Semuanya tampak indah, sejauh mata memandang, Agatha tidak menemukan cela pada taman yang kini menjadi tempatnya berada. Semua susunannya sangat indah, setiap bunga dan tanaman lainnya yang tertanam dengan paduan warna yang pas membuat siapa saja yang melihatnya akan terpukau.
Begitu pun dengan Agatha yang baru pertama kali mendatangi taman yang ada di rumah James ini. Sebenarnya Agatha sudah tahu keberadaan taman di rumah Hunt, hanya saja baru kali ini ia benar-benar menginjakkan kakinya di sana.
Semakin menyenangkan kala Adel membawa tikar sebagai alas mereka, rasanya itu lebih baik daripada Agatha duduk di atas kursi. Jika seperti ini Agatha merasa jika dirinya tengah melakukan sebuah piknik. Sayang sekali orang-orang yang ada di sekitarnya bukanlah sahabat-sahabatnya melainkan tiga pelayannya yang sejak tadi tak henti heboh dengan kegiatan mereka sendiri.
Beruntunglah Vin juga ikut bergabung, jadi Agatha tidak merasa jika dirinya akan pusing sendirian karena tingkah ketiganya.
“Nyonya Agatha, mari kita berfoto bersama sebagai kenang-kenangan dan aku akan menunjukkannya pada dunia bahwa aku mempunyai seorang majikan yang baik.” Ini adalah ajakan ke-sepuluh yang Peggy utarakan. Agatha tidak habis pikir pada tiga pelayannya yang tidak henti memegangi ponsel dan merekam banyak hal yang bisa mereka rekam di taman ini.
Belum lagi kaca mata hitam yang menghiasi masing-masing wajah mereka. Juga topi bundar yang mereka gunakan dengan bulu ayam di bagian depan. Ini hanya pergi ke taman yang ada di kediaman James Hunt. Agatha tidak dapat membayangkan bagaimana penampilan mereka ketika nanti James membawa mereka ke Yunani sebagai perwujudan kalimat mereka saat wawancara.
“Tidak, sejak tadi kalian sudah mengambil gambarku, apakah itu belum cukup? Seberapa banyak kalian mengambil foto bersamaku itu tidak akan menghasilkan uang, kau tahu?” dengus Agatha seraya mengambil sebuah piring yang berisikan kue jahe yang biasa disajikan saat musim dingin. Tapi sekarang musim panas, Agatha tidak heran akan hal tersebut karena mengingat jika Adellah yang telah mengambilnya.
Pelayan pribadinya tersebut pasti lebih fokus pada kacamata dan topi daripada teh dan kue-kue ringan yang ia persiapkan.
“Tapi Nyonya, bukankah sebaiknya kita mengabadikan momen ini? Karena ke depannya mungkin saja kita tidak akan bisa melakukannya lagi. Bisa saja kita sudah tidak berada di rumah ini lagi, atau bahkan tidak lagi berada di dunia ini,” timpal Katty dengan wajah memohonnya. Ia sangat ingin berfoto dengan Agatha walau sebenarnya tadi ia sudah mengambil beberapa.
Saat ini Agatha sedang menjadi pusat perhatian warga internet, Katty tidak ingin jika ia ketinggalan untuk menjadi terkenal. Pasti teman-temanya akan iri karena ia bisa dekat dengan seorang wanita yang kini namanya memenuhi banyak majalah online dan cetak.
Sementara itu, Vin hanya terdiam geli melihat aksi ketiganya yang tak henti mengganggu Agatha. Vin sendiri duduk di belakang tubuh Agatha dengan posisi bersila, sedang tiga wanita yang memakai pakaian pelayan yang dijahit khusus oleh seorang desainer kenamaan duduk di hadapan Agatha.
Sikap yang Agatha tunjukkan sangat berbeda dengan James. Jika James sangat tegas menunjukkan jika dirinya adalah seorang bos dan para pengawal serta pelayan hanya pekerja baginya, maka Agatha melakukan hal yang sebaliknya. Wanita itu bersikap sebagai teman walau terkadang Vin perhatikan jika Agatha sering ketus pada tiga pelayannya.
Dan itu sangat wajar melihat bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh Adel, Peggy, dan Katty yang sering kali—atau mungkin selalu berlebihan membuat siapa saja yang bersama mereka akan merasa kesal setengah mati.
“Nyonya, baiklah kalau kau tidak mau mengambil foto. Bagaimana jika kita membuat video saja? Biarkan Vin yang akan merekamnya dan kita yang akan tampil di depan kamera. Bagaimana?” Adel mencoba untuk memberikan saran terbaiknya dengan senyuman yang ia tampilkan dengan lebar bak dirinya merupakan bintang iklan pasta gigi yang harus unjuk gigi.
Peggy dan Katty kompak menganggukkan kepalanya dengan cepat. Ketiganya menatap penuh permohonan ke arah Agatha yang kini mendengus. Namun begitu, tak ayal Agatha tetap menganggukkan kepalanya karena tak tega dengan antusiasme yang ditunjukkan oleh orang-orang yang sejak kemarin dan mungkin selama ia menjadi istri James maka akan selalu bersamanya.
“Baiklah, tetapi bagaimana jika kita melakukan live streaming saja? Bukankah banyak orang yang sering melakukannya?” Agatha tahu mengenai hal tersebut dari Callista yang sering menonton seorang wanita yang Agatha tidak tahu namanya tetapi Callista berkata jika wanita tersebut merupakan selebriti dunia maya. Sepertinya akan cukup mengasyikkan jika mereka melakukan hal semacam itu.
Adel kontak mengangguk setuju dengan senyuman yang sangat cerah, bahkan mengalahkan cuaca hari ini. “Baiklah, kita gunakan ponselku karena pengikutku yang paling banyak jika dibandingkan dengan Peggy dan Katty.”
“Tidak, bagaimana jika menggunakan ponsel Nyonya Agatha saja? Aku lihat pengikut Nyonya sudah sangat banyak sejak wawancara semalam. Bahkan akun milik Nyonya sudah mempunyai tanda bintang,” sembur Katty seraya menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan aku sosial media milik Agatha.
“Aku lebih setuju dengan saran dari Katty ketimbang saranmu, Adel!” seru Peggy seraya mendelik ke arah teman kerjanya tersebut.
“Tentu saja kau lebih setuju padanya, karena Katty adalah saudara kembarmu. Jadi dengan begitu besar kemungkinan jika kalian pun memiliki pemikiran yang kembar!” ketus Adel dengan mata yang mendelik tak kalah tajam.
“Sudah, sekarang cepat pakai ponselku saja. Kalau kalian terus berdebat, kita tidak akan memulainya,” sela Agatha dan sesegera mungkin mengutak-atik ponselnya. Ia malas jika harus memerhatikan perdebatan antara saudara kembar dengan salah satu rekan mereka.
Yang mana hal tersebut sudah cukup sering ditangkap matanya.
“Vin, kau yang akan menjadi perekam bukan? Pegangi ponselku jangan sampai jatuh!” titah Agatha seraya menyerahkan ponselnya pada Vin. Bukannya ia sombong atau ingin memperlakukan ponselnya dengan berlebihan, hanya saja Agatha mengingat jika di kemudian hari ia bisa menjual ponsel tersebut untuk bekalnya setelah bercerai dengan James.
Walaupun James sudah mengatakan pada dirinya jika pria itu akan memberikan Agatha banyak uang saat mereka bercerai karena tak ingin dianggap menelantarkan mantan istri, tetap saja Agatha harus berjaga-jaga karena bisa saja James berubah pikiran di kemudian hari.
Vin menerima ponsel yang diserahkan oleh Agatha dengan hati-hati. Ia tahu jika ponsel tersebut sangat mahal dan Vin pun tidak ingin mengambil kemungkinan jika ia menjatuhkan benda persegi panjang tersebut. Dengan pasrah ia beranjak untuk mengambil sudut paling tepat untuk merekam empat wanita yang kini masih duduk di atas tikar.
Peggy dan Katty memosisikan diri mereka di samping kanan Agatha, sedangkan Adel di samping kiri. Cangkir-cangkir berisi teh dan kue-kue kering berada di hadapan mereka. Jujur saja Vin merasa malas untuk melakukannya, tetapi sepertinya hal seperti ini sudah menjadi nasib para pria jika bepergian dengan wanita. Yaitu, menjadi kameramen dadakan.
Setelah merasa jika objek yang akan direkamnya siap, Vin pun segera memberi aba-aba, “Aku akan menghitung satu sampai tiga, dan di hitungan ke-tiga artinya kalian harus memulai.”
“Baik, kami mengerti, Vin!” ujar Peggy enggan semangat yang membara. Bahkan lebih membara dari semangatnya ketika berulang tahun. For your information, Peggy belum pernah mendapatkan sesuatu yang istimewa di hari ulang tahunnya. Begitu pula dengan Katty tentunya, karena mereka kembar.
“Satu, dua, dan ... tiga!”
“Hai semua! Selamat siang, apa kabar kalian hari ini?” buka Katty dengan semangat, tak lupa ia melambaikan tangannya untuk memberikan salam. “Vin, apakah sudah ada yang menontonnya?” tanya Katty ragu.
“Sudah, ada seribu orang lebih yang sudah menonton.”
“Baiklah, bacakan beberapa pertanyaan untuk kami agar kami bisa menjawabnya. Apa kau mengerti?” tutur Peggy dengan kening berkerut.
Mereka terlihat lebih semangat dibanding Agatha yang hanya tersenyum saja melihat ke arah kamera. Vin mendesah malas dan berkata, “Iya, aku mengerti.”