First Night

1523 Words
Pukul dua dini hari, acara resepsi baru selesai tiga puluh menit yang lalu. Tamu-tamu yang datang sudah berpulang ke rumahnya masing-masing, sebagian menginap di hotel yang telah James sediakan. Salah satu kamar yang telah dihias dengan sedemikian rupa tampak menyedihkan. Bukan hiasannya yang buruk, tetapi Agatha merasa teriris hati karena melihatnya. Ada banyak lilin dan kelopak bunga mawar merah yang bertebaran di lantai. Terdapat sebuket bunga mawar merah dan putih di atas ranjang. Ada balon berbentuk hati yang di bagian tengahnya terdapat tulisan nama James dan Emily. Sosok wanita yang seharusnya menjadi pemeran utama dari apa yang terjadi hari ini. Agatha sudah tahu jika Jessica pun merupakan korban dari pelarian kakaknya. James telah menjelaskannya walau dengan cara yang tidak berselera. Menatap pantulan dirinya sendiri di cermin, Agatha tersenyum miris melihat dirinya yang tampak cantik dalam balutan gaun tidur yang tipis. Baju ini sedikit kebesaran di tubuhnya, karena memang baju ini dibuat bukan untuknya. Sepertinya Emily memiliki badan yang lebih tinggi dan lebih berisi dari Agatha. Derit suara pintu yang terbuka membuat Agatha merasa lemas. James keluar dengan tubuhnya yang segar, telah terlapisi dengan sempurna setelan tidur berwarna hitam. Haruskah mereka tidur di kamar yang sama? Agatha menelan ludahnya dengan paksa. Lalu berjalan cepat menuju sofa dan membaringkan tubuhnya di sana. Matanya terpejam dengan cepat, ia ingin segera terlelap agar tidak menyadari keberadaan orang lain di sini. “Sepertinya kau mempersiapkan diri untuk malam ini dengan baik?” Pertanyaan yang dilontarkan oleh James tersebut berhasil membuat Agatha membuka matanya kembali. Sempat bingung sebelum akhirnya sadar baju seperti apa yang dikenakan olehnya. “Kau mempersiapkan pakaian ini untuk Emily, bukan? Hanya ada pakaian ini dan pakaianmu.” “Tentu saja, karena aku tidak tahu jika aku akan berakhir dalam kesialan dengan menikahimu!” Agatha bangkit dengan mata yang menyiratkan emosi. Mengapa James berkata seolah-olah dia pihak yang paling dirugikan dalam pernikahan ini? Tidak sadarkah jika Agatha pun merasa berada dalam kesialan yang nyata karena harus menikah dengan pria yang telah membunuh orang tuanya sendiri? “Aku yang sial dalam kasus ini! Seharusnya kau berterima kasih padaku. Setidaknya dengan menikahiku kau tidak menanggung malu karena gagal menikah!” Menatap nyalang sang suami tanpa rasa takut. Dan itu bukanlah tindakan yang tepat karena setelahnya ia menerima sebuah tamparan keras di pipi bagian kanan. “Cita-citaku adalah menikah dengan wanita berkelas. Bukan wanita sepertimu!” “Dan cita-citaku adalah menikah dengan pria baik hati yang menyayangiku. Bukan pembunuh sepertimu!” Tepat setelah kalimatnya selesai, tubuh Agatha terlempar ke atas ranjang bersama dengan tubuh James yang menjadi penyebabnya. Pria itu menatap Agatha dengan tajam, penuh amarah. Bibirnya menyeringai membuat Agatha merasa bahwa dirinya perlu waspada. “Kau benar, pakaian ini aku pesan untuk Emily di malam pertama kami. Tapi karena sekarang kau yang memakainya, maka kau harus menggantikan tugasnya.” “Tidak!” Dengan secepat kilat Agatha memberontak ketika James mendekatkannya wajahnya. Ia tidak sudi untuk melayani James dalam keadaan seperti ini, dan mungkin dalam keadaan apa pun. “Ini malam kita, bersiaplah. Tidak seharusnya pasangan pengantin menyia-nyiakannya.” *** Suara gemericik air terdengar begitu memuakkan di telinga Agatha, ia tidak suka mendengarnya. Karena setiap suara tetesan airnya seolah mengejek nasibnya yang malang. Agatha terdiam di sebuah sofa berwarna merah yang ada di kamar yang hingga kini masih ia tempati. Kamar ini dan seluruh barang yang ada di dalamnya menjadi saksi bisu bagaimana ia melepas sesuatu yang sangat berharap bagi seorang wanita. Setidaknya Agatha merasa lega, ia melepas sesuatu yang berharga tersebut kepada suaminya. Suami yang sah di mata agama dan negara. Agatha memang penganut budaya ketimuran, mengingat jika mendiang Elena yang sangat mencintai negara-negara di Asia, khususnya Asia Tenggara yang rata-rata mengikuti budaya timur. Termasuk dalam soal urusan hubungan, Agatha tidak pernah sekalipun mengizinkan Jonathan untuk menyentuhnya lebih dari sebuah kecupan. Tapi semalam, ia sudah menyerahkan apa yang memang menjadi hak suaminya. Namun, Agatha bersedih. Bukan James yang Agatha inginkan, sekarang Agatha tidak tahu pria mana lagi yang ia inginkan. Karena perasaannya pada Jonathan kini telah bertunas menjadi kebencian. Benci yang teramat dalam, sedalam cinta yang pernah ia berikan dulu. Agatha sudah mandi sejak tadi, rambutnya masih basah dan dibiarkan mengering dengan sendirinya. Kini tubuhnya dibalut gaun sederhana yang harganya sangat mahal. Salah seorang pengawal yang dimiliki James yang telah mengantarkannya. Agatha masih tetap diam, bergeming di tempat ketika mendengar suara gemericik air yang berganti dengan suara kunci yang dibuka. Lalu diiringi suara pintu yang bergerak, tidak perlu berbalik badan untuk mengetahui siapa pelakunya. Tentu saja orang itu adalah James Hunt, seseorang yang telah merenggut kesuciannya. Saat memutuskan untuk duduk di sofa, Agatha memang sengaja memosisikan dirinya agar membelakangi pintu. Tidak ingin bertatap wajah dengan pria itu, karena Agatha tidak tahu apakah ia akan sanggup untuk tidak marah. Tubuhnya terasa sakit di beberapa tempat, khususnya tempat-tempat yang tidak layak Agatha katakan. Dan itu semua membuktikan betapa kasarnya James semalam. Pria itu sama sekali tidak memperlakukannya dengan baik dan hanya mencari kepuasan sendiri. “Siapa yang mengantarkan pakaian itu padamu?” Pertanyaan ketus yang terdengar dari James tak membuat Agatha menoleh, wanita itu masih saja diam dan mencoba untuk tidak bertukar suara dengan suaminya tersebut. Namun ternyata, hal tersebut bukan sesuatu yang benar untuk dilakukan. Tak lama setelah itu tubuh Agatha terhempas ke lantai karena sebuah tarikan yang ia dapatkan pada rambutnya. “Awwhh! James, apa yang kau lakukan!” teriak Agatha sembari mencoba untuk menarik rambutnya yang berada dalam genggaman tangan James. Tetapi pria itu tidak menggubrisnya sama sekali dan justru kembali menarik rambut Agatha hingga wanita tersebut dengan terpaksa berdiri. “Mulutmu berfungsi untuk berteriak padaku, tapi mulutmu tidak berfungsi untuk menjawab pertanyaanku. Apakah begitu pula sikapmu pada kekasihmu hingga dia lebih memilih Jessica?” Jelas itu adalah omong kosong! Agatha adalah wanita baik, lembut, dan penyayang. Apalagi kepada Jonathan. Tetapi sekarang lain ceritanya, yang Agatha hadapi bukanlah Jonathan. Dan jika pun yang dia hadapi sekarang adalah Jonathan, maka Agatha tidak akan bersikap sama seperti dulu. Apa yang telah Jonathan lakukan telah mengubah segalanya. Kini Agatha terdiam, tidak melakukan perlawanan sama sekali dan membiarkan rambutnya tetap dalam kuasa tangan kasar James. Pria itu tampak berapi-api, tidak ada sorot kelembutan di dalamnya. Ternyata James sangat mudah marah, Agatha seharusnya sudah tahu akan hal tersebut hanya dengan melihat kecongkakan yang ditunjukkan oleh James saat mereka pertama kali bertemu, tepatnya saat insiden di jalan raya. Kini Agatha menyorot tajam mata James yang tidak memancarkan kelembutan seorang suami sama sekali. “Jadi begini caramu memperlakukan Emily hingga dia lebih memilih lari dari pernikahan dan menghampiri wanita lain?” Satu sama. Agatha berhasil membalikkan perkataan James yang membuat pria tersebut bertambah marah. Tangannya membebaskan tiap helaian rambut Agatha, tetapi beralih melakukan sesuatu yang lebih parah. Tanpa memikirkan dosa, apalagi memikirkan penjara, James mencekik leher Agatha dengan sangat kuat hingga Agatha merasa sangat sulit bernapas. Lehernya terasa sangat sakit, juga menimbulkan rasa mual yang perih di tenggorokan. Matanya berair karena hal tersebut, Agatha tidak bisa berkata-kata sama sekali karenanya. “Le--l—pas!” Bukannya merasa kasihan, James malah tersenyum sinis. Namun begitu, ia tetap melepaskan cekikan tangannya karena tidak ingin beredar kabar bahwa pengantinnya meninggal satu hari setelah pernikahan dengan bekas cekikan di lehernya. Memang tidak akan membuatnya dipenjara, karena James bisa menggunakan uangnya. Hanya saja James tidak ingin membuat buruk namanya. Dan ada satu hal yang ingin James lakukan, ia ingin membuat Emily yang telah meninggalkannya menyesal. James sangat tahu jika Emily adalah wanita yang sangat mencintai kekayaan dan perhiasan. Maka dari itu, untuk membuat mantan kekasihnya itu menyesali perbuatannya, James akan menampilkan Agatha ke hadapan publik dengan limpahan kekayaan. Bukan hal yang sulit untuk membuat Emily mengetahuinya, karena James yakin status Agatha yang kini berstatus sebagai istrinya akan membuat wanita itu disorot oleh siapa saja, terutama media massa. Agatha yang baru saja merasa bebas dari cekikan kejam yang diberikan oleh suaminya langsung mundur hingga kakinya menabrak ranjang yang berakhir membuatnya terduduk di pinggirnya. Ia memegangi lehernya sendiri sembari menatap James dengan napas yang tidak teratur. Tidak menyangka jika pertanyaan mengenai siapa yang mengantarkan baju yang dipakainya bisa berakhir menyeramkan seperti ini. “Apa kau sudah gila? Kau ingin membunuhku? Kalau begitu lakukanlah dengan segera! Lebih baik aku mati daripada aku hidup sebagai istrimu!” murka Agatha, ia merasa jika apa yang telah dilakukan oleh James sangat keterlaluan. James terkekeh sinis. “Tunggu saja, ajalmu akan tiba pada waktunya tapi tidak sekarang.” James berjalan santai dan mengambil pakaiannya yang ada dalam sebuah tas kertas. Lalu ia kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk memakainya. Karena memang sejak tadi ia hanya menggunakan kimono Jepang dengan bahan handuk. Sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar mandi, James membalikkan tubuhnya dan berkata, “Segera bersiap! Beri bedak yang banyak pada lehermu agar karya bibirku semalam dan karya tanganku barusan tidak dapat dilihat orang!” Tepat setelah menyelesaikan kalimatnya, James menutup pintu kamar mandi dengan kasar. Membuat Agatha yang masih merasa murka langsung memegangi lehernya, Agatha memejamkan matanya ketika mengerti akan 'karya' apa yang dimaksud oleh James. Dengan kasar ia mengusap sepanjang lehernya dengan tangan, jika saja bisa maka ia ingin menghilangkan semua karya tersebut dan tidak ingin mendapatkannya lagi! Jika saja dosa itu tidak ada, maka Agatha sangat ingin memberikan racun pada suaminya tersebut!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD