Setelah sampai di tempat yang menjadi tujuannya, Agatha menolak ketika Vin dan tiga pelayan pribadinya berniat akan menemani Agatha untuk masuk ke dalam sebuah gedung pencakar langit yang menjadi kantor pusat dari segala macam kerajaan bisnis yang dimiliki oleh James. Hunt Company adalah tulisan yang tertera di bagian depan gedung yang membuat siapa saja yang melihatnya akan tahu jika gedung ini milik James Hunt, suaminya. Haruskah Agatha berbangga hati untuk hal tersebut?
Sepertinya Agatha tidak perlu memperkenalkan dirinya siapa dan apa hubungannya dengan pemilik gedung ini. Jelas sekali semua orang yang ada di dalam gedung ini mengenalnya karena setiap orang yang berpapasan dengan Agatha langsung tersenyum dan kemudian menundukkan wajah mereka.
Berita pernikahannya dengan James yang sudah tersebar di mana-mana membuat wajahnya pun ikut dikenali banyak orang. Agatha hanya mampu membalas setiap senyum yang diberikan padanya saja sembari tetap berjalan. Biasanya, para petinggi perusahaan akan memiliki ruangan di lantai paling atas. Da itu pula yang ada di pikiran Agatha sekarang.
Mungkin ia akan mencoba untuk naik ke atas dan barulah nanti bertanya pada orang lain mengenai letak pasti ruangan suminya. Akhirnya Agatha memilih untuk naik melalui sebuah lift. Ada sebuah tanda jika lift sedang turun menuruni lantai membuat Agatha harus menunggu beberapa saat.
Ting!
Suara yang menjadi pertanda jika pintu lift akan terbuka membuat Agatha bersiap akan masuk. Namun, niat itu urung ketika Agatha melihat jika ternyata orang yang berada di dalam lift adalah suaminya dan juga Hans, ditambah seorang pria yang Agatha tidak kenal.
Hal tersebut membuat Agatha tersenyum lega karena bertemu James di sini, itu artinya Agatha tidak perlu mencari di mana ruangan suaminya itu berada. “James! Untunglah kita bertemu di sini, tadinya aku akan mencari ruanganmu!” Agatha berujar dengan senang, entah mengapa ia merasa senang kala bertemu dengan suaminya tersebut.
Senyuman itu tak berbalas, James malah menatapnya penuh ketajaman di samping Hans yang bingung. Agatha pun melunturkan senyumannya ketika menyadari jika James tidak menyukai kedatangannya. “A—apa aku mengganggu waktumu?”
“Tentu saja! Untuk apa kau datang ke sini?” tanya James dengan nada yang sinis setelah tubuhnya keluar dari ruangan sempit lift. Jujur saja dirinya kaget dengan Agatha yang berani datang ke kantornya entah untuk urusan apa. Sepertinya sekarang Agatha mulai berani untuk menampakkan dirinya di depan publik sebagai istri dari James.
Padahal hari ini James berencana akan kembali mendatangi rumah Catherine yang belum sempat ditemuinya secara nyata hingga hari ini. Jadwalnya sudah kembali dikosongkan, dan James tidak ingin jika ia mengalami kegagalan lagi untuk bertemu dengan cinta masa kecilnya tersebut.
“Aku ingin berbicara denganmu,” cicit Agatha, matanya melihat ke arah Hans yang menatapnya dengan intens lalu beralih pada sosok pria asing berpakaian tak kalah rapi yang lainnya. Tidak mungkin bukan jika Agatha meminta kenaikan nafkah bulanannya di depan orang lain? Bisa-bisa ia dicap sebagai wanita yang matre, walau sebenarnya Agatha sedang merasa menjadi wanita yang matre sekarang.
Agatha mencoba untuk menepis pemikiran tersebut, James adalah suaminya jadi sudah sewajarnya pria itu mencukupi segala keinginan dan kebutuhannya. Lagi pula, Agatha harus menyesuaikan gaya hidupnya dengan gaya hidup James.
“Bicara denganku? Katakan saja sekarang karena aku memiliki urusan penting yang tidak bisa kutinggalkan!” ketus James, menuntut Agatha untuk berbicara sekarang juga.
Agatha menggelengkan matanya cepat, tidak mau berbicara jika masih ada orang lain yang bisa mendengar apa yang dikatakan olehnya. “Aku tidak mau berbicara di sini, aku mau berbicara berdua denganmu saja, James.”
Pernyataan tersebut membuat James mengernyitkan dahinya bingung. Tumben sekali Agatha mau berbicara berdua dengannya padahal tadi malam saja wanita itu lebih memilih untuk tidur di ruang televisi daripada tidur bersamanya di atas ranjang yang sama.
“Apa yang ingin kau bicarakan denganku?”
“Sudah kubilang aku tidak mau mengatakannya di sini, James! Aku ingin berbicara berdua denganmu saja!” tekan Agatha seraya mengentakkan kakinya ke atas lantai dengan gaya merajuk. Bukan hanya James saja yang kaget melihat sikap manja yang ditunjukkan oleh Agatha, tapi diri Agatha sendiri pun merasa sangat kaget dengan tingkah yang secara spontan ditunjukkan oleh dirinya. Hal tersebut membuat pipi Agatha memanas dan merah seketika.
James tersenyum tipis dibuatnya tanpa sadar, lantas ia meminta Hans dan seorang pria yang dipanggilnya dengan nama Albert untuk pergi meninggalkan mereka. Setelah ditinggalkannya hanya berdua saja, James membawa Agatha untuk masuk ke dalam lift yang tadi telah membawa tubuhnya turun ke lantai ini.
“Jadi apa yang ingin kau katakan?” tanya James setelah mereka berada di dalam lift yang kini mulai naik ke lantai atas. Pria itu berdiri tegak dengan mata yang melihat ke dinding samping yang merupakan cermin dan membuat James bisa melihat bayangan mereka yang bersisian.
“Kita bicara setelah berada di ruanganmu saja.” Agatha mendadak gugup, padahal ia sendiri yang datang ke gedung ini dengan percaya dirinya untuk menemui suaminya. Namun, ketika kini dihadapkan langsung dengan James dan hanya berdua saja membuat Agatha malu dan gugup untuk mengungkapkan apa yang sejak tadi sudah direncanakannya untuk diungkapkan.
James tersenyum miring, menarik tubuh Agatha agar merapat padanya. “Baiklah, sepertinya ada sesuatu yang sangat penting yang ingin kau katakan?”
Sebelah tangan James yang ia gunakan untuk merangkul bahu istrinya kini mengelus lembut lengan Agatha dengan gerakan yang sangat pelan. Terbiasa hidup dengan Agatha sama sekali tidak direncanakan, tapi jujur saja James akui jika sekarang dirinya sama sekali tidak mempermasalahkan Agatha yang berstatus sebagai istrinya.
Hatinya ikhlas menerima Agatha menjadi bagian dari hidupnya dan bukannya Emily. Perasaan yang tersisa untuk Emily hanya rasa sakit, kecewa, dan juga benci yang bercampur menjadi satu. James memang tidak mencintai Agatha, tetapi setidaknya ia bisa menerima kehadiran Agatha dengan lapang d**a.
Dan mungkin saja rasa cintanya yang sempat padam karena rasa sakit yang ditorehkan oleh Emily akan kembali bersemi pada sosok cinta masa kecilnya yang telah ditemukan. Catherine Chadwick, James ingin menjadikan wanita tersebut sebagai pelabuhan terakhirnya dan akan menjadikan cinta masa kecilnya tersebut sebagai istri yang benar-benar istri.
0o0o0o0o0o0o0o0
Selalu takjub dengan apa pun yang dimiliki oleh James, Agatha terpesona dengan ruang kerja yang dimiliki oleh suaminya tersebut yang sangat mewah. Sepertinya berada di sini membuat siapa saja merasa sedang berlibur di sebuah hotel yang mewah. Beginikah cara orang-orang kaya untuk membuat diri mereka betah bekerja?
“Jadi apa yang akan kau katakan?” tanya James yang sudah lebih dulu duduk di atas sofa yang ada di ruangannya. Ia membiarkan Agatha yang berkeliling ruangannya dan melihat setiap detail yang ada dengan teliti. Sepertinya kemewahan yang ada di dalam ruangan ini telah membuat lupa akan tujuannya.
Agatha yang merasa terganggu dengan ucapan yang dilontarkan oleh suaminya tersebut pun segera menghampiri James dan duduk di samping pria gagah tersebut. Sekarang Agatha merasa bingung bagaimana dirinya harus mulai bercerita dan meminta nafkah yang lebih banyak. Ia takut jika James akan marah atau justru menertawakannya karena telah berani meminta lebih.
“Berjanjilah kau tidak akan marah dan tertawa.”
“Kau mengatakan hal seperti itu artinya apa yang akan kau sampaikan berpotensi membuatku marah atau tertawa, maka dari itu tidak ingin berjanji. Karena aku akan marah untuk sesuatu yang membuatku marah dan aku kan tertawa untuk sesuatu yang pantas ditertawakan,” balas James diplomatis.
Agatha menghela napasnya dengan cara pelan, lantas menatap James langsung tepat pada netranya yang sangat indah dan hampir saja membuat Agatha terpesona jika saja Agatha tidak mengalihkan pandangannya. Sepertinya menatap lantai jauh lebih baik daripada Agatha harus menatap James si pria sombong yang juga pembunuh orang tuanya.
“Jadi apa yang kau katakan? Apa kau hanya ingin membuang waktuku saja? Setiap detik yang kumiliki sangat berharga, tolong jangan membuatku marah karena kau hanya menggangguku saja!”
“Baiklah-baiklah, aku kan mengatakannya sekarang!” kesal Agatha karena James yang nyaris membentaknya. Ia menarik napas sebagai persiapannya sebelum memulai kalimat panjang yang akan diucapkannya. Sepertinya ia harus memulainya dari awal agar tidak terlalu menjurus pada intinya sekaligus.
“Tadi aku pergi ke mall, lalu aku berniat akan membeli tas dan juga menyuruh Peggy, Katty, dan Adel untuk memilih barang. Dan aku berkata bahwa aku akan membayar belanjaan mereka nantinya.” Agatha menoleh sejenak pada James untuk tahu bagaimana respons yang ditunjukkan oleh suaminya tersebut. Dan James hanya mengangkat sebelah alisnya saja pertanda jika ia sedang menunggu kelanjutan cerita yang masih sangat menggantung untuk dicerna.
“Selama mereka memilih sepatu, aku dan Vin masuk ke sebuah toko tas. Kami berkeliling dalam waktu yang cukup lama—“
“Aku yakin Vin pasti merasa bosan karena menemanimu!” sela James yang dapat membayangkan bagaimana rasanya berada di posisi Vin karena dulu ia pun sering menemani Emily belanja. Dan pekerjaan seperti itu jauh lebih berat daripada pekerjaan pada umumnya yang biasa James jalani.
Agatha mendengus kesal. “Tolong jangan menyela ucapanku, James! Aku belum selesai bercerita!”
Setelah mendapatkan anggukan kepala dari suaminya, Agatha pun kembali melanjutkan kalimatnya. “Sampai akhirnya aku memilih salah satu tas yang menurutku bagus. Dan ketika melihat harganya aku sangat kaget, tas yang kuinginkan sangat mahal! Uang nafkah yang kau berikan padaku untuk satu bulan ke depan ternyata tidak cukup untuk membeli tas.”
James mengangguk setuju. “Memang tidak akan cukup, kecuali kau membelinya di pinggir jalan.”
“Lalu kenapa kau tidak memberikanku uang yang lebih banyak? Kau kan pengusaha sukses, seharusnya kau memberiku nafkah yang lebih banyak!”
“Kau yang meminta nominal tersebut, apa kau melupakan hal itu? Aku hanya berusaha untuk mengabulkan apa yang kau inginkan.” James tertawa geli melihat mimik wajah kesal yang ditunjukkan oleh Agatha. Sejak kapan wanita itu menggemaskan? Ataukah James yang baru menyadarinya?
Agatha memalingkan wajahnya yang memerah karena rasa malu yang menderanya. “Lalu kenapa kau tidak mengatakan jika uang sebanyak itu tidak akan cukup untukku jika aku menjalani kehidupan yang sesuai dengan gayamu hidup? Atau kau ingin agar aku hidup seperti saat dulu, apa kau tidak akan malu jika aku memakai barang-barang murah?”
“Tentu saja aku akan malu, orang-orang akan menggunjingku sebagai suami yang pelit terhadap istrinya sendiri. Dan aku tidak akan membiarkan hal semacam itu terjadi. Sebenarnya aku tidak perlu khawatir jika pun aku hanya memberikanmu uang sebanyak lima dolar per bulan. Apa kau lupa jika aku sudah membeli banyak pakaian, tas, dan sepatu untukmu? Semua yang kuberikan harganya mahal.”
Agatha menyetujui hal tersebut, James memang sudah membelikan banyak barang bermerek dan mahal untuknya. Hanya saja tetap saja sebagai seorang wanita Agatha tetap ingin membelinya sendiri karena dengan begitu ia bisa bebas memilih. Agatha juga ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi wanita sosialita yang kaya raya selama ia menjadi istri James. Karena setelah mereka nanti berpisah, Agatha belum tentu bisa merasakan kehidupan seperti ini lagi.
“Tapi aku tetap ingin merasakan membeli barang sendiri,” ujar Agatha.
“Jadi kesimpulannya adalah?”
Agatha diam, tidak berani mengungkapkan kesimpulan dari apa yang telah dikatakan olehnya. Seharusnya James peka dan bisa menyimpulkan sendiri apa yang telah diungkapkan oleh Agatha. Haruskah Agatha meminta kenaikan nafkah seperti seorang pegawai meminta kenaikan gaji secara langsung?
“Kau ingin aku membelikan tas yang kau inginkan?” akhirnya James pun mengambil kesimpulan dari percakapan ini walau tidak lengkap. Agatha pun segera menganggukkan kepalanya dengan cepat.
“Bukan itu saja, aku pun ingin agar kau memberikanku nafkah yang lebih besar dari sebelumnya. Kau memberikan gaji yang sangat besar bukan untuk Vin? Apakah masuk akal jika hanya memberiku nafkah lima ribu dolar saja?”
Tawa James akhirnya pecah setelah mendengar kalimat yang diutarakan oleh istrinya yang kini mulai bisa mengendalikan keuangan dalam jumlah yang besar. Sepertinya Agatha baru menyadari jika menjadi istri seorang James memerlukan biaya yang banyak. Bahkan James pun mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk menggaji pelayan dan pengawal istrinya tersebut.
Agatha harus berterima kasih padanya suatu saat nanti!
James menarik tubuh Agatha mendekat ke arahnya dan membuat wanita yang telah sah menjadi istrinya tersebut bersandar di dadanya. Tidak bisa dipungkiri jika ia cukup merasa senang setiap kali berdekatan dengan Agatha. Bukan apa-apa, James hanya menganggapnya sebagai sesuatu yang normal ketika seorang pria dihadapkan pada seorang wanita secantik Agatha.
“Jadi sekarang istriku sudah berani untuk memerasku?”
Agatha hendak mencoba bangkit, tetapi tidak bisa karena James yang menahannya dengan kuat dan memaksa Agatha untuk terus bersandar di d**a bidangnya. “Aku tidak sedang memerasmu! Aku hanya sedang meminta hakku sebagai istri dari pria sombong dan sukses yang bernama James Hunt!”