Sun University

1544 Words
Sun University adalah tempat Agatha menuntut ilmu sekarang. Ia mendapat potongan setengah dari total biaya yang harus dibayarkan. Bukan karena kepintarannya yang di atas rata-rata, ia mendapatkan beasiswa sebagai rakyat miskin. Meski tidak enak untuk didengar tapi Agatha sangat bersyukur karena bisa mendapatkannya. Meski biaya sudah tak sepenuhnya, tetap saja Agatha merasa berat atas biaya kuliah. Tapi ia juga enggan berhenti. Agatha ingin menuntut ilmu dan mendapatkan gelar, kemudian ia ingin bekerja di sebuah perusahaan besar dan mendapatkan gaji yang tinggi setiap bulannya. Itu adalah harapan dan tujuan Agatha agar ia bisa membebaskan Fred dan Elena dari belenggu kemiskinan. Sisa biaya kuliah yang tidak dibayar oleh pemerintah ditanggung oleh Fred. Agatha mengeluh dalam hati, ia tahu gaji yang didapat Fred sebagai tukang kebun tidaklah besar. Dan uang tersebut harus dibagi lagi untuk biaya kuliah dan kebutuhan sehari-hari. Agatha tidak tega sebenarnya, tapi ia juga tidak mampu membayar biaya kuliahnya sendiri. “Hey! Kenapa kau melamun? Apa kau sedang memikirkan kekasihmu?” tepukan kasar di bahu Agatha membuat Agatha menoleh. Ah, ternyata itu adalah Callista, salah satu sahabat baiknya di universitas. “Tidak, Cally. Tapi aku sedang memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa memusnahkan dirimu dari sini!” ujar Agatha dengan kesal. Callista adalah sahabatnya yang paling cerewet dan seringkali mengungkapkan hal-hal yang akan membuat siapa saja kesal. Dan ada hal yang paling membuat Agatha kesal, yaitu fakta mengenai bahwa wanita berdarah Inggris itu tidak menyukai Jonathan sebagai kekasih Agatha. Dan ketika ditanya alasan ketidaksukaannya, maka Callista hanya akan menjawab bahwa dia 'hanya tidak suka'. Menyebalkan sekali bukan? “WHAT? Kenapa kau ingin aku musnah? Aku ini sahabat terbaikmu di sini, jika kau lupa.” “Terbaik katamu?” “Yups!” Callista mengangguk dengan pasti, membiarkan rambut bergelombangnya bergerak seirama dengan gerakan kepalanya. “Itukan versimu, beda lagi kalau menurutku!” balas Agatha. “Memangnya siapa lagi sahabatmu di sini yang lebih baik dariku? Kau tidak akan menemukan sahabat sep—“ Callista berhenti berbicara ketika seseorang menyelanya dengan lantang. “TENTU SAJA AKU!” Callista langsung memutar bola matanya ketika melihat pemilik suara lantang tersebut. Itu adalah Fahima, wanita keturunan Timur Tengah, musuh bebuyutan Callista yang sialnya juga merupakan sahabat baik Agatha. “Kau?” tunjuk Callista pada Fahima. Matanya memicing seolah berusaha menilai Fahima dari atas hingga bawah. “Sama sekali tidak cocok untuk menjadi sahabat Agatha. Catat itu!” “Siapa kau berani berkata seperti itu? Bahkan aku mengenal Agatha lebih dulu daripada kau!” “Memangnya berapa lama kau mengenal Agatha itu penting? Kau hanya lebih dulu sehari dibandingkan aku, jadi waktu seharimu itu sama sekali tidak ada artinya!” “BISAKAH KALIAN BERDUA MUSNAH SAJA?” teriak Agatha pada akhirnya. Ia sudah merasa bosan menyaksikan pertunjukan harian antara Callista dan Fahima. Menurut cerita keduanya, mereka mulai bermusuhan sejak masa sekolah menengah atas, dan permasalahan mereka adalah perihal pria. Permusuhan mereka terus berlanjut hingga saat ini. Dan betapa malangnya nasib Agatha karena tanpa diharapkan keduanya menjadi sahabat karibnya. “Dia saja yang pergi, dia kan sudah lama mengobrol bersamamu, sedangkan aku baru saja datang.” Fahima menunjuk pada Callista yang langsung saja direspon oleh wanita itu. “Kenapa harus aku? Kenapa tidak kau saja yang musnah dari sini? Aku lebih dulu duduk bersama Agatha, jadi hari ini Agatha bersamaku!” balas Callista. “Kau tidak adil! Tiga hari belakangan ini Agatha selalu bersamamu, sekarang giliranku!” “TIDAK BISAKAH KITA BERTIGA BERTEMAN DENGAN BAIK?” teriak Agatha lagi. Ia jadi merasa pusing sendiri karena terus diperebutkan. Padahal kenapa mereka tidak mencari teman baru masing-masing saja dari pada memperebutkannya? Lagipula apa untungnya berteman dengan seorang wanita miskin sepertinya? “TIDAK BISA!” Agatha menutup telinganya setelah mendengar teriakan serupa dari dua orang sekaligus. “Kalian meneriakkan kata yang sama di waktu yang sama. Itu tandanya kalian masih memiliki potensi untuk berteman.” “Teori dari mana itu?” “Dari nenekmu, Cally!” *** Agatha masih belum bisa bernapas dengan tenang hingga jam kuliah usai. Callista dan Fahima terus saja membuntutinya padahal tidak satu detik pun mereka akur. Bahkan keduanya rela berjalan kaki demi untuk tetap bersama Agatha. Seribu cara pernah Agatha lakukan untuk dapat mendamaikan mereka, namun usahanya selalu saja berakhir sia-sia. Keduanya tetap saling bermusuhan padahal Agatha yakin jauh di dalam lubuk hati mereka masih menyimpan rasa sayang untuk satu sama lain. Callista dan Fahima adalah sahabat dekat dulunya, dan persahabatan mereka rusak karena seorang pria. Agatha berharap hal seperti itu tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya. Ia tidak ingin kisah persahabatan yang erat akan rusak hanya karena seorang pria yang pada akhirnya pergi. Seperti kisah Callista dan Fahima, hubungan keduanya hancur dan mereka tidak mendapatkan pria yang menjadi incaran mereka sebelumnya. Sangat disayangkan bukan ketua mengorbankan hubungan pertemanan demi suatu hubungan yang tak pasti? “Apakah kalian akan tetap mengikutiku?” Agatha bertanya tanpa memberhentikan langkahnya. Kini ia berjalan di trotoar dengan dua orang yang mengekornya. Pertanyaan Agatha berhasil menghentikan perdebatan tak bermutu antara Callista dan Fahima sejenak. Mereka yang tertinggal beberapa langkah dari Agatha segera berlari agar dapat sejajar. “Iya! Hari ini aku akan mengantarmu sampai depan rumah. Aku harus memastikan keselamatanmu!” Kedua bola mata Agatha berotasi setelah mendengar penuturan Fahima yang menurutnya berlebihan. “Sayang sekali aku tidak akan langsung pulang ke rumah, jadi sebaiknya kalian pulang ke rumah masing-masing.” Sore ini Agatha memang berencana untuk menemui kekasihnya di restoran yang menjadi tempat pria itu bekerja. Sudah seminggu mereka tidak bertemu dan Agatha sudah sangat merindukannya. “Memangnya kau akan pergi ke mana? Apa kau akan pergi berkeliling Los Angeles untuk mencari pekerjaan lagi? Atau kau akan berjalan-jalan? Atau kau mungkin akan ke toko buku?” cecar Callista dengan semangat. “Kau tahu dengan pasti bahwa aku tidak mempunyai uang untuk membeli buku, Cally,” jawab Agatha. “Jadi apa kau akan mencari pekerjaan lagi?” Kali ini Fahima yang bertanya, napasnya sedikit terengah karena ia harus mengimbangi langkah kaki Agatha yang cepat. “Tidak.” “Jadi kau akan pergi jalan-jalan sore?” “Tidak juga.” “JADI KAU AKAN PERGI KE MANA???” Callista kehilangan kesabaran hingga akhirnya ia berteriak. Helaan napas kasar terdengar, Agatha menghentikan langkahnya lalu membiarkan dua orang yang sejak tadi membuntutinya berada di hadapannya. “Kalian tidak akan suka jika aku mengatakannya.” Agatha melipat tangannya di dada dan menatap ke arah Callista dan Fahima secara bergantian. Ia tidak berbohong, kedua sahabatnya itu memang tidak akan menyukai alasan Agatha yang akan bertemu dengan sang kekasih. Karena kedua temannya itu tidak menyukai atau bahkan cenderung membenci kekasihnya. Agatha sebenarnya merasa heran, namun ia terlalu malas untuk mencari tahu. “Memangnya kau akan ke mana?” cicit Callista, sebenarnya ia telah menyimpulkan sesuatu dalam otaknya. “Aku akan bertemu Jonathan.” *** Jika ada manusia yang belum pernah merasakan jatuh cinta, maka manusia tersebut akan menganggap manusia lainnya yang sedang jatuh cinta itu berlebihan dalam menanggapi sesuatu yang bersangkutan dengan seseorang yang dicintainya. Seperti saat ini, Agatha merasakan kebahagiaan yang berlebih hanya karena melihat Jonathan yang baru saja turun dari motor bersama seseorang yang sudah ia kenal sebelumnya. Senyuman tak kalah lebar tersungging di wajah tampan Jonathan ketika mendapati Agatha berdiri di depan restoran tempatnya bekerja. Dengan perasaan bahagia yang membuncah, Agatha berjalan cepat mendekati sang kekasih dan langsung memeluknya erat, melepaskan rindu yang seminggu ini ia tabung, “Aku merindukanmu, John!” Pelukannya berbalas, Jonathan merengkuh tubuh yang berukuran lebih kecil dari tubuhnya itu dengan sayang. “Dan aku lebih merindukanmu.” “Jadi tidak adakah seseorang yang merindukanku?” celetukan Obie membuat suasana romantis hancur seketika. Agatha melepas pelukannya sambil tertawa, berbanding terbalik dengan Jonathan yang menunjukkan wajah tak suka. “Carilah seorang kekasih, maka seseorang akan merindukanmu,” saran Agatha dengan cepat. “Bagaimana kalau kau saja yang menjadi kekasihku? Sepertinya Jonathan tidak cukup setia padamu, jadi sebaiknya aku saja yang menjadi kekasihmu.” Tatapan tajam dari Jonathan langsung menghunus ke dalam mata Obie, dan barulah Obie menyadari kelalaiannya dalam bertutur kata. “Ah, abaikan saja. Aku hanya bercanda, sebaiknya aku pergi.” Agatha mengerutkan keningnya saat melepas kepergian Obie. Pria itu nampak menunjukkan ekspresi aneh sebelum pergi. Tapi kemudian Agatha kembali menatap Jonathan dan tersenyum lembut. “Kau tidak akan berselingkuh bukan?” “Tentu saja tidak, kau adalah wanita kesayanganku.” Jonathan berkata dengan tulus. Kedua tangannya mengelus pipi Agatha dengan lembut. “Aku sangat menyayangimu.” “Aku tahu itu.” Agatha tersenyum puas, namun senyuman itu luntur ketika ia menyadari sesuatu. “Ya Tuhan! John! Apa yang terjadi dengan rambutmu?” Jonathan meringis setelah melihat respon Agatha pada gaya rambut barunya. Sejak awal ia memang meragukan jika Agatha akan menyukai rambut pendeknya. Selama ini Agatha menganggap bahwa rambut gondrong adalah daya tarik Jonathan. Sial! Jonathan jadi merasa takut jika Agatha tidak akan menyukainya lagi. “Apa rambutku ... maksudku gaya baru rambutku terlihat bagus? Aku masih tampan bukan? Kau masih menyukaiku kan?” Tiba-tiba saja Agatha tertawa. “Hahaha! Tentu saja aku masih menyukaimu, hanya saja kau sangat berbeda. Dan sejujurnya aku sangat menyukai gaya rambutmu sebelumnya. Tapi ini pun tidak buruk.” Jonathan bernapas lega, setidaknya Agatha masih menyukainya. Itu yang terpenting. Karena tidak lucu rasanya jika ia harus kehilangan seorang kekasih hanya karena memangkas rambut. “Syukurlah, kau tenang saja, Honey, aku akan menumbuhkan rambutku dengan cepat untukmu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD