Setelah menyelesaikan perdebatan mereka tentang koper yang pada akhirnya dimenangkan oleh James, keduanya turun ke bawah untuk makan malam. Karena tubuhnya yang masih lemah, James harus dibantu oleh Agatha yang terus menggerutu sepanjang jalan. Sepertinya wanita itu masih enggan untuk mengakui kekalahannya dalam berdebat.
Banyak pelayan yang menundukkan kepala ketika berpapasan dengan keduanya, padahal Agatha sudah mencoba untuk melemparkan senyuman terbaiknya ke arah mereka. Sepertinya kehadiran James yang membawa aura negatif membuat mereka lebih memilih untuk mendudukkan kepala dibanding membalas senyuman Agatha yang kelewat manis.
“James,” panggil Agatha seraya menoleh pada suaminya yang berjalan di sampingnya. Tangan keduanya saling bertautan karena Agatha takut jika James akan sempoyongan seperti saat pria itu pulang ke rumah.
Pria yang dipanggilnya pun langsung menolehkan kepalanya dan sedikit menunduk untuk dapat melihat wajah istrinya. Tubuh Agatha yang lebih pendek membuat James harus selalu menunduk jika sedang berbicara degan wanita tersebut. Dan Agatha pun tidak pernah bisa mengarahkan wajahnya lurus karena harus mendongak. “Apa?”
“Sebaiknya kau harus memperbaiki sikapmu terhadap para pelayan dan juga pengawalmu. Kau lihat? Bahkan mereka segan hanya untuk sekedar menatap dan tersenyum padamu!” protes Agatha. Merasa tidak nyaman bila terdapat sekat yang terlalu jauh antara majikan dan juga pelayan. Terlebih Agatha yang menghabiskan banyak waktunya di rumah membuatnya harus berhadapan dengan banyak pelayan setiap harinya.
“Mereka tidak akan menaruh rasa hormat padaku jika aku tidak bersikap tegas pada mereka. Dan aku hanya mencoba untuk tampil apa adanya. Memangnya selama ini kau pernah melihat aku bersikap ramah?”
Agatha langsung menggelengkan kepalanya. Benar apa yang dikatakan oleh James. Memangnya kapan James pernah bersikap ramah? Bahkan Agatha sudah disuguhkan tingkah laku James yang jauh dari kata ramah sejak pertemuan pertama mereka. James yang sombong, ketus, dan juga sangat menyebalkan. Agatha selalu saja merasa jengkel jika ia mengingat bagaimana pertemuan pertamanya dengan James.
Dan semakin menjengkelkan ketika kini ia sadar jika pria sombong dan ketus itu adalah suaminya. Oh tidak! Kenapa fakta tersebut selalu membuat Agatha merasa jika dirinya baru saja membenturkan kepalanya ke sebuah dinding yang keras dan mampu membuat kepalanya terpecah menjadi dua?
Agatha menghela napasnya seraya memejamkan matanya sejenak dalam langkahnya yang gontai. Sepertinya ia harus berhenti memikirkan pertemuan pertamanya dengan James karena jika ia terus melakukannya, maka suasa hatinya terus memburuk hingga ia bisa semakin merasa jengkel pada pemilik tangan yang kini menggenggam tangannya tersebut.
Keduanya telah sampai di ruang makan. Kehadiran mereka langsung membuat beberapa pelayan sibuk berlalu lalang membawakan makanan tanpa harus diperintahkan oleh siapa pun. Mereka bagaikan sebuah sistem yang otomatis memproses tubuh mereka untuk bergerak kala melihat James yang mulai duduk di kursinya.
“Nyonya Agatha!”
Panggilan seseorang membuat Agatha menoleh. Ternyata ketiga pelayan pribadinya masuk ke ruang tamu dan langsung menghampirinya. Agatha tahu, mereka akan merecoki makan malamnya. Dan besar harapan Agatha jika malam ini ketiganya bisa bersikap lebih diam agar ia bisa makan dengan tenang. Jujur saja Agatha merasa lapar karena sejak sore ia dan James sama sekali tidak keluar dari kamar.
“Ya, ada apa?” tanya Agatha dengan malas, kembali mengarahkan pandangannya ke depan di mana beragam menu makanan mulai disajikan.
“Biarkan kami yang melayanimu, Nyonya. Karena itu sudah bagian dari tugas kami berada di rumah ini,” ungkap Peggy dengan ceria, seperti biasanya. Dan sekarang Agatha mulai bosan dengan keceriaan yang selalu saja ditampilkan oleh mereka.
Ketiganya lantas sibuk menyiapkan makanan di piring Agatha dengan semangat. Mereka selalu senang jika bisa menggunakan tangan mereka untuk membantu Agatha karena memang untuk itulah mereka dibayar. Apalagi kehadiran James bersama Agatha merupakan ajang yang bagus untuk menciptakan kesan rajin di mata James. Siapa tahu bukan James akan memberikan bonus pada mereka jika mereka melayani istri James dengan sangat baik?
Sedangkan James dilayani oleh pelayan lain yang masih muda dan cantik. Agatha dibuat mendengus karenanya. Jika saja ia mempunyai kuasa di rumah ini maka Agatha akan memecat semua pelayan yang masih muda cantik itu dan menggantinya dengan wanita-wanita tua yang sudah tidak memiliki hasrat untuk menggoda.
Apalagi seragam pelayan mereka yang sangat minim, bahkan Agatha saja tidak mempunyai baju yang sangat irit bahan dalam pembuatannya tersebut. Apa James sengaja meminta desain baju pelayan seperti itu dan sengaja memperkerjakan wanita-wanita muda? Agatha akan protes pada suaminya nanti!
“Selamat menikmati makan malam, Tuan dan Nyonya Hunt,” ungkap pelayan yang tadi melayani James. Agatha mengangkat wajahnya dan melihat bagaimana cara wanita itu pergi meninggalkan ruang makan menuju dapur. Cara berjalannya sama sekali tak berbeda dengan cara berjalan seorang model di atas papan pertunjukan busana. Agatha jadi semakin tak suka saja dibuatnya!
“Nyonya, selamat makan. Kami sudah selesai menyiapkan makanan untukmu,” tutur Katty seraya menundukkan kepalanya sejenak.
Agatha langsung kaget kala melihat makanan yang tersaji untuknya. Piringnya sangat penuh sampai-sampai Agatha tidak bisa lagi melihat piringnya. “Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menyajikan makanan sebanyak ini?”
James yang turut melihat piring Agatha hanya tersenyum geli seraya mulai memakan makanannya. Ia sama sekali tidak peduli dengan Agatha yang kini meringis karena melihat makanannya sendiri.
“Apa kalian berpikir jika aku sudah tidak makan selama satu bulan?” tanya Agatha. Matanya melihat ke arah tiga pelayannya yang kini saling melemparkan pandangan satu sama lain.
“Kami hanya ingin memastikan jika Nyonya makan dengan cukup,” imbuh Peggy dengan bibirnya yang sedikit ia gigit. Ia kini sadar bahwa makanan yang tersaji di piring Agatha terlalu banyak. Dan itu semua terjadi karena ia dan kedua rekannya yang terlalu semangat untuk menyiapkan makanan bagi Agatha. Dan juga, karena obsesi mereka yang ingin terlihat rajin oleh James.
Agatha mencoba untuk meluaskan sabarnya. “Baiklah, terima kasih. Sekarang kalian bisa pergi.”
Agatha pun mulai memakan makanannya setelah tiga pelayannya pergi. Ia makan dengan perlahan dan tidak begitu berselera. Melihat banyaknya makanan yang tersaji saja sudah membuat Agatha merasa kenyang sebelum mencoba.
“Kenapa kau marah? Kau boleh tidak menghabiskannya jika kau tidak mau.” James melempar tanya pada istrinya yang terlihat cemberut.
“Dan pada akhirnya semua makanan ini akan terbuang? Itu mubazir, James!”
“Hanya sedikit makanan yang terbuang tidak akan membuatku merasa rugi.”
“Kita berbeda James, kau berpikir demikian karena kau tidak pernah mengalami kesusahan, sedangkan aku? Aku pernah mengalami bagaimana rasanya kelaparan, jadi semua ini sangat berharga bagiku.”
***
Di rumahnya yang kini ia tinggali bersama dengan Jessica—kekasihnya, Jonathan kedatangan tamu yang mana menjadi sebab dari semua kesalahan yang ia lakukan. Tamu tersebut tak lain dan tak bukan adalah Emily Rose, sahabatnya sekaligus kakak kandung dari Jessica. Wanita tersebut tidak datang sendirian, melainkan bersama dengan kekasihnya yang bernama Ludwig.
Keduanya tampak sangat lusuh dan juga pucat, jika boleh menebak, keduanya terlihat sangat kelaparan dan hal tersebut membuat Jonathan dan juga Jessica sangat heran. Terlebih Jessica yang cukup merasa khawatir dengan keadaan saudarinya.
“Kalian terlihat tidak dalam keadaan baik-baik saja?” ungkap Jessica dengan jujur, ia meletakkan dua buah gelas ke atas meja dan kemudian duduk di samping Jonathan, menatap lurus k arah sepasang kekasih yang terlihat sangat mengkhawatirkan.
Emily menganggukkan kepalanya dengan lemah, ada sisa air mata di sudut kelopaknya. Tatapannya yang sangat sendu memang menyatakan jika ia tidak berada dalam keadaan baik-baik saja. Hidupnya sangat sulit belakangan ini, bahkan untuk menemukan makanan saja menjadi sesuatu yang asing baginya. Semua itu terjadi sejak ia memutuskan untuk lari dari pernikahannya sendiri.
“Kau benar, Jess. Aku dan suamiku sedang tidak baik-baik saja. Kami kesulitan mendapatkan makanan karena Ludwig yang kehilangan pekerjaannya,” adu Emily dengan nada yang sangat lirih. Ia memang merasa sangat sedih dengan keadaan yang menimpanya sekarang. Kehidupannya seakan jungkir balik setelah memutuskan untuk meninggalkan James.
Emily yang dulunya digelimangi oleh harta James yang sangat melimpah kini tak mempunyai uang sepeser pun. Dan fakta itu mampu membuat dadanya sesak. Betapa hidup telah memberikan hukuman yang sangat berat padanya. Apakah ini cara Tuhan menghukumnya karena Emily telah mengkhianati seseorang yang tulus mencintainya bahkan rela mengeluarkan banyak harta untuknya?
“Seharusnya sebagai seorang pria kau mencoba untuk mencari pekerjaan lagi! Kau harus berusaha dengan keras karena sekarang kau sudah memiliki seorang wanita! Dan kalian sudah menikah?” Jonathan berkata dengan cukup keras. Ia tidak terima jika sahabatnya bukannya bahagia justru malah diajak untuk hidup sulit.
Seorang pria harus bertanggung jawab jika dia sudah berani untui mengajak hidup bersama seorang wanita. Janga sampai hidup wanita pilihannya tersebut justru malah menderita. Dan sebagai seorang pria, sudah seharusnya Ludwig melakukan cara apa pun untuk dapat memberikan makan wanitanya. Apalagi jika keduanya sudah menikah.
Emily menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Ya, kami sudah menikah belum lama ini. Maaf aku sama sekali tidak memberitahu kalian. Aku harap kalian mengerti dengan keadaan kami.”
“Aku sangat mengerti dengan keadaanmu, Jess. Bahkan kau lihat? Aku tidak marah padamu padahal kau berusaha mengorbankan aku untuk menikah dengan James! Jika Jonathan tidak menukar aku dengan Agatha, mungkin sekarang aku terkurung untuk hidup bersama dengan mantan kekasihmu itu!”
“Aku minta maaf untuk itu,” ucap Emily dengan tulus, ia memandang wajah adiknya dengan penuh rasa penyesalan. “Aku tidak bisa berpikir jernih pada saat itu karena yang ada dalam pikiranku hanya bagaimana caranya agar aku bisa melarikan diri dari pernikahanku. Aku tidak bisa menikah dengan James di saat aku hamil anaknya Ludwig.”
Jessica melipat tangannya di d**a lalu menyandarkan tubuhnya di sofa. “Setidaknya aku tidak terlalu merasa menyesal karena telah mengorbankan Agatha. Lihatlah, dia terlihat sangat bahagia sekarang. James sepertinya bisa menerima Agatha dengan baik hingga mau memanjakannya seperti dia memperlakukanmu dulu. Bahkan kulihat beritanya jika tak lama lagi mereka akan pergi berlibur.”
“Mereka akan pergi berbulan madu?” tanya Emily kaget, sudah lama ia tidak menonton televisi dan juga tidak membaca berita karena ponselnya yang sudah dijual.
“Iya, bahkan salah satu pelayan pribadi Agatha membocorkan lewat sosial medianya jika mereka akan pergi berbulan madu ke Yunani akhir minggu ini. Kau tahu, Emily? James memberikan semua hal yang kau inginkan dulu kepada Agatha. Sekarang Agatha mempunyai mobil mewah untuk dirinya sendiri, pengawal dan pelayan pribadi, dan juga banyak hal lainnya. Bahkan apa kau tahu beritanya jika Agatha membelikan sepatu baru kepada para pelayannya yang mana harga satu sepatunya senilai dengan seribu dolar! Bukankah itu terdengar sangat mengagumkan?”
Emily terdiam mendengarnya. Jujur saja ia sangat merasa tidak suka mendengar jika wanita yang kini menjadi istri James mendapatkan semua yang ia inginkan dulu. Emily merasa jika semua itu seharusnya ... untuknya.
Sama seperti Emily, Jonathan pun merasakan rasa tidak suka yang sama. Berat rasanya untuk mengakui jika ternyata kini Agatha bisa bahagia dengan pria lain. Seperti ada pukulan keras yang menghantam hati Jonathan. Ia ingin agar Agatha tak bahagia dan kemudian Agatha berusaha keras untuk keluar dari lingkar hidup pria kaya raya tersebut. Jonathan tidak rela jika Agatha bisa dimiliki oleh pria lain secara utuh, tubuh dan juga hatinya.
Namun, tentu saja baik Jonathan maupun Emily keduanya hanya mencoba untuk bersikap biasa saja dan menutupi perasaan tidak suka mereka. Emily harus menghargai Ludwig yang telah sah menjadi suaminya, dan Jonathan pun harus menghargai Jessica.
“James memang sangat mampu untuk membahagiakan istrinya kini. Bahkan dia mampu untuk membuatku kehilangan pekerjaan dan tidak bisa mendapatkannya lagi,” timpal Ludwig dengan wajah yang penuh beban.
Mendengar hal tersebut, Jessica dan Jonathan sangat kaget. “Jangan bilang jika James—“
“Ya! Pria itu yang telah membuatku dipecat, dan pria itu juga yang membuatku tidak bisa menerima pekerjaan di mana pun aku melamar kerja. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan! Tetapi HRD selalu menolakku hanya dengan melihat wajahku. Dan aku sangat yakin jika itu adalah ulah James. Beberapa pengawalnya juga sering mengintai kami!” seru Ludwig dengan kesal. Ia merasa tidak berdaya jika dihadapkan dengan pria kaya raya seperti James yang bisa menggunakan uangnya untuk apa pun.
“James tidak membiarkan hidupku begitu saja. Sepertinya dia sangat ingin agar kami menderita,” lirih Emily dengan air mata yang kembali berlinang.
Jessica meringis, kasihan melihat keadaan kakaknya. Apa pun yang telah Emily perbuat, wanita itu tetaplah saja merupakan bagian dari hidupnya, saudarinya sendiri yang selama ini tumbuh dam berkembang bersama dengannya. “James pasti menaruh dendam padamu.”
“Aku tahu dia pasti melakukannya. Untuk itu apakah aku boleh meminta bantuan kalian? Izinkan kami untuk tinggal bersama kalian untuk sementara waktu. Setidaknya sampai Ludwig bisa mendapatkan pekerjaan,” pinta Emily dengan wajah yang memelas. Tangannya bergerak untuk menggenggam tangan Ludwig yang tertunduk malu. Dia malu karena ketidakberdayaannya sebagai seorang pria.