Pria Sombong

1569 Words
Tidak dapat berlama-lama bersama Jonathan membuat Agatha pada akhirnya harus meninggalkan kekasihnya itu dengan cepat. Rasa rindu yang tak terpuaskan membuat Agatha mendesah lelah. Dua pekerjaan yang diambil Jonathan dalam sehari membuat mereka harus puas hanya dengan bertemu seminggu sekali. Agatha juga tidak mungkin menemani Jonathan bekerja di restoran. Menjelang malam, restoran-restoran biasa ramai dan prianya itu pasti sangat sibuk. Sudah tiga kali Agatha melamar pekerjaan di restoran yang sama agar dapat bekerja bersama Jonathan, namun tiga kali itu pula ia tidak berhasil lolos ke tahap wawancara. Sepertinya Agatha harus memperbaiki Curriculum Vitae-nya agar dapat diterima. Setidaknya Agatha bersyukur, tadi Jonathan memberinya uang. Meski tidak banyak namun uang tersebut dapat ia gunakan untuk makan bersama orang tuanya selama tiga hari ke depan. Wanita yang tinggal di gubuk tua dekat hutan itu sangat bersyukur dapat memiliki Jonathan sebagai kekasihnya. Padahal tidak ada yang bisa diharapkan dari dirinya selain parasnya yang cantik. Tapi jika hanya perihal paras wajah, di zaman ini banyak sekali wanita cantik yang sukses dan kaya raya. Rasanya bukan sesuatu yang mustahil jika Jonathan menginginkan wanita seperti itu. Tapi dengan cinta tulus dan kerendahan hati yang dimiliki oleh pria bernama lengkap Jonathan Carlblood, pria itu justru memilih gadis miskin sepertinya yang tak punya apa-apa. Bahkan Jonathan rela menyisakan sedikit gajinya demi untuk membantu Agatha. Bersama dengan Jonathan, Agatha merasa menjadi wanita paling beruntung dan paling dicintai di dunia. Kini Agatha tengah berjalan kaki menuju pasar untuk membeli makanan. Ia yakin setelah menghabiskan segenggam beras di hari kemarin, kedua orang tuanya pasti belum mempunyai uang lagi untuk membeli makanan. Di Los Angeles, roti menjadi makanan pokok. Tapi Agatha dan keluarga mengonsumsi beras karena bagi mereka itu lebih mengenyangkan, dan karena ada seorang pedagang beras yang menjual dengan harga murah. Yang tentu saja kualitas berasnya pun tidaklah bagus. Agatha juga membiasakan dirinya untuk berjalan kaki jika ia bepergian yang sekiranya masih dapat dijangkau hanya dengan kakinya. Ketika tempat tujuannya sangat jauh, barulah Agatha akan rela merogoh kocek untuk naik angkutan umum. Ketika Agatha akan menyeberangi jalan, tiba-tiba ada sebuah mobil mewah yang melaju dengan cepat hampir menyerempet tubuhnya. Ia sangat merasa ketakutan dan gemetar, jika saja ia satu langkah lebih maju maka tubuhnya pasti sudah tertabrak dan terpental jauh. Detak jantung Agatha tak beraturan seiring dengan kakinya yang melemas. “ Ya Tuhan!” Masih dengan detak jantungnya yang bertalu-talu, Agatha menoleh pada mobil yang hampir menyerempetnya tadi. Sepertinya pengendara mobil tersebut masih mempunyai hati untuk meminta maaf atau mungkin memastikan keadaannya. Pengendara yang Agatha yakini juga adalah pemilik mobil tersebut keluar dari benda mewah berwarna hitam mengkilap yang harganya pasti sangat mahal. Agatha sedikit tertegun ketika mendapati sosok bertubuh tinggi, tegap, dan atletis berbalut pakaian mahal. Dari jas yang membungkus lekuk tubuh pria itu, Agatha yakin jika profesi pengendara tersebut adalah pengusaha atau pejabat negara. Jika Agatha boleh mendeskripsikan lebih jauh, pria tersebut berwajah tidak terlalu tampan namun jelas sekali nampak kharisma yang membuat pria itu memiliki daya tarik kuat. Tatapan matanya tajam dengan alis cukup tebal, hidungnya mancung dan terlihat gagah, serta bibirnya yang tipis. Dan jika Agatha boleh membandingkan pria itu dengan Jonathan, maka Jonathan terlihat lebih tampan namun tubuhnya kalah indah oleh pria yang sudah berada di hadapannya kini. Meski merasa kesal karena pengendara tersebut tidak mengendarai mobilnya dengan hati-hati, Agatha mencoba tersenyum lembut. Setidaknya pria itu sudah berbaik hati untuk turun dan menghampirinya. Pria tersebut pasti akan meminta maaf. “Apa kau sengaja ingin menabrakkan diri agar kau bisa meraup keuntungan dariku?” Kedua bola mata Agatha membola setelah mendengar penuturan sinis pria itu yang sangat jauh dari ekspektasinya. Ternyata pria itu tidak menghampiri untuk meminta maaf, tapi malah menuduh Agatha. Sebelum menjawab, Agatha mengamati penampilannya sendiri. Pantas saja jika pria di hadapannya menuduh jika Agatha ingin meraup keuntungan. Pakaian yang dipakai Agatha jelas sekali menunjukkan bahwa ia adalah orang yang tak punya. Apa daya, Agatha tidak mempunyai cukup uang untuk membelinya. “Hidupku memang sangat berkekurangan, namun aku tidak cukup ceroboh untuk menabrakkan diriku sendiri hanya demi uang, Tuan.” Pria tersebut tersenyum miring, satu tangannya ia kurung dalam salah satu saku celana. “Modus sepertimu sudah banyak kutemukan di dunia ini, kau berkata demikian hanya agar tipu muslihat yang kau ciptakan tak terendus olehku. Dan kemudian aku bersimpati dan memberikan banyak uang. Bukan begitu?” Agatha terperangah menatap pria asing tersebut. Ia mengepalkan kedua tangannya karena merasa kesal. Tiba-tiba ia mengambil uang pemberian Jonathan dan menunjukkannya pada pria tersebut. “Kau lihat, aku mempunyai uang! Jadi aku tidak perlu melakukan tipu muslihat pasaran semacam itu untuk mendapatkan uang!” Tawa pria berkarisma tersebut pecah dengan gaya angkuh. Kemudian menatap remeh pada Agatha yang mendongak demi untuk menatapnya. “Tiga puluh dolar kau pikir bisa membuatmu bertahan selama berapa hari? Bahkan uangmu itu tidak cukup untuk membeli tisu toilet di rumahku.” “Sombong sekali! Harta itu hanya titipan dan sebuah keberuntungan yang Tuhan berikan padamu! Dan tidak semua orang seberuntung dirimu! Harusnya kau tidak perlu bertingkah sombong pada orang miskin sepertiku, bertingkah sombonglah pada orang-orang yang sepadan denganmu!” kesal Agatha. Ia langsung pergi meninggalkan pria sombong tersebut. Agatha menyesal sempat memuji bentuk tubuh pria tersebut dalam hati. Sebagus apa pun bentuk tubuhnya atau setampan apa pun wajahnya, yang terpenting adalah perilakunya. Dan lagi, bagi Agatha sangat percuma pria itu memiliki uang banyak jika itu membuatnya sombong dan besar kepala. “Hey! Tunggu, kau belum mendapatkan uangmu!” teriak pria asing tersebut dengan nada mengejek. Agatha yang kesal memberhentikan langkahnya sejenak kemudian berteriak dengan sangat keras. “AKU TIDAK BUTUH UANGMU, TUAN!” *** Elena tak hentinya tersenyum sejak kepulangan Agatha. Ia merasa senang karena putrinya itu membawa beras dan sayuran. Kebiasaan menjadikan nasi sebagai makanan pokok sebenarnya sudah Elena lakukan ketika Fred masih kaya raya. Dulu, Fred sering kali mengajaknya berlibur ke negara-negara di Asia. Karena terlalu sering, Agatha jadi menyukai nasi sebagai makanan pokoknya. Hingga kemudian Fred jatuh miskin, Elena menjadikan rasa sukanya terhadap nasi sebagai solusi finansial mereka. Di pasar, ada seorang pedagang beras dengan harga murah, jadilah mereka membiasakan diri untuk memakan nasi setiap hari. Awalnya Fred tidak begitu suka, namun masalah keuangan yang membuatnya terpaksa harus menyukai makanan yang dulunya asing di lidah. “Dari mana kau mendapatkan uang, Agatha?” tanya Elena. Ia dengan antusias memasak beras di atas tungku api. “Tadi aku pergi menemui Jonathan, dan dia memberiku uang.” Elena tersenyum, ia berhenti meniup tungku api karena apinya sudah menyala dengan stabil. Memasak dengan tungku apa tentu saja tidak sepraktis memasak di atas kompor. Bara api yang mati harus ditiup dengan bantuan alat berbentuk corong yang memanjang agar api tetap menyala selama proses memasak. “Aku merasa heran karena kau akhirnya mau menerima pemberian kekasihmu itu. Tapi aku merasa senang karena kau mau melakukannya. Jika Jonathan memberimu sesuatu lagi, kau harus menerimanya. Memberi sesuatu pada pasangan adalah hal yang wajar, kau tidak perlu merasa tak enak hati padanya.” “Apa dulu Dad sering memberimu sesuatu?” tanya Agatha. Ia duduk di samping Elena agar tubuhnya lebih hangat. Elena tertawa sejenak. “Sepertinya ayahmu itu memberikan banyak pemberian kepada banyak wanita. Atau mungkin kepada seluruh wanita yang ia kenal pada saat itu. Kau tahu Agatha, Fred adalah playboy paling royal pada masanya. Tapi dia tidak pandang bulu, dari gadis kecil berusia tujuh belas tahun sampai wanita tua lanjut usia dia kencani semua.” Agatha tertawa lebar, sebenarnya ia sudah sering mendengar kisah muda Fred yang merupakan pencinta wanita. Namun tetap saja ia selalu merasa tidak menyangka jika pria yang sekarang tua dan miskin itu adalah seorang casanova pada masanya. “Benarkah? Dad pasti sangat tampan! Pantas saja banyak wanita yang mau padanya.” “Dan mapan, pada saat itu. Karena aku yakin uang adalah daya tariknya. Kau lihat saja, setelah Fred jatuh miskin hanya aku wanita yang bertahan di sisinya.” Tatapan mata Agatha kini terpaku pada Elena. Sosok wanita tua yang teramat ia sayangi itu adalah wanita pemarah namun juga sabar, dan penuh kasih sayang. “Mom, apa dulu kau tidak merasa sakit hati saat Dad mengencani banyak wanita?” Senyuman lembut Agatha terukir, ia menarik Agatha agar bersandar padanya. Kini keduanya memandang tungku api yang masih menyala sembari menunggu nasi matang. “Kau tahu Agatha? Perasaan wanita itu tidak bisa dibohongi. Saat dulu, Fred memberiku banyak uang dan rumah mewah. Sebagai istrinya, aku bebas membeli apa pun dan pergi ke mana pun yang aku mau. Aku menjalani hobi mahal seperti main golf, bergabung ke kelas yoga terbaik di LA, dan banyak lagi. Tapi aku merasa tidak bahagia atas itu semua.” Elena menarik napas kasar sejenak, tangannya bergerak mengelus puncak kepala putri kesayangannya. “Harta yang diberikan rasanya percuma, karena Fred tidak bisa memberiku cinta yang utuh. Hatinya terlalu banyak bercabang.” “Apa kau mengatakannya pada Dad saat itu?” Elena mengangguk. “Tentu saja, aku tidak bodoh untuk menyimpan perasaan sakitku sendiri. Aku mengatakan padanya bahwa aku merasa tersakiti, tapi ayahmu tidak berubah. Ia justru mengabaikanku dan tidak lagi memenuhi kebutuhanku selain makan dan tempat tinggal. Hingga Fred jatuh miskin, aku justru bersyukur. Hidupku jauh lebih bahagia setelahnya meski hidup dalam kesusahan. Tapi aku memiliki Fred seutuhnya.” Pelukan keduanya terlepas, Elena menangkup wajah Agatha agar dapat menatapnya dengan jelas. “Kau tahu, Agatha, sesak menahan lapar tidak lebih sesak dari melihat pria yang kau cintai memiliki wanita lain. Aku harap kau tidak akan pernah merasakannya. Jonathan sepertinya sangat mencintaimu, kau sangat beruntung.” “Kau benar, John sangat mencintaiku.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD