yang dibeli, Agatha terdiam beberapa lama berkat kagum dengan pakaian-pakaian yang telah dipilih oleh suaminya. Bukan karena pakaian tersebut bertabur baru-batu yang berkilauan hingga mahal, bukan pula modelnya yang sangat indah hingga membuat Agatha terpesona. Yang membuat Agatha kagum adalah karena pakaian tersebut merupakan pakaian dengan model sederhana dan tertutup, bahkan sangat sopan untuk digunakan dalam acara-acara yang sangat penting bersama dengan orang penting. Agatha menggigit bibirnya karena ia telah salah sangka dengan suaminya tersebut. Ternyata pria pembunuh itu tidak memiliki otak yang terlalu kriminal. Setelah dihitung, ada sekitar lima pakaian yang dipilih oleh James. Dan rasanya tidak mungkin jika Agatha harus mencoba semuanya. Sangat mungkin memang, tetapi Agatha tidak mau melakukannya. Mencoba lima pakaian yang berbeda hanya akan membuang waktunya saja. Jadi Agatha memutuskan hanya akan mencoba satu pakaian saja yang warnanya hijau seperti sebuah botol soda. Warnanya tidak begitu Agatha sukai, tetapi setelah mencobanya ternyata warna tersebut membuat dirinya lebih bercahaya. Sekarang saatnya untuk menunjukkannya pada James, Agatha sama sekali tidak berharap jika pria itu akan menunjukkan mimik wajah terperangah karena terpesona seperti adegan-adegan film yang sudah sangat pasaran. Mana mungkin James akan terpesona padanya? Dan mana mungkin wajahnya jadi lebih cantik berkali lipat jika ia hanya berganti pakaian saja? Akhirnya Agatha pun keluar. Dan seperti apa dugaannya, James hanya menatap datar ke arahnya sambil menilai dengan seadanya. “Bagus, pas untukmu. Sekarang coba pakaian yang lain!” ujar James dengan tangan yang sibuk memainkan ponsel, namun begitu matanya tertuju pada Agatha. “Kau bahkan baru melihatnya beberapa detik saja, dan kau sudah menilainya bagus? Jelas sekali jika kau sama sekali tidak berniat untuk memberikan penilaian yang benar untuk pakaian yang sedang aku coba.” “Pakaian yang sedang kau coba adalah pilihanku, kau pikir aku akan memilih pakaian yang jelek? Coba kau bercermin dengan benar agar kau tahu betapa bagusnya pakaian yang sedang kau pakai!” dengus James seraya menyimpan ponselnya ke dalam saku jas. Ia melihat ke arah Agatha yang juga kesal terhadapnya. “Kau sedang memujiku atau sedang memuji pakaian yang kau pilih?” tanya Agatha dengan satu alisnya yang terangkat. Hal tersebut membuat James terkekeh, pria itu pun bangkit untuk menghampiri Agatha hingga mereka saling berhadapan satu sama lain dengan jarak yang tak lebih dari setengah meter saja. James mengangkat kedua tangannya dan mendaratkannya di bahu kanan dan kiri istrinya tersebut, mengelusnya dengan pelan. “Apa tadi aku mengatakan jika kau terlihat sangat cantik?” Agatha menggelengkan kepalanya. “Apa tadi aku mengatakan jika pakaianmu bagus?” Agatha pung langsung menganggukkan kepalanya. James tersenyum manis dan melarikan sebelah tangannya ke pipi Agatha. “Jadi, menurutmu yang sedang kupuji itu pakaian yang aku pilih atau dirimu?” Agatha langsung saja menepis tangan James dan berbalik sambil menggerutu, “Barangkali kau sebenarnya ingin memujiku tapi kau gengsi!” Kini James tertawa lepas, sama sekali tidak menutupi jika baginya tingkah yang Agatha tunjukkan sangat menggelikan. Istrinya tersebut sekarang sudah mulai berani bersikap, sepertinya Agatha sudah terbiasa—atau mungkin juga sedang membiasakan dirinya untuk hidup sebagai istri dari James. “Sepertinya kau sangat ingin jika aku memujimu?” goda James dengan senyumannya yang semakin manis. Namun, hal tersebut malah membuat Agatha merasa mual dan dengan spontan memukul wajah James dengan tangannya. Sedetik kemudian Agatha menyadari kesalahannya, ia melihat wajah James untuk menilai apakah suaminya tersebut marah atau tidak. Dan ternyata benar saja, James mengeraskan rahangnya seraya menatap tangan Agatha. Pria itu tampak menahan amarah, mungkin karena posisi mereka yang kini berada di tempat umum hingga membuat James tidak berani melakukan apa pun semacam tindak kekerasan seperti yang pernah pria tersebut lakukan terhadap diri Agatha. “A—apa kau marah?” Sebuah pertanyaan bodoh terlontar dari mulutnya Agatha. Otaknya memang sering kali berjalan lamban jika ia dalam posisi gugup atau takut. Dan ia merutuki dirinya sendiri karena hal tersebut. James mengembuskan napas yang sangat panjang untuk menetralkan emosi yang dirasakannya. Tentu saja ia sangat merasa tersinggung dengan apa yang dilakukan oleh Agatha terhadap wajahnya. Wanita yang telah dipersuntingnya tersebut sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat padanya. Mana ada suami yang mau direndahkan oleh istrinya di hadapan orang lain apalagi di tempat umum seperti ini? Beruntung tidak banyak yang memerhatikan merek hingga James tidak perlu merasa malu akan Agatha yang berai memukul wajahnya. Hanya saja, ada kamera pengawas yang pastinya merekam setiap apa pun yang mereka lakukan. Mungkin nanti James akan meminta pihak internal toko ini untuk menghapus rekaman yang menunjukkan kejadian tak menyenangkan barusan. “James aku—“ “Sudahlah, sekarang cepat kau coba pakaian yang lainnya!” tukas James dan kembali duduk di sofa yang ia tempati tadi. Agatha yang merasa bersalah langsung berjalan mendekati suaminya tersebut dan duduk di samping suaminya. “James aku minta maaf, tadi aku tidak sengaja melakukannya—“ “Kau sengaja melakukannya!” sela James dengan cepat. Agatha menundukkan kepalanya, sungguh ia merasa bersalah karena telah memukul wajah James. Entah sejak kapan ia berubah jadi wanita yang cukup kasar dan mudah terpancing emosi. Mungkin sejak ia menikah dengan James, karena sebelumnya Agatha merupakan wanita yang baik hati dan lemah lembut. Tidak pernah sekalipun Agatha bersikap kasar pada Jonathan. “I—iya, aku sengaja melakukannya, tetapi aku melakukannya dengan spontan. Aku minta maaf, kau harus memaafkanku karena ketika kau bersikap kasar padaku saja kau sama sekali tidak meminta maaf padaku,” cicit Agatha dengan tangan yang saling bertautan. Tatapan James lantas menghunus tajam ke arah Agatha yang enggan menatapnya dan memilih untuk menunduk. Ingin rasanya James mencekik leher Agatha sekarang juga, sayang keberadaan mereka saat ini tak memungkinkannya untuk berbuat demikian. “Kau menyamakan posisiku dan dirimu? Kita jelas berbeda, Agatha. Kau adalah istriku, maka dari itu aku berhak untuk melakukan apa pun padamu. Entah itu perbuatan kasar ataupun sebaliknya!” Akhirnya Agatha mau mengangkat wajahnya dan melihat ke arah James dengan tatapan yang sangat menyiratkan rasa tidak suka. Bagaimana bisa James berkata demikian? Ia jadi menyesal karena telah meminta maaf pada pria berhati iblis seperti James. “Kenapa kau berkata seperti itu? Jika kau bebas melakukan apa pun terhadapku maka itu artinya hal seperti itu pun berlaku pada diriku! Aku berhak untuk melakukan apa pun padamu! Aku tarik kembali kata-kata maafku!” James langsung menahan tangan Agatha yang hendak pergi darinya. “Dengar, Agatha! Aku tidak perah memintamu untuk menjadi pengantinku, tapi kaulah yang datang sendiri demi kekasih brengsekmu itu!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD