Adel kebingungan ketika melihat Agatha yang keluar dari kamar James dengan gaya yang sangat tidak enak untuk dilihat. Wanita yang masih berpakaian sama seperti pagi itu mengentak-entakkan kakinya dengan kasar ke lantai hingga menimbulkan suara yang nyaring. Bahkan Adel meringis karena berpikir jika kedua kaki Agatha pasti merasakan sakit karena perbuatannya sendiri.
Sedangkan James, pria itu hanya memerhatikan bagaimana perilaku istrinya dari ambang pintu kamar. Adel jadi semakin bingung dibuatnya. Ia pun dengan segera berlari mengikuti Agatha, berhubung Peggy dan Katty yang sedang berada di kamar mereka membuat Adel bisa dengan leluasa menciptakan citra sebagai pelayan yang paling baik dan sigap.
“Nyonya Agatha, tunggu!”
Teriakan yang menggema sama sekali tidak membuat Agatha berhenti. Justru seseorang yang menyandang status sebagai nyonya di rumahnya ini tersebut malah semakin mempercepat langkahnya. Menolak kemungkinan jika pelayan pribadinya akan membuat suasana hatinya semakin memburuk.
“Nyo—“
“APA?!” Agatha membuat Adel berhenti berlari dan langsung tersenyum cerah saat Agatha akhirnya mau menghentikan langkah dan berbalik menghadap ke arah Adel. Ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk mencari kesan terbaik dalam pekerjaannya. Apalagi Adel tahu jika James masih memerhatikan mereka dari posisinya.
Mungkin jika James tahu Adel adalah pelayan yang paling rajin dan penuh loyalitas pada Agatha, pria itu bisa saja memberikannya bonus upah yang sangat besar. Walau harus diakui upah dalam perjanjiannya dengan James sudah sangat besar dan merupakan upah yang paling besar selama Adel bekerja.
Dulu Adel pun pernah menjadi pelayan pribadi seorang selebriti terkenal, dan upah yang didapatnya tidak sebesar upah yang didapatnya kini dari James. Padahal kerja yang dilakukannya dulu jauh lebih berat daripada sekarang.
“Apa kau membutuhkan sesuatu? Aku sangat menyadari jika Peggy dan Katty tidak tanggap untuk melayanimu, maka dari itu aku berada di sini untuk membantu mereka.” Adel sengaja mengeraskan suaranya, tak lupa ia menoleh ke arah kamar James untuk memastikan apakah tuannya tersebut masih berada di sana atau tidak. Dan ternyata sudah tidak ada, Adel hampir saja menghela napas kecewa sebelum kemudian kembali semangat kala melihat Agatha.
Tidak mengapa jika James tidak mendengar kalimatnya, yang terpenting adalah Agatha menganggapnya sebagai pelayannya yang terbaik. Dengan begitu mungkin nanti Agatha akan menyampaikaiannya pada James.
“Aku sama sekali tidak membutuhkan apa pun untuk saat ini. Jadi, sebaiknya kau pergi saja ke kamarmu dan tidak perlu mengikutiku karena aku ingin bergegas tidur!” tegas Agatha dan langsung kembali melangkahkan kakinya dengan cepat.
Bukan Adel namanya jika ia menyerah begitu saja, dengan semangatnya yang masih menyala karena memang jarang padam, Adel berlari mengikuti Agatha bahkan berhasil membuat tubuhnya sejajar dengan majikannya tersebut. “Kau belum makan malam, Nyonya. Apa aku harus mengantarkannya ke kamar?”
Agatha menggelengkan kepalanya.
“Kalau begitu kau akan pergi ke ruang makan sekarang?”
“Tidak.”
“Tapi kau harus memakan sesuatu malam ini.”
“Tidak mau.”
“Tapi Nyonya—“ Adel tidak melanjutkan kalimatnya ketika Agatha membantingkan tubuhnya ke atas sofa yang ada di ruang utama. Wanita itu menutup mata seraya menutup dua telinganya dengan bantal yang ada di sana.
Sepertinya Agatha sedang benar-benar kesal, tetapi Adel tidak terpengaruh dengan pemikirannya tersebut. “Nyonya, aku akan membawakan makanan ke sini jika kau ingin memakannya di sini.”
“Sudah kubilang aku tidak mau makan!”
“Biarkan saja, Agatha akan makan malam bersamaku di luar.”
Agatha tidak sempat memberontak ketika tangannya tiba-tiba ditarik dengan paksaan oleh seseorang yang tak lain adalah suaminya. Belum sempat memberontak, Agatha sudah berada di luar rumah dengan tangannya yang masih diseret secara paksa oleh James.
“James! Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!”
“Menurut saja, aku hanya akan mengajakmu makan malam, bukan akan membunuhmu!”
“Aku tidak mau!” Agatha mencoba untuk memberontak dengan sekuat tenaga yang ia miliki. Tetapi semuanya sia-sia setelah Hans membukakan pintu mobil dan Agatha langsung masuk ke dalamnya berkat dorongan yang James berikan.
“James lepaskan aku!!”
“Tidak akan, istriku!”
***
Perjalanan yang sangat membosankan bagi Agatha. Duduk dengan tenang tanpa perasaan tenang di samping suaminya. Mobil yang dikendarai melaju dengan kecepatan yang sangat normal, tidak membuat jantung Agatha berpacu karena kecepatannya. Sangat membosankan suasana yang tercipta, Agatha tidak tahu siapa yang menyetir karena posisi penumpang dan pengemudi ditutupi sebuah batas yang tidak tembus pandang.
Sejak tadi, Agatha memfokuskan pandangannya ke arah jendela demi untuk menghindari tatapan dengan James. Agatha kesal pada suaminya tersebut yang membawanya pergi makan malam ke luar dengan paksa. Bahkan pria itu tidak memberinya waktu untuk bersiap-siap atau hanya untuk sekadar ganti baju. Penampilannya pasti sangat kumal mengingat seharian penuh ia sudah bermain bersama dengan Obie dan Opie yang membuatnya berkeringat.
Agatha menolehkan kepalanya ke belakang. Ia melihat Vin dan beberapa pengawal lain mengikuti mereka. Agatha jadi merasa bingung, haruskah mereka mendapatkan pengawal seperti seorang presiden? Memangnya siapa yang akan mencelakai mereka?
“Sepertinya kau menyukai Vin,” celetuk James yang melihat jika Agatha tengah memerhatikan salah satu dari pengawalnya tersebut. Kalimatnya berhasil membuat Agatha kembali pada posisi semula, yaitu melihat ke arah jenela di sampingnya dengan bibir yang bungkam dan enggan untuk memberikan jawaban walau satu kata pun.
Namun, perbuatannya tersebut malah membuatnya berada dalam masalah. Agatha seakan lupa jika yang tengah berada di dalam ruang yang sama dengannya adalah seorang manusia berhati iblis yang tak mempunyai hati nurani sebagaimana manusia lainnya. James yang tersulut emosi karena Agatha seolah menganggapnya tidak ada dengan kasar menjambak rambut Agatha hingga wanita itu kontan menoleh padanya dengan mimik wajah yang meringis kesakitan.
Sama sekali tidak ada rasa kasihan ketika James menyaksikan bagaimana wajah tersiksa istri cantiknya tersebut. “Apa telingamu itu sudah tidak berfungsi? Atau mulutmu yang mendadak bisu?” desis James dengan sorot mata tajamnya yang sangat dominan ke arah negatif, bahkan mungkin memang selalu begitu. Rasa-rasanya Agatha tidak pernah melihat ada aura positif dalam diri suaminya tersebut.
“Lepaskan rambutku, ini menyakitkan! Apa kau sudah kehilangan akal memperlakukanku seperti ini? Aku bisa saja memberontak darimu dan mengungkapkan semua kebusukanmu terhadap media dan mereka akan mendengarkanku. Aku akan membeberkan pembunuhan yang kau lakukan terhadap ayah dan ibuku, aku juga akan membeberkan bahwa selama ini aku dan kau hanya berpura-pura bahagia hanya untuk membuat Emily dan John merasa iri!”
Agatha menitikkan air mata saat mengatakan kalimatnya. Bukan karena ia sedih akan kisah hidupnya lagi, tetapi karena rasa sakit yang ia rasakan. Sepertinya James berniat ingin mencabut semua rambut yang ada di kepalanya. “Lepaskan James!!” teriak Agatha seraya memberontak kala James sama sekali tidak melepaskannya.
James menuruti permintaan Agatha, tetapi bukan berarti dia akan berhenti. Karena setelahnya, James langsung mencengkeram kedua pipi Agatha dengan satu tangannya. Matanya sangat menyiratkan api amarah yang menyala-nyala membuat Agatha sadar jika ia telah membangunkan singa yang tertidur.
“Apa kau baru saja mengancamku? Sadarlah Agatha, aku bahkan mampu untuk membunuhmu sekarang juga, aku pun mampu membungkam mulut setiap orang termasuk media massa yang kau agung-agungkan tersebut. Aku mampu melakukan hal tersebut Agatha. Sedangkan kau?” James terkekeh yang mana kekehannya tersebut sangat mengerikan di mata Agatha.
Kini James tak lagi mencengkeram pipi Agatha. Sebaliknya, kini tangannya mengelus pipi Agatha dengan gerakan yang sangat lembut dan membuai. Bibirnya pun menyunggingkan senyum manis yang lagi-lagi itu semua tampak mengerikan bagi Agatha.
“Hanya karena aku mengajakmu makan malam ke restoran mewah kau memperlakukanku seperti ini? Tidakkah seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku tahu bahkan seumur hidupmu kau tak pernah merasakan bagaimana rasanya masuk ke dalam restoran. Benar begitu, istriku?” tanya James dengan lembut.
Agatha hanya diam seraya tangannya bergerak untuk menurunkan tangan James. Tidak baik jika Agatha melawan James sekarang karena tanpa perlu dicoba sekali pun Agatha sudah tahu siapa yang akan menjadi pemenang dan siapa yang akan menjadi pecundang.
Pasti dirinya yang akan kalah dan James yang akan memenangkan perdebatan ataupun perkelahian ini. Yang Agatha bisa lakukan hanya menarik napas dan menyandarkan kepalanya dengan mata yang tertutup. Ingin meraih mimpi yang lebih baik daripada kehidupan nyata. Mungkin saja jika ia tidur maka ia bermimpi menikah dengan seorang pria baik hati, bukan pria seperti James.
“Jadi apa kau menyukainya?”
Agatha membuka matanya dengan kasar dan mendengus kesal. Wajahnya menoleh pada James dengan kedua mata yang memicing, setengah marah pada suaminya tersebut. “Apa kau cemburu jika aku menyukainya?”
“Tidak. Aku hanya bertanya.”
“Jika begitu aku tidak mempunyai kewajiban untuk menjawab.”
“Kau hanya perlu mengatakan ya atau tidak!”
“DAN APA PEDULIMU?” Agatha kelepasan membentak James, dan ia langsung menarik napas untuk menormalkan kembali emosi yang tak terbendung di hatinya. Mungkin karena memang James dan dirinya tidak ditakdirkan untuk bersama, hingga akhirnya membuat satu sama lain sangat mudah terbakar emosi setiap kali terlibat dalam kebersamaan.
“Kau istriku, oke?”
“Lalu kenapa kalau aku istrimu? Apa kau mencintaiku? Apa aku mencintaimu? Tidak bukan? Kita hanya menjalankan peran kita sebagai suami istri agar Emily dan Jonathan menyesal. Jadi bisakah kita hanya bersikap layaknya sebagai partner kerja?” debat Agatha, menatap semakin kesal pada suaminya.
“Tentu saja tidak bisa! Setidaknya kau harus menjalankan tugasmu sebagai seorang istri!”
“Aku melayanimu selama ini!” sungut Agatha dengan sebelah tangannya yang refleks meninju paha James, beruntung tidak kuat hingga pria tersebut tidak merasakan kesakitan sama sekali.
“Aku tahu, maka dari itu kita harus berperan sebagai suami istri sungguhan. Bukan sebagai partner kerja yang kau sebutkan barusan.” James berkata dengan santai. Tidak mungkin jika dirinya tidak mengambil keuntungannya sebagai seorang pria selama masa pernikahannya dengan Agatha berlangsung.
Agatha menyandarkan tubuhnya kembali sambil menarik napas dalam. “Jika begitu kau juga harus berperilaku sebagai seorang suami. Kau boleh menuntutku untuk melayanimu dan aku akan menuntut nafkah darimu sebanyak lima ribu dolar dalam waktu satu bulan!”
James tertawa dalam hati, nominal yang diminta oleh Agatha sangat kecil baginya. Tentu saja ia akan menyanggupi itu semua dengan mudah. “Baiklah, kurasa sekarang kita sudah memiliki sebuah kesepakatan yang jelas.”
Mobil yang membawa mereka pun berhenti tepat setelah keduanya membuat sebuah kesepakatan. James menarik Agatha untuk mendekat ke arahnya dan merapikan rambut wanita tersebut dengan hati-hati. “Artinya, kita hentikan perdebatan ini. Sekarang kita turun dan bersikaplah sebagai istri yang baik. Kita tidak akan tahu jika saja ada kamera yang menyorot ke arah kita selama makan malam berlangsung. Apa kau mengerti?”