James Sakit

2032 Words
Agatha merasa kaget ketika James tiba-tiba saja menubruk tubuhnya. Pria tersebut tampak sangat tidak fokus dalam langkahnya hingga dengan cerobohnya menabrak tubuh Agatha yang sedang berjalan. Adel, Peggy, Katty, dan juga Vin yang ada di belakang tubuh Agatha tak kalah kaget. Dan sekarang bukan jam pulang untuk James, lantas Agatha menatap suaminya tersebut dengan lekat karena tak mendapatkan jawaban sama sekali. James hanya menatap Agatha sekilas dan langsung melanjutkan langkahnya dengan agak sempoyongan. Mata Agatha melebar ketika menyadari jika pria itu sangat pucat, dengan langkah kaki yang sangat cepat Agatha menyusul suaminya yang masuk ke dalam kamar. “Aku tidak bisa membantu kalian, kalian persiapkan keperluan kalian sendiri saja,” ujar Agatha seraya meninggalkan para pelayannya yang langsung mengangguk. Perasaan kaget semakin menyapa ketika melihat James yang terkapar di atas tempat tidur. Setelah menutup pintu kamar, Agatha langsung menghampiri suaminya dengan khawatir. “James ada apa denganmu? Apa kau baik-baik saja?” James membuka matanya dan menatap Agatha degan napas yang tak teratur. Hari ini secara tiba-tiba James jatuh sakit, bahkan ia sempat pingsan dikantor. Sangat memalukan rasanya ketika ia memimpin sebuah rapat penting dirinya malah tergeletak tak sadarkan diri secara mendadak. Beruntung matanya masih bisa terbuka kembali, James sempat berpikir jika tadi dirinya mati. “Sepertinya aku sedang demam,” gumam James terdengar lirih. Ia bahkan benci mendengar suaranya sendiri yang membuatnya seperti manusia lemah. Namun, kini keadaan tubuhnya memang sangat tidak enak, rasa panas menjulur dari kaki hingga kepalanya, dan yang paling parah adalah rasa pusing yang mendera kepalanya hingga rasanya James ingin membenturkan kepalanya sendiri ke sebuah batu berduri. Ucapan James langsung membuat Agatha melarikan tangannya ke arah kening suminya. Dan benar saja, suhu tubuh James berada di atas batas normal. “Kau memang demam, James! Bukan sepertinya. Kenapa kau malah pulang?” “Lalu aku harus ke mana jika tidak pulang? Kau ingin agar aku memaksakan kondisiku untuk bekerja?” sentak James yang merasa tersinggung dengan pertanyaan Agatha yang seolah melarangnya untuk pulang ke rumahnya sendiri. Padahal, apa hak Agatha untuk melarangnya pulang ketika wanita itu sendiri yang tinggal di rumahnya dan bukan James yang menumpang? Rupanya Agatha langsung menggelengkan kepala, ia tahu jika James telah salah paham dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh mulutnya. Dengan segera Agatha pun meralatnya. “Tidak seperti itu, James. Maksudku kenapa kau tidak pergi ke rumah sakit saja? Seharusnya kau pergi ke sana untuk mendapatkan perawatan.” James kembali memejamkan matanya kembali, ia pun menyimpan sebelah lengannya di atas kepalanya dengan harapan jika hal tersebut dapat mengurangi rasa pusing yang ia derita. “Aku rasa itu tidak perlu. Mungkin aku hanya mengalami hal yang sama seperti dirimu. Kemarin pun kau hanya perlu beristirahat setelah pingsan di mall.” “Apa kau juga pingsan?” “Ya.” Agatha langsung cemas mendengarnya. Jujur saja ia sangat khawatir dengan keadaan James yang biasanya selalu sehat dan bugar. Agatha pun beranjak turun dari ranjang. Dengan telaten kedua tangannya membuka sepatu yang James gunakan, tanpa rasa jijik Agatha pun membuka kaus kaki putih pendek yang dikenakan oleh suaminya tersebut lantas menyimpannya di bawah ranjang. Lantas Agatha kembali menaiki ranjang dan membuka jas yang dikenakan oleh suaminya tersebut. James sama sekali tidak menolak dan membiarkan Agatha untuk melakukan apa pun terhadap tubuhnya yang sedang tak berdaya ini. Mungkin jika Agatha berniat jahat padanya kali ini maka James tidak akan sanggup melawannya. James sendiri sangat bingung dengan tubuhnya yang tiba-tiba sakit begini, nyaris seperti Agatha ketika di mall. “Suhu tubuhmu sangat panas, tapi aku yakin jika kau merasa sangat kedinginan, benar begitu?” tanya Agatha, ia hendak menyelimuti tubuh James tetapi merasa ragu. Setelah mendapatkan anggukan dari kepala James yang terlihat lemah, Agatha pun segera menarik selimut untuk menutupi tubuh pria sombong berhati iblis yang kini tengah terbaring tak berdaya. Jika saja Agatha tidak mempunyai jiwa kemanusiaan yang baik mungkin sekarang ia sedang tertawa terbahak-bahak karena melihat keadaan seorang James Hunt yang jauh dari biasanya. Beruntung Agatha masih mempunyai sisi baik dalam dirinya hingga ia malah mengkhawatirkan suaminya tersebut dan bukan menertawakannya. Agatha pun mengusap wajah James dengan pelan hingga pria tersebut semakin nyaman untuk memejamkan matanya. “Aku akan mengambil plester deman dan minum untukmu,” pamit Agatha seraya pergi ke luar kamar. Ia turun ke lantai bawah untuk mencari keberadaan para pelayan karena Agatha sama sekali tidak tahu di mana letak keberadaan kotak obat di rumah ini. “Hans!” panggil Agatha ketika melihat Hans yang tampak buru-buru akan pergi ke luar. Pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik menuju Agatha. “Bagaimana keadaan Tuan James?” tanyanya dengan raut khawatir yang coba untuk disembunyikan. “Sepertinya kau sangat menyayangi tuanmu itu! Dia sedang beristirahat. Aku sedang mencari kotak obat untuknya, apa kau tahu di mana letaknya?” Hans mengernyitkan keningnya bingung dan mengabaikan kalimat ejekan yang Agatha lontarkan di awal kalimatnya tadi. “Kau mencari kotak obat? Mengapa kau mencarinya sampai ke bawah sedang di kamar Tuan James saja sudah terdapat kotak obat yang sangat lengkap? Tempatnya ada di dalam lemari kecil yang ada di samping ranjang kalian.” Agatha langsung menggerutu, “James sialan! Seharusnya dia memberitahuku ketika akan pergi tadi! Kalau begitu aku pergi dulu, terima kasih Hans. Kau sepertinya sedang buru-buru.” “Ya, Nyonya. Aku akan kembali ke kantor.” Agatha pun menganggukkan kepalanya mengerti dan langsung pergi kembali ke kamarnya. Dongkol rasanya pada James yang tidak memberitahu Agatha jika terdapat kotak obat di dalam kamar. Sepertinya James sengaja ingin membuat Agatha lelah menuruni tangga. “Kenapa kau tidak memberitahuku jika di sini ada kotak obat?” omel Agatha ketika baru saja sampai di kamar, ia membuka lemari kecil di samping ranjang dan langsung mengambil kotak obat yang tadi disebutkan oleh Hans. James sama sekali tidak meladeni omelan Agatha karena malas, rasa pusing di kepalnya saja belum reda dan ia tidak mau bertambah pusing karena melayani Agatha yang mengomel. Agatha mengambil sebuah plester pereda demam dan langsung membukanya untuk di tempelkan di kening James. Agatha melakukannya dengan kasar karena masih merasa kesal. Namun, sedetik kemudian terbit senyum di bibirnya. “Kau terlihat menggemaskan jika begini!” *** “Apa kau sudah gila?” Pertanyaan menohok yang diucapkan oleh James membuat Agatha yang sedang memijat kaki pria itu terperangah dan langsung menatap pria tersebut dengan tajam. “Apa maksudmu?” tanya Agatha dengan wajah galak miliknya. Ia tidak habis pikir bisa-bisanya James mengatakan jika Agatha gila padahal sejak sore Agatha merawat suaminya tersebut dengan baik dan sepenuh hati. Jika tahu begini, lebih baik Agatha membiarkan James terbaring lemah dan tak berdaya karena ternyata hal tersebut membuat James menjadi tidak menyebalkan lagi. Dengan kesal Agatha langsung menghentikan aktivitasnya dan tidak lagi mau memijat kaki suaminya yang sejak tadi mengeluhkan pegal. Kedua tangannya yang dilumuri minyak ia biarkan terlipat di dadanya, sama sekali tak peduli jika bajunya akan kotor. Agatha sangat kesal dengan suaminya yang tidak mengucapkan kata terima kasih sama sekali dan malah mengumpatinya dengan kata gila. James memutar bola matanya, sama sekali tidak berselera untuk melihat wajah istrinya yang tengah merujuk. Lalu ia mendudukkan dirinya walau rasa pusing dan melayang-layang masih mendera kepalnya. Sepertinya James harus mencopot kepalanya untuk sejenak saking ia merasa tak kuat akan pusing yang menderanya. “Kau lihat itu!” James menunjuk kumpulan koper yang tadi sudah Agatha persiapkan untuk bulan madu mereka nanti ke Yunani. Dan Agatha pun langsung melihat benda-benda yang suaminya tunjuk dan membalasnya dengan anggukan kepala. “Untuk apa kau menyiapkan itu semua, dan lagi, sebanyak itu?” ungkap James dengan keningnya yang berkerut. Ia baru menyadari keberadaan koper-koper itu di kamarnya yang mana bukan merupakan ulahnya. Jadi, bisa dipastikan jika penyebab koper-koper itu ada di kamarnya adalah penghuni lain kamarnya yang tak lain dan tak bukan adalah Agatha. Agatha menurunkan kakinya dari atas ranjang, tetapi tetap membuat tubuhnya duduk di atas kasur. “Memangnya kenapa? Aku sudah mempersiapkan keperluan kita selama di Yunani nanti. Koper yang hitam itu milikmu, aku masih menyisakan ruang jika kau mau membawa berkas atau laptop.” “Dan sisa koper lainnya itu adalah milikmu semua?” James menatap Agatha dengan lekat. Setelah mendapatkan anggukan kepala dari istrinya, James langsung menghela napas kasar seraya mengusap wajahnya. “Apa yang kau bawa sebenarnya, Agatha? Kau berniat liburan atau pindah rumah untuk selama-lamanya?” Agatha dibuat meringis dengan pernyataan James. Apakah kopernya terlalu banyak hingga pria tersebut melontarkan pertanyaan demikian? Padahal Agatha sudah membawa barang-barang yang menurutnya penting saja. Bagaimana jika Agatha membawa semua barang yang ia inginkan? Pasti koper miliknya akan lebih banyak lagi. “Memangnya kenapa, James? Aku hanya membawa barang-barang yang aku pikir aku akan membutuhkannya.” James pun memosisikan dirinya agar duduk di samping Agatha. Pria itu memijat pelipisnya kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu kecil milik wanita yang kini berada di sampingnya. Sebelah tangannya ia lingkarkan pada pinggang ramping Agatha, untung saja wanita tersebut sama sekali tidak menolak perlakuannya. “Sekarang jelaskan padaku apa saja yang kau masukkan ke dalam koper-koper milikmu? Aku jadi curiga jika kau memasukkan seluruh pakaian yang kuberikan untukmu ke dalamnya!” “Tentu saja tidak!” elak Agatha seraya mendorong kepala James agar menjauh darinya. “Aku membawa baju sebagian saja, peralatan tidur, lalu aku juga membawa peralatan mandi termasuk handuk, selimut, aksesoris, sepatu dan tas, dan peralatan wanita lainnya yang tidak layak untuk aku sebutkan,” lanjut Agatha. Mendengar rentetan kalimat yang meluncur dengan lancar dari mulut Agatha membuat James langsung tertawa terbahak-bahak. Sekarang ia ingat jika Agatha adalah wanita miskin yang diberi keberuntungan untuk menikah dengannya. Pasti saja wanita tersebut masih asing dengan yang namanya liburan dan mungkin saja tidak tahu apa yang benar-benar harus disiapkan untuk pergi liburan. James sampai harus menggeleng-gelengkan kepalanya untuk dapat meredakan tawanya sendiri. Kemudian ia melihat ke arah Agatha yang juga menatap ke arahnya. Bedanya, jika James menatap dengan geli, maka Agatha menunjukkan tatapan sebal dengan bibirnya yang cemberut. Sepertinya wanita yang kini terlihat menggemaskan tersebut tidak terima jika ditertawakan. “Kenapa mimik wajahmu seperti bebek?” Agatha menormalkan mimik wajahnya agar terlihat lebih wajar untuk dilihat orang lain. “Mengapa kau menertawakanku hanya karena jumlah koperku? Apa itu masalah untukmu? Kau tahu, James, kebutuhan wanita itu lebih banyak daripada pria! Kau tidak akan mengerti apa yang akan aku butuhkan selama liburan nanti!” “Kau bukan wanita pertama dalam hidupku, Agatha. Sudah banyak wanita yang pernah mengisi hari-hariku dan juga berada di sampingku. Jadi, aku sudah sangat memahami apa yang wanita butuhkan, termasuk dirimu. Dan apa kau tahu, apa yang kau bawa sama sekali tidak kau butuhkan. Perlatan mandi, peralatan tidur, untuk apa kau membawa itu semua?” James merangkul Agatha dan membuat tubuh mereka merapat. Sedetik kemudian Agatha melepaskan dirinya dari belenggu tangan suaminya dan bergeser menjauh. “Tentu saja semua itu aku butuhkan! Apa kau pikir selama kita liburan nanti kita tidak akan mandi dan tidak akan tidur? Jika kau tidak akan ya tidak masalah! Tapi aku ingin mandi dan tidur pastinya!” Lagi, James kembali tertawa karena tak bisa menahannya sama sekali. Sudut matanya sampai berair saking keras tawanya. Dan penampakan tersebut sangat menjengkelkan di mata Agatha. Sekarang Agatha jadi benar-benar menyesal karena telah merawat James. Seharusnya dia membiarkan saja James terbaring sakit agar pria tersebut tidak banyak tingkah dan Agatha bisa hidup dengan damai. “Aku menyesal merawatmu! Sebaiknya kau berbaring saja dan tak usah banyak bicara. Diamlah di bawah selimut karena plester demam masih menempel di keningmu!!” Agatha menerjang tubuh James dan memaksa tubuh tegap itu untuk berbaring dan dengan cepat menyelimuti James sampai ke muka. James yang tidak sempat melakukan perlawanan hanya tertawa saja dengan aksi yang ditunjukkan oleh istrinya tersebut. Bukannya marah, James justru menarik Agatha hingga wanita tersebut berbaring bersama dengannya. Tentu saja Agatha langsung bangkit dengan wajah berapi-api. Ia memilih untuk duduk di bibir ranjang seperti tadi dengan bibirnya yang semakin tertekuk ke bawah. “Kenapa kau marah Agatha? Aku akan memberitahumu jika apa yang kau bawa hanya akan membuat kita kesulitan!” “Aku tidak peduli! Aku akan tetap membawanya!” James menghela napas sabar seraya kembali duduk. “Untuk apa kau membawanya? Apa kau berpikir jika kita akan tinggal di sebuah hutan? Di Yunani nanti, aku akan menyewa sebuah hotel mahal yang sudah menyiapkan perlatan mandi dan juga tidur dengan sangat lengkap! Kau hanya akan mempermalukan dirimu dengan membawa semua itu!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD